45 - Panic

3K 249 28
                                    

-Happy Reading-

-----

Sepulang dari rumah Alard hari sudah semakin gelap. Aku menatap langit dengan penuh gelisah setelah mendengar perkataan darinya. Aku bertanya apa alasannya namun dia hanya memalingkan pandangannya dariku dan berkata bahwa menurutnya Draco bukanlah orang yang layak untukku.

Jelas itu membuatku bingung dan tidak masuk akal. Arber merupakan orang pertama yang sepertinya menyukai hubungan kami berdua tanpa ada rasa curiga atau semacamnya. Jika tiba-tiba saja dia berubah menjadi seperti ini bukankah sudah pasti dia telah mengetahui sesuatu yang tidak aku ketahui?

Pertanyaannya adalah apa yang dia ketahui dan seburuk apakah itu sehingga dia enggan mengatakan kebenarannya padaku. Aku tidak ingin memaksanya karena aku juga takut bila kenyataannya dia akan mengatakan sesuatu yang membuat hatiku sakit.

Pengecut. Gumamku dalam hati.

Selama di perjalanan tidak ada yang kulakukan selain terbayang oleh pertakataannya dan kenanganku bersama Draco. Muncul di dalam benakku lagi, apa Arber mengetahui soal gadis itu? Gadis berambut pirang yang kemungkinan besar adalah orang dari masa lalu Draco.

Aku mengedus lelah dan memijit pelipisku perlahan. Ketika mobil yang kutumpangi berhenti, kami sudah sampai di kediaman Draco.

Rupanya aku harus tinggal di tempatnya untuk malam ini, harusnya aku bahagia tapi entah kenapa aku jadi tidak bersemangat.

Ketika aku masuk ke dalam, ruangannya masih gelap. Penthouse itu gelap dan tidak ada siapapun di dalamnya selain aku dan kegelapan yang menyelimuti ruang tengah.

Terdengar ponselku berdering, terpampang dengan sangat jelas nama Dracola sialan itu di layar ponselku tapi jemariku terlalu kaku untuk menerima panggilannya. Kepalaku terasa pening, tanpa pikir panjang aku melempar ponselku ke sofa di ruang tengah dan membuka lemari pendingin.

Tidak ada beer disana, hanya ada air dingin dan soda. Aku mengernyit kesal, Draco pasti sengaja melakukannya karena dia tahu aku tidak bisa untuk tidak mabuk jika sudah berhadapan dengan alkohol.

Aku meraih dompetku dan melihat keadaan diluar yang ternyata tidak ada penjaga sama sekali. Rasanya aku membutuhkan udara segar dan sekaleng atau dua kaleng beer, tidak lebih. Aku memutuskan untuk keluar dari penthouse dan berjalan-jalan untuk beberapa menit kemudian mampir ke toko terdekat.

Sempat aku hampir saja kepergok oleh supir yang mengantarku tadi, untung saja aku dapat dengan mudah mengelabuhinya dan menghilang tanpa sepengetahuannya. Aku yakin jika dia melihatku maka dia akan melarangku untuk pergi keluar.

Udara malam ini sangat sejuk, berkali-kali aku menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Beberapa menit berlalu, aku menemukan sebuah mini market kecil di seberang jalan dan tanpa menunggu lama aku segera masuk ke dalam dan membeli dua kaleng beer dingin serta makanan ringan.

Aku membuka kaleng pertama dan meminumnya seperti aku belum minum seharian. Hanya dalam beberapa teguk kaleng itu sudah habis tanpa sisa.

Ketika aku hendak membuang kaleng itu di tempat sampah, terdengar suara erangan seseorang tidak jauh dariku. Seketika kedua kakiku terasa kaku, aku langsung siap siaga bila saja kemungkinan terburuknya mungkin seseorang menguntitku atau semacamnya.

Terdengar suara itu sekali lagi dan bulu-bulu dileherku mulai bergidik ngeri. Apakah itu suara hantu atau semacamnya?

Angin malam secara halus menghempas tubuhku. Sunyi, senyap dan sama sekali tidak ada orang lain yang lewat di jalan ini. Aku melihat jam tangan di pergelangan tanganku dan waktu menunjukkan pukul dua belas malam.

DIFFERENT [HIATUS🙏🏻]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang