"Sekriminal Guntur dia juga manusia"
-Dini-
Hujan adalah air, air yang memberi kenangan untuk dikenang. Duduk bersama Guntur memang tidak begitu menyenangkan, tapi buatlah itu sebagai suatu pengalaman.
Ujian semester sudah selesai. Senyum mengembang disetiap sudut ruangan. Lega. Rencananya sesudah ujian semester OSIS akan mengadakan rapat untuk membahas Masa Pengenalan Lingkungan Siswa (MPLS) untuk calon siswa baru. Buatku hari libur tidak berguna jika hanya tidur-tidur saja, aku sibuk mengurus organisasi.
Seluruh pengurus OSIS segera berkumpul di ruang rapat yang sudah disediakan.
Ketiga ketua dan para pengurus OSIS sudah berjejeran sesuai pangkat dan bidangnya masing-masing.
Di tengah asiknya berdiskusi, terlihat siswa-siswi berlarian di koridor, membuat seluruh pengurus OSIS terpusat pada mereka.
Jaya pun selaku ketua OSIS menghampiri arah kemana mereka berlari kemudian aku dan pengurus OSIS yang lain menyusul Jaya.
Lapangan sekolah diselimuti oleh pemandangan yang mengagetkanku. Guntur.
"Ayo hajar Tur, hajar!"
Sorak ramai siswa yang menonton membuat telingaku sangat perih.Tinju mendarat ke area wajah lawan Guntur. Aku tidak mengenalnya, tapi baju sekolah yang dipakainya berasal dari sekolahku. Lawan Guntur membalas, Guntur tersungkur kemudian dia menghajar Guntur. Lagi. Guntur membalas. Keringatnya mengucur deras, darah di bibirnya menetes membuat aku lemas. Aku tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya.
"Woy! BERHENTI"
Teriak seseorang separuh baya dari arah kanan dengan kumis yang tebal. Dia pak Dace, salah satu Guru di sekolahku. Mereka pun direrai oleh pengurus OSIS. Kemudian memindahkan keduanya. Pak Dace langsung menampar keduanya. Dia marah. Wajahnya sangat merah. Dimarahilah."Sekarang bersihkan luka kalian, kemudian pulang! Awas kalau sampai saya mendengar kalian berkelahi lagi, besok saya akan urus masalah kalian bersama orangtua kalian. Mengerti?!"
Mereka mengangguk, tanpa menjawab sepatah katapun.
Guntur melihatku, matanya sipit sepertinya kena hajar lawannya. Aku memalingkan wajahku. Aku takut.
Kemudian seluruh pengurus OSIS membubarkan siswa-siswi yang bergerombol menonton untuk segera pulang.
Setelah itu Jaya menghampiriku.
"Din, kunci UKS di kamu kan? Tuh Guntur mau minta obat merah"
Kunci UKS memang ada di aku dan Irpan selaku ketua PMR.Aku berlari menuju UKS, UKS di sekolahku berada di dekat kantor. Sesampainya di sana aku melihat Guntur sedang duduk sambil mengerang kesakitan.
Aku membukakan pintu.
Kemudian mengambil kotak P3K."Nih"
"Gimana caranya"
Aku kasihan juga melihatnya seperti ini, aku PMR rasa kemanusiaan aku lebih besar dibanding rasa takut kepada Guntur.
Aku membersihkan luka tersebut dengan air yang mengalir sesuai tekhnik cara membersihkan luka.
Dia menatapku. Aku menunduk.
"Lu benci sama gue?"
Pertanyaan Guntur membuatku tidak bisa menelan ludah, hatiku berdesir tidak karuan.
"Ngga"
Hening.
Aku mulai mengobatinya dengan betadin dan menutupi lukanya dengan kain kasa.
"Selesai"
Pintaku pada GunturDia hanya menatapku. Aku berdiri mengembalikan kotak P3K ke dalam UKS kemudian mengunci UKS kembali. Guntur tidak bicara sepatah katapun, dia hanya diam membeku. Aku bingung, mengapa ia mendadak diam seperti itu. Aku tidak peduli yang terpenting sekarang aku harus kembali ke ruang OSIS aku tidak mau ketinggalan terlalu jauh dalam diskusi.
Aku berjalan meninggalkan Guntur yang duduk di depan UKS dan hanya memandangku dengan datar. Aku memang takut pada Guntur, tapi aku juga tidak tega melihatnya seperti ini. Dia beda sekali, biasanya dia selalu bertindak semaunya mengapa setelah kejadian perkelahian tadi Guntur berubah menjadi pendiam. Ah sudahlah.
Kegiatan OSIS sudah selesai. Aku sampai di rumah pukul 17.00 WIB. Aku rebahkan punggungku di atas kasur, sedikit surga yang aku nikmati ketika sudah di atas kasur. Kegiatan hari ini membuat otakku keleyengan.
Drtt drttt drtt
Ponselku berbunyi, ada satu pesan di dalamnya.
From Guntur
"Makasih atas pengobatannya"Guntur. "Tadi kemana saja manusia ini, beraninya belakangan. Huu" Ucapku, aku berbicara sendiri. Biarlah, bermonolog memang kesukaanku.
"Ia sama-sama" Balasku
Guntur membalas.
"Aku baper"
Maksudnya? Baper? Mataku serasa mau copot saat membaca balasan dari Guntur. Aku tidak mengerti, baper itu apa maksudnya. Kalau aku nanya ke dia baper itu apa. Bisa-bisa aku jadi bahan tertawaan dia. Sebenarnya aku sudah beberapa kali mendengar kata 'baper' tapi ya memang aku rasa tidak terlalu penting dengan makna kata tersebut jadi aku tidak antusias untuk mencari tahu kata 'baper. Cepat-cepat aku mencari kata tersebut di translet bahasa inggris ternyata tidak ada. Translet di kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) tidak ada juga. 'Baper itu sejenis apa?' Aku kemudian mencari arti kata tersebut di Google, 'baper' beberapa halaman mulai muncul. Aku menemukannya.
Baper : Bawa perasaan
Memalukan sekali menjadi aku.Kemudian aku membalas pesan Guntur.
"Baper kenapa?"
Dia membalas, membalasnya cepat sekali.
"Ganti topik ah, besok aku jemput ya"
"Jangan deh, ngerepotin"
"Klo gamau aku bakalan paksa"
Ih menyebalkan sekali, baru saja dia berterima kasih mengapa sekarang membuatku dongkol. Lagi.
Aku tidak membalas, aku malas.
Suara adzan Isya sudah dikumandangkan aku bangkit dari atas kasur kemudian berjalan untuk mengambil air wudu.
Ketika shalat seluruh rasa dalam diriku terasa melayang-layang. Aku hanya mencintai Tuhanku dan orangtuaku.
Besok sebenarnya pembagian hasil belajar selama satu tahun. Ayah yang mengambil Raportku, aku ke sekolah bersama Ayah. Guntur? Aku tidak peduli dia mau jemput atau tidak, untuk memastikan agar dia tidak menjemput aku harus mengirim pesan untuknya, tapi aku malu.
To : Guntur
Guntur, gausah jemput aku mau bareng ayahKubaca kembali kalimat pesanku kemudian langsung aku kirimkan.
Dia tidak membalas. Syukurlah.
-oOo-
😀😊✋
KAMU SEDANG MEMBACA
GUNTUR [Completed]
Novela JuvenilCoba tanyakan pada hatimu. Kamu mencintainya atau hanya mengagumi? [Cerita telah selesai]