9 | THAT WAS YOU |

8.4K 698 11
                                    

"Kita adalah sepasang sepatu, selalu bersama tapi tidak bisa bersatu

Tulus-Sepatu"

Sissy berjalan keluar dari toilet sambil merapikan seragamnya Ia berjalan menuju kantin di sana teman-teman perempuannya tengah menunggunya. Namun langkahnya terhenti, beberapa langkah di depannya berdiri sosok yang amat dikenalinya yang membuat Sissy terhenti berjalan bahkan sosok itu juga terhenti saat mata mereka saling bertubrukan lalu mulai menyunggingkan senyum tipis miliknya. Sosok itu menggunakan seragam yang berbeda dengan Sissy sambil menyandang tas hitam di bahu kanannya.

"Rai..Raihan." Sissy tergugu di tempat lidahnya kelu namun dipaksa nya.

"Sissy." Suara berat itu mengalun memasuki gendang telinga Sissy.

Suaranya kian bertambah berat, tubuh itu makin tegap dengan bahu lebar khas laki-laki idaman, dan senyum tipis itu terasa sama sejak dahulu senyum itu menjadi favorit Sissy dan penyemangat Sissy untuk kesekolah setiap harinya. Namun meskipun kini Ia saling behadapan semua terasa jauh.

Tanpa langkah mendekat Sissy terus memandang sosok yang tiap langkahnya menuju padanya "Apa kabar Sissy.?"

"Ba..baik. Kamu.?"

"Tidak pernah sebaik ini." Raihan menyunggingkan senyumnya hingga matanya tampak tersenyum.

"Kamu pindah sekolah di sini.?"

"Hm. Iya, aku dari tadi nyari ruang kepala sekolah gak ketemu." Lagi Raihan tersenyum meskipun kini senyum kecut yang Ia perlihatkan.

"Ayo aku antarkan." Sissy berjalan dengan langkah cepat mendahului Rai—Raihan Bagaskara mengantarkannya ke ruang kepala sekolah. Selama perjalanan mereka saling diam bahkan saat Rai bisa menyamakan langkah kaki mereka.

Rai sesekali melirik Sissy dalam diam mengagumi sosok Sissy yang telah tumbuh dengan baik dan Ia sangat merindukan sosok itu berbeda dengan Sissy yang merapalkan segala jenis do'a untuk menghilangkan kegugupannya dan berusaha agar tidak pingsan ketika menghirup aroma mint milik Rai yang membuatnya ingin guling-guling di lapangan sekolah.

Dan tentu saja itu sangat memalukan.

"Nih dah sampai, masuk sana. Aku pergi dulu." Sissy berkata kaku tanpa memandang Rai manic coklatnya menghindar dari Rai.

"Makasih ya Sissy." Rai menepuk pelan puncak kepala Sissy lalu mengetuk pintu ruang kepala sekolah dan hilang dibalik pintu membuat Sissy mampu menghembuskan nafas yang sejak tadi di tahannya.

"Bernafas Sy, Bernafas." Sissy masih terdiam rasanya Ia akan meleleh seperti jelly.

"Yon, nanti kita buat photo bareng yang kece gitu. Apalagi gue kan ganteng banyak yang ngefans nanti gue live bareng lo ya promosi gitu mana tau nanti..eh Yon yon." Rion beranjak menjauh dari Evan yang sejak tadi berbiara namun diabaikannya.

Rion yang melihat Sissy lantas menghampirinya "Yon.Yon lo pikir nama gue Yoyon. Udah lah jangan ganggu gue." Rion menggurut yang masih didengar Evan yang cengengesan.

"Hoy."

"Eh Raihan. Ups." Sissy menutup mulutnya yang keceplosan.

"Raihan.?"

Kening Rion berkerut, memang nama Raihan itu pasaran namun jika itu berhubungan dengan Sissy yang membuat Sissy terkejut seperti ini. Rion yakin hanya satu orang Raihan yang dimaksudkan Sissy.

"Eh anu itu."

Mata Rion menyipit memandang Sissy "Jangan bohong."

Sissy salah tingkah dan akhirnya menunduk "Iya, Raihan yang ada di pikiran kamu. Raihan Bagaskara."

"Kenapa dia.?"

"Hem Pindah ke SMA ini"

"Apa.?" Rion butuh kejelasan apa yang di dengarnya itu benar atau tidak.

Dengan takut-takut Sissy mengangguk seraya menunduk "Iya dia pindah ke sini, tuh tadi aku antar dia keruang kepala sekolah."

Terdengar gemeletuk gigi Rion juga tangan yang terkepal bahkan sorot matanya menajam, rahang tegasnya mengeras. Sissy tahu Rion akan seperti ini, maka dari itu Ia ingin memberitahukan Rion nanti saat yang tepat saat makan bakso atau minum ice cream mungkin dan bukan di sekolah seperti ini.

Kriiet.

Pintu ruangan kepala sekolah terbuka disana tampaklah sosok yang sejak tadi mereka bicarakan mengangkat alisnya kearah Sissy yang belum beranjak dan sosok sahabat lamanya yang kini menatapnya tajam. Ya mereka bersahabat sejak SD namun semua berubah saat Rai meninggalkan semuanya. Saat air mata Sissy mengalir, isakan sedih itu membuat Rion benci, marah.

"Nak Rion dan hem..Sissy ya?" Pak Sarif menatap Rion dan Sissy. Yang di jawab Sissy anggukan antusias. "Kebetulan sekali, ini tolong antarkan Rai ke kelas X-3 ya. Dan nak Rai silahkan ikuti mereka ya. Saya ada keperluan lain."

Hingga sosok paruh baya yang mengabdi di SMA Pelita Jaya sebagai kepala sekolah sejak beberapa tahun silam itu masuk ke dalam ruangannya kembali. Rai mendekati Rion yang masih menatapnya tajam dan Sissy yang keringat dingin di tempat.

"Rion eh.?" Rai memang seperti itu, itu yang seharusnya Rion ingat. Namun Ia tidak ingin mengingat apapun tentang Rai lagi.

"Raikan?. Betah betah aja Lo disini ya." Dengan nada yang santai namun matanya memancarkan cemooh. Dan berbalik seraya menarik Sissy yang mematung di tempat menatap mereka berdua.

"Jangan dekati dia lagi. Paham." Sehalus angin bisikan itu membuat Sissy merinding. Belum sempat Sissy ingin berkata "Jangan membantah."

Dengan gerakan kaku Sissy mencoba melihat kebelakang dimana Rai berjalan mengikuti mereka sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya meneliti sekolah yang akan menjadi tempatnya mencari ilmu untuk kedepannya.

"Not bad, Sekolah baru tapi teman-teman lama. " Gumam Rai sambil menatap punggung Rion dan Sissy yang berjalan seolah mereka tidak saling mengenal tidak seperti dulu saat berjalan beriringan penuh canda tawa bersama-sama, bertiga. Rai tersenyum tipis.

Riau 01 Juni 2017.

827 Kata.

Publish : 21 Juni 2017

Absurd ya? Serius.?
Ini udah ada di draft aku edit sedikit, draft cuma ada 13 dan belum menambah sama sekali.

Semoga selesai lebaran ini aku bisa produktif. Hohoho.

Selamat membaca, mari meninggalkan comment.

Typo?  Maafkeun.

O R I O N [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang