Arkan duduk dan bersandar di kursi santai di dekat kolam renang dengan mata terpejam, mencoba menikmati saat-saat tenang hidupnya.
Setelah dilanda kekesalan yang seolah tak berujung gara-gara Agatha tadi, es krim cokelat yang mulai mencair sedikit membuatnya tenang, ditambah alunan musik bertempo lambat dari earphone yang menyumbat telinganya menambah kesan menenangkan.
Meskipun lagunya berganti-ganti, semua lagu itu terdengar sama saja di telinga Arkan.
Arkan membuka mata, menatap ke arah kolam renang di bagian lain rumahnya yang di dalam ruangan alias indoor, sisi rumahnya ini lebih sering ia datangi daripada kolam renang outdoor di belakang rumah yang bermandikan sinar matahari. Selain karena lebih dekat ke ruang tengah, Aland juga jarang ke sini untuk datang mengganggunya.
Panjang umur, Aland tiba-tiba datang dengan tubuh masih terbalut seragam sekolah. Rambutnya yang biasanya ditata ke atas tampak sedikit layu, mungkin efek sudah sore dan belum diolesi gel rambut kembali.
Dengan seenaknya Aland duduk di kursi yang sama dengan Arkan, menggeser kembarannya itu dengan wajah tidak berdosa. Bahkan ia nyengir lebar.
"Aland, bisa nggak lo sehari aja nggak ganggu gue." Arkan mendelik tajam, melepas sebelah earphone-nya dengan sekali hentak.
"Nggak bisa, itu udah naluri gue."
"Ye, setan."
Aland menjulurkan lidah, mengejek. Ia mengambil earphone yang masih menggantung, lalu menempelkannya ke telinga sebelah kiri. Mencoba diam mendengarkan walaupun jelas bukan selera musiknya.
"Ini lagu apaan? Kok sabun-sabun? Terus lalalalalala, terus I'm fly! doang."
Arkan mendengus.
Aland membenarkan posisi tubuhnya, sehingga kini sama-sama berbaring seperti Arkan.
"Oi, kembaran," ucapnya.
"Apaan?" balas Arkan dengan mata masih menatap ke arah kolam renang.
"Lo jadian sama si Agatha?"
Pertanyaan Aland langsung membuat Arkan melotot horor. Sumpah, itu pertanyaan paling konyol yang pernah didengar Arkan seumur hidupnya.
"Ya nggak lah!" Arkan menjawab sewot.
"Tapi kenapa kalian keliatan deket?"
Arkan menoleh, menatap Aland yang tiba-tiba saja menjadi penuh keingintahuan seperti sekarang. Janggal sekali.
"Gue sama si anak ayam nggak deket, kalo ketemu malah sering ribut."
"Oh." Aland mengatur posisi kakinya sehingga berada di atas kaki Arkan, "menurut gue sih cocok, Ar. Itung-itung jadi pengubah status tersedia alias jones."
Arkan menyentuh layar ponsel, mematikan musik. "Aland, setiap manusia itu pasti mempunyai masa kelam."
"Kelam?"
"Kelamaan jomblo."
Aland mendengus, tetapi tertawa kemudian.
"Lagian gue nggak suka sama orang yang terus-terusan ngungkit tentang penampilan. Lo juga tau. Dan si Agatha nantang gue buat upload foto ke Instagram."
Tiba-tiba ekspresi Aland tampak serius, hal aneh dan super langka mengingat tabiatnya yang tidak pernah sungguh-sungguh dan selalu main-main.
"Lo jadi minder kayak gini karena gue ya?"
Arkan menggeleng pelan. "Nggak sepenuhnya."
Aland mendengus. "Yang dulu bikin lo jadi rendah diri kayak gini siapa? Omongin ke gue. Walaupun gue emang abang laknat, tapi gue mau hajar orang itu buat lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Artha (SUDAH TERBIT)
Fiksi RemajaPLAGIATOR DILARANG MENDEKAT 'Baskara dalam dunianya yang terluka.' Kalau kata Agatha, Arkan itu Cabe Man. Cowok dengan mulut sepedas cabai, sangat pintar menari serta memiliki fisik yang menawan, setengah cantik dan setengah ganteng. Agatha menjuluk...