Bab 2

4.3K 167 13
                                    

"Kamu tega gitu ngeliat aku dimarahin sama dia?"

-Guntur-

Aku masih Dini. Perempuan berhijab yang bersekolah di SMA Harapan Bangsa. Tapi, hari ini hatiku terasa berbeda. Jika dalam suatu novel mereka berbeda kalau sedang jatuh cinta. Maka berbeda lah dengan aku.

Aku ragu memulai langkahku saat memasuki sekolah. Aku cemas. Hati dan pikiranku beradu, tidak sesingkron kemarin saat aku memasuki sekolah kebanggaanku itu. Aku harap-harap cemas.

Aku berada di gerbang sekolah. Kakiku melangkahkan satu langkah. Kemudian aku berhenti. Kepalaku ke kiri ke kanan. Hanya untuk memeriksa. Setelah aku rasa cukup aman. Aku berlari secepat yang aku bisa. Aku langsung ke kelas. Dan aku bebas. Alhamdulillah aku sampai juga di kelas.

Aku ketawa-ketawa sendiri di dalam kelas. Aku merasa lega Teman-temanku hanya melihatku dengan tatapan aneh.

"Din, kamu kenapa?" tanya Amel sambil menepuk pundakku dari belakang.

"Aku, ngga papa. Hehe. Sekarang ada PR apa aja Mel? Indonesia aja kan?"

"Iya Din" Amel salah satu perempuan hebat juga menurutku. Dia peringkat tiga, dan sedang berjuang untuk menyingkirkan Vani dan Priatna. Vani peringkat pertama. Priatna ke dua. Mereka bersaing sangat ketat. Soal perdebatan pelajaran di kelasku sangat bengis. Semua orang di kelasku memiliki kemampuan berdebat. Oleh sebab itu semua Guru mengagung-agungkan kelasku. Ini bukan pencintraan ya. Memang seperti itu faktanya.

Baru saja aku menyimpan tas di bangkuku, seseorang memanggilku dari luar kelas.

"Dini, di panggil Marlina tuh" ucap Tya.
Aku menghampirinya. Marlina salah satu anggota OSIS. Dia termasuk pengurus inti di dalamnya. Tapi aku sering memanggilnya Iin.

"Ada apa in?" Tanyaku sambil memegang pintu kelas.

"Disuruh jaga gerbang sama Jaya" Jaya adalah ketua OSIS, dia yang berwenang mengatur jadwal piket gerbang.

"Sekarangkan hari senin in, jadwal aku piket gerbang hari selasa, lagian aku juga mau piket PMR"
Setiap hari senin PMR selalu bertugas di lapangan. Aku wakil ketua PMR. Aku pikir tanggung jawabku lebih besar di PMR.

"Gatau, di suruh Jaya. Tanya aja. Perintah katanya"

"Irpan ada ngga emang? Kalo ada yaudah aku bakalan jaga gerbang"

Irpan, ketua PMR. Jika dia ada, aku tidak perlu menyiapkan dan mengkondisikan UKS.

"Tadi iin kaya liat dia" Jawabnya.
"Oke deh"
Aku berjalan setengah berlari, Jaya sudah ada di dekat gerbang. Wajahnya memasang mimik seram. Aku malas jika dikondisikan seperti ini.

"Maaf. Aku gatau kalo hari ini aku kebagian piket" Lirihku pada Jaya.

"Iya tidak papa" Jawabnya ketus

Kalau saja dia bukan atasanku, akan aku marahi dia. Seenaknya saja. Kalau aku keluar dari OSIS meraung-raunglah dia memintaku bergabung kembali. Biarlah aku tidak peduli.

Pukul 07.00 WIB bel sudah berbunyi. Upacara akan segera dimulai. Aku sibuk mencatat siswa yang telat dan tidak memakai atribut. Aku menyuruh mereka berbaris. Mereka menghadapku satu persatu.
Sudah 30 orang lebih aku mencatat nama. Aku tidak tahu sudah sampai baris ke berapakah manusia-manusia ini. Mataku sibuk ke bawah, tanganku sibuk menulis.

"Guntur Pratama"
Ucap salah satu siswa.

Tanganku berhenti seketika, telingaku serasa terbuka lebar sangat lebar menurut ukuranku. Tanganku enggan untuk menulis. 'Guntur'

GUNTUR [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang