Bab 7

2K 104 0
                                        

Tepat tanggal 15 Juli seluruh pengurus OSIS wajib untuk datang ke sekolah memakai seragam putih abu dan alamamater OSIS. Aku ke sekolah diantar Ayah. Entah mengapa semenjak kejadian motorku mogok ayah sering mengantarku ke sekolah. Sesampainya di sekolah, tidak lupa aku menyalami ayahku kemudian ayah berlalu dari hadapanku. Aku melihat Sinta dan Tandi. Mereka temanku, anggota OSIS juga.

"Tumben Din kamu udah dateng"
Ucap Tandi menyindir, soalnya aku sering sekali telat kalau di OSIS.

"Iya dong, Oya aku nugas di gugus 6 ya?" Tanyaku pada Sinta, Sinta ketua 1 di OSIS dia salah satu teman baikku dari kelas 1 SMP.

"Ia Din, kamu di gugus 6 sama Lia"

"Ke ruang OSIS yu" Tambah Tandi.

Kami pun ke ruang OSIS, siswa-siswi baru sudah mulai berdatangan. Aku sudah menyiapkan senyumanku untuk mereka sayangnya mereka hanya melewatiku tanpa menyapaku. Dasar.

Pukul 07.00 WIB upacara dimulai. Pembagian gugus sudah dibacakan, kemudian para calon siswa memasuki ruangannya masing-masing.

Aku di gugus 6 bersama 3 rekanku di OSIS ada khusni, Lia, dan Herman. Aku kordinator gugus, jadi aku jarang memberikan materi untuk mereka hanya mengawasi saja.

Perkenalan dimulai dari aku karena kordiator, kemudian di susul oleh ketiganya.

Siswa dari gugusku alhamdulillah tidak terlalu membuat emosiku meluap hanya saja aku kadang bingung harus berbuat apa.

Pukul 09.40 WIB bel istirahat sudah dibunyikan, semua calon siswa diarahkan untuk shalat duha.
Aku diam di kelas, untuk merenung. Ketika sedang lelah aku sering merenung untuk mengistirahatkan otak dan tubuhku.

"Kak"

Suara tersebut memecahkan lamunanku.

"Iya?"
Jawabku. Dia pria berkulit bersih dan berhidung mancung, bajunya di keluarkan, rambutnya acak-acakan.
Dia sepertinya bukan anak gugusku.

"Ini" ia menyodorkan sebotol minuman

"Buat siapa?"

"Kakak"

"Untuk?"

"Dari kak Guntur"

Jleb, satu minggu ini bayang-bayang Guntur sirna dari pikiranku, namun sekarang ia datang membuat otakku menambah beban saja.

"Maaf, kasih kembali sama Gunturnya ya Dek" sebisa mungkin aku menolak, aku juga tidak haus. Bohong!

"Ah terima dong kak, aku takut kalo kak Guntur marah gimana?"

"Biar kakak yang marahin balik, udah sana"
Aku emosional jika berhadapan dengan Guntur aku tidak mau berurusan dengan dia lagi.

"Yauda"

Pria itu kembali, meninggalkan aku sendiri di dalam ruangan. Aku suka sendiri.

Sorak ramai dari luar memekakkan telingaku. Aku berlari ke luar, kemudian menghampiri arah suara tersebut.

"Hajar aja Tur, hajar"
Teriak beberapa penonton.

Di kantin dua orang pria sedang adu tonjok, dia Guntur dan pria satunya Tandi. Tandi? Tandi temanku dia juga pacar sahabatku Sinta. Sedang apa mereka Tuhan. Kenapa dengan Guntur. Tandi mengepalkan tangannya kemudian memukul wajah Guntur, aku menjerit. Guntur melihatku, aku jatuh. lemas sekali. Guntur kemudian menghajar Tandi dengan tangannya yang mengepal sangat erat. Tandi jatuh tersungkur dan melambaikan tangannya mengisyaratkan kalau dia menyerah. Kemudian Guntur menghampiriku yang duduk lunglai, wajahku pucat sekali. Aku benar-benar benci Guntur. Aku bangun, kemudian pergi meninggalkan Guntur. Tangis yang tertahan di dalam tenggorokanku terasa sangat sakit. Aku berlari, berlari untuk pergi.

GUNTUR [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang