12 - Incontro

8.6K 551 41
                                    

-Happy Reading-
-----

Las Vegas,
[22.30PM]



"Ya, aku sudah mendengarnya. Berita itu sudah tersebar luas seperti perdagangan ikan teri di pasaran." ucap pria hitam bertubuh kekar tersebut, pandangannya tertuju pada keempat kartu yang masih di pegangnya.

"Aku sudah bilang, seharusnya kita memperingati para cecunguk itu. Kita memberikan mereka kelonggaran sebagai timbal baliknya tentu mereka harus menghormati kita, berani macam-macam maka kita bunuh saja." sahut seorang pria berwajah asia yang sedang memilah kartu yang akan dia keluarkan.

Kelima pria tersebut memasang wajah serius, terkadang pandangan mereka saling melirik satu sama lain. Keadaan mulai memanas, bagaimana tidak? Ini ronde terakhir dan jika kalah maka mereka akan kehilangan taruhannya.

"Jika aku tidak salah dengar, urusan ini telah di selesaikan oleh putramu. Benar begitu Rufus?" tanya salah satu pria yang sedang asik memelintir kumis tipisnya.

"Benar, mirisnya aku bahkan tidak tahu kalau Shura sudah diperlakukan seperti itu. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku sendiri sehingga putriku terlena. Terkutuklah aku." jawab Rufus dengan memasang wajah kesalnya.

Nampak Rufus sedang berpikir, dia menimbang-nimbang keputusan apa yang harus ia ambil demi putri kesayangannya. Kejadian seperti ini tidak boleh di anggap remeh, berani menyentuh keluarganya berarti berani kehilangan nyawa.

"Sudahlah Rufus, kau serahkan pada Zen saja. James Choi itu peranakan cina bukan? Dia akan di black list dari perdagangan wilayah asia." ucap Thomas sembari melemparkan kelima kartunya.

"Thom, jika kau tidak bisa bermain Black Jack maka tidak usah ikut dari awal. Kau hanya menyia-nyiakan uangmu saja." ujar Ivankov yang kemudian mengeluarkan kartu As miliknya.

Tidak jauh dari mereka, nampak seorang pria yang sedang menghisap cerutunya dengan nikmat berjalan mendekati perkumpulan itu. Langkahnya yang mantab di iringi oleh beberapa pengawal terlatih membuatnya menjadi sorotan para pengunjung casino.

"Morning, sweethearts." ucapnya kemudian segera menarik kursi tepat di sebelah Zen, dia duduk menyilangkan satu kakinya sembari meniup asap cerutunya.

Kelima pria tersebut menatap wajah rekan kerjanya yang baru datang itu dengan malas, bukan sesuatu yang asing bagi mereka bila Juan datang terlambat dan mengucapkan salam 'morning' padahal hari sudah gelap.

"Juan, kau terlambat dua jam. Apa kau tidak punya alarm di rumah? Haruskah aku memberimu hadiah ulang tahun alrm agar kau tidak bangun terlambat?" tanya Thomas dengan mimik wajah mencibir rekannya tersebut.

Ralph yang tadinya nampak tidak ingin berbicara nampak menyunggingkan sebuah senyuman di bibirnya. "Diamlah Thom, sejak kapan Juan bisa bangun tepat waktu?"

"Begini Juan, menurutku kau kembali ke sekolah dasar saja. Apa kau terlalu bodoh atau buta hingga kau tidak bisa melihat bahwa hari sudah gelap? Bisa jadi kaca matamu itu terlalu gelap hingga kau tidak bisa melihat keadaan sekitarmu dengan jelas." sahut Ivankov yang kemudian merogoh saku jasnya dan mengambil kotak perak berisi cerutu favoritnya.

Mendengar ocehan konyol para rekannya membuat kepala Rufus menjadi lebih pening, saat ini bukanlah saat yang tepat untuk bergurau. Rufus harus segera mengambil keputusan sebelum musuh-musuhnya bergerak dan mencari keberadaan Shura.

"Ruffie, kau nampak pening. Lebih baik kau pulang saja, biar aku yang mengurus Choi sialan itu." ucap Juan sembari melepas kacamata hitam miliknya.

Rufus menggeleng dan menatap wajah rekan-rekannya dengan tajam. Ini pertanda sudah waktunya berbicara serius, tidak boleh ada waktu berharga yang disia-siakan lagi.

"Rugov sudah memberinya pelajaran, aku bisa menjamin bila James Choi tidak akan bertindak lagi. Rugov bukanlah sosok laki-laki yang lembek, ancamannya sudah pasti mampu melumpuhkan James." ucap Rufus kepada para rekannya.

Ralph mengangguk mengerti, "Tentu saja Rugov bukan anak yang lembek, bila kau mempunyai anak yang lembek sudah aku jamin pasti kau akan membuangnya duluan di sumur sebelum dia beranjak dewasa."

Juan terkekeh geli mendengar ucapan Ralph, namun benar adanya bila Rugov tidak boleh di anggap remeh. Rufus sudah mendidik Rugov agar menjadi sosok yang tangguh dan kuat. "Tapi dia terlalu baik karena tidak membunuh James, kalau aku yang jadi dia sudah pasti aku penggal kepalanya. Ngomong-ngomong yang dari tadi ingin aku tanyakan adalah, dimana putrimu sekarang? Kau belum memberitahu kami tentang hal itu."

Rufus menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, "Dia sedang bersama Draco."

Seketika Thom menyemburkan whisky yang baru saja akan ia telan. Kelima rekannya menatap wajah Rufus dengan pandangan tidak percaya.

"Oh lihat, Rufus pintar bercanda." ucap Zen kemudian menyeringai terpaksa.

"Lucu sekali, ha-ha-ha." sahut Ivankov yang sedang memelintir kumis tipisnya.

Thomas tertawa keras sambil menepuk-nepuk meja casino, "Ya Tuhan, aku ingin pipis sekarang."

"Tidak, dia serius." ucap Ralph yang sedang menatap lekat ke arah Rufus dengan kedua tangannya yang terlipat di dada.

"Jesus Christ! Ruffie!" teriak Juan sambil bergidik ngeri.

Rufus mengusap wajah garangnya, dia paham bahwa menitipkan Shura kepada Draco juga memiliki risiko yang sangat tinggi. Draco bukanlah sosok yang aman, bisa dibilang bila yang menempati posisi musuh terbanyak setelah Rufus adalah Draco.

"Itu sama saja menitipkan Shura di kandang buaya." ujar Thomas.

"Tapi Draco yang membawa Shura ke markas James. Aku tahu dia kuat tapi otaknya tolol." cerca Juan dengan memutarkan kedua bola matanya.

Zen terkekeh mendengarkan cercaan Juan, "Ya, tapi Draco adalah tameng yang tepat untuk perlindungan Shura. Mengingat siapa saja musuh Rufus, hanya Draco yang dapat mengatasi hal-hal tersebut dengan baik."

"Zen benar, jika bukan Draco maka siapa lagi? Tidak mungkin salah satu dari kami yang harus menjaga Shura. Apalagi bila Juan yang menjaganya, aku sangat meragukan keselamatannya." ucap Ralph kepada para rekannya.

Mendengar hal tersebut Juan merasa tidak terima, dia segera bangkit berdiri sambil berdecak kesal, "Jaga ucapanmu Ralph! Aku pamannya!"

Thomas menepuk keningnya lalu menggelengkan kepalanya perlahan. "Lord, kenapa gadis secantik Zola mempunyai ayah sinting seperti Juan."

"Aku hanya heran bagaimana cara Rugov bertahan memiliki mertua seperti Juan." sahut Ivankov dengan santai.

Zen membenarkan posisi duduknya kemudian berdeham, "Baiklah, cukup. Juan duduklah, apa di pantatmu ada bisul?"

"Kembali ke topik utama, jadi kemana Draco membawa Shura?" tanya Ralph kepada Rufus.

Rufus mengedikkan bahunya, "Kemana Draco pergi, pasti ada Shura disana. Sudah satu paket komplit."

"Lebih aman begitu, jika ada yang macam-macam pasti sudah mati duluan di tangan Draco." sahut Thomas sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

Juan kembali duduk dan membenarkan jasnya, "He'em, lantas mengapa Draco tidak datang malam ini?"

"Rutinitas," sahut Zen sambil mengusap cincin-cincin yang melekat pada jemarinya.

Ralph mengambil minumannya dan mengarahkannya kepada Juan. "Untuk membunuh mereka yang tidak pantas untuk hidup,"

"Menebas habis yang menentang kita," ucap Ivankov yang tersenyum singkat.

"Karena kita yang berkuasa." sahut Rufus yang kemudian menatap ke arah Juan.



To Be Continued...
Don't forget to vote and comment!

DIFFERENT [HIATUS🙏🏻]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang