• Artha #4 •

427K 30.4K 1.4K
                                    

Arkan yang tengah berjalan menuju kantin sempat tersentak kaget ketika tiba-tiba seseorang merangkulnya, ia pikir Fariz yang melakukannya.

Tetapi ternyata bukan, itu adalah Aland yang kini menaikkan alisnya.

"Kenapa lo?" heran Arkan sambil mencoba melepaskan rangkulan kembarannya itu karena risi, tetapi Aland terus menerus merangkulnya walaupun sudah Arkan tepis.

"Kagak, gue cuma lagi seneng."

"Seneng kenapa?"

"Soalnya hari ini gue bakalan ngerjain si cewek yang ngirim collect SMS ke gue kemarin."

Arkan menaikkan alisnya. "Bukannya gue udah bilang jangan apa-apain anak orang hah? Dia itu junior kesukaan gue, gerakan dia bagus."

Aland mengernyit. "Lo suka sama dia?"

"Lo denger tiga kata terakhir yang gue ucapin tadi nggak? Gerakan. Dia. Bagus."

"Oh."

"Gara-gara foto kemarin masa amarah lo berubah jadi demen?"

"Suka-suka gue lah."

"Yee si kampret. Terus lo bakal ketemu sama dia kapan?"

"Nanti istirahat kedua, biar dia makin deg-degan sampe pingsan sekalian."

"Sadis amat lo."

Keduanya masuk ke kantin dan langsung mendapat perhatian hampir seluruh siswa yang ada di sana. Beberapa siswi perempuan tampak centil dengan memeriksa penampilannya di cermin kecil, siapa tahu salah satu dari kembar Alano ada yang kepincut sama mereka.

Lagipula kesempatan ini mereka jadikan sebagai ajang cuci mata. Dasar.

"Lo juga sadis Arkan, si Agatha lo sebut buluk. Cantik begitu."

Arkan memutar bola matanya malas. "Lo tau darimana?"

"Dia yang ngomong."

"Lah emang iya dia buluk, kelakuannya juga sebelas dua belas sama lo. Sama-sama​ liar."

"Dasar kembaran laknat. Untung lo ngasih nomor gue ke dia, kalo nggak gue tendang juga anu lo."

"Bodo amat Land bodo, lo juga laknat."

"Halah, bodo amat. Sekarang lo pengen apaan? Sebagai ungkapan terima kasih gue, gue traktir deh."

"Wih ... beneran?"

"Beneran."

"Yaudah duitnya mana?"

"Emang lo mau beli apaan?"

"Ban sepeda, ya makanan lah."

"Nih, pokoknya lo liat nanti pas istirahat kedua ada apaan."

"Iya-iya."

Arkan menerima selembar uang lima puluh ribuan dari Aland dan berjalan menuju bagian kantin yang menjual salad buah. Aland sendiri kini sudah berlalu pergi entah kemana.

Arkan baru saja ingin memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya ketika Sigit merebut sendok yang dipegangnya dan memasukannya ke dalam mulutnya sendiri.

"Yee setan." Arkan mengomel sebal, tetapi Sigit malah nyengir.

"Duh Arkan jangan ngomong kasar-kasar begitu, nggak cocok sama muka," ungkap Fariz yang kini ikut menyendok salad buah milik Arkan.

"Muka gue tuh maskulin tau."

Mendengar itu, baik Fariz maupun Sigit tertawa terbahak-bahak.

"Jangan ngimpi, lo sendiri yang ngomong kalo Aland dulu pas kecil pernah nyangka kembarannya itu cewek."

Artha (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang