Siap?
Jangan lupa baca author's note+question yang akan saya publish besok pagi, ya. Happy reading!
Untukmu, apa yang bisa menggambarkan seorang Arkan?
***
"Ayo, Agatha," ajak Binar begitu mereka telah berbincang-bincang sebentar dengan keluarga Alano.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, yang berarti semakin mendekati waktu di mana Arkan dan Aland harus segera pergi ke bandara.
Agatha merasa enggan, ia masih ingin di sini. Bersama Arkan, mataharinya.
Meski ia tahu hari ini pasti akan datang, Agatha tetap saja tidak menginginkan perpisahan yang terpisah waktu dan jarak, ia masih ingin bersama Arkan.
Binar datang bersama dengan seorang laki-laki paruh baya yang baru ia ketahui adalah kakak ibunya. Laki-laki itu ramah, selalu tersenyum dan seringkali tertawa. Lalu, ada juga seorang perempuan sebayanya yang berambut pendek dan berkulit cokelat eksotis. Namanya Susan, dia sepupunya.
Sungguh, tidak ada yang lebih disyukuri Agatha daripada keluarga yang baik seperti ini. Mereka semua terlihat ramah dan penuh senyum, dan seolah menular, Agatha pun ikut tersenyum ketika bertemu dengan mereka.
"Nek, boleh nggak aku minta waktu buat ketemu Arkan?"
Binar mengangguk. "Tentu."
Arkan baru saja menuruni tangga dengan koper serta tas di punggungnya saat Agatha masuk ke dalam rumah. Sebelumnya, ia telah berterima kasih kepada Lalisa dan Samudra, yang telah berbaik hati menerimanya untuk tinggal beberapa waktu di rumah mereka.
"Arkan." Yang dipanggil menaikkan sebelah alisnya. "Belum pergi?"
Agatha mengerucutkan bibirnya. "Gue masih mau ngomong sama lo. Makasih untuk setiap momen yang kita lewatin, ya."
"Kenapa harus berterima kasih? Gue fun kok ngelakuin semua ini, karena seperti yang gue bilang, karena lo milik gue.
"Dan apa pun yang menyangkut milik gue, pasti menyenangkan."
Agatha terkekeh, ia mendekati Arkan dan menggoyang-goyangkan lengan cowok itu. "Gue sebenernya nggak mau pisah. Tapi, kita pasti bakal ketemu lagi, kan?"
Arkan mengangguk tegas. "Iya lah."
"Ar, gue boleh peluk lo nggak?"
Arkan mengerutkan keningnya. "O-oke. Boleh aja."
Agatha langsung memeluk Arkan, senyumnya mengembang tanpa disadarinya. "Thanks buat semuanya ya, Cabe Man."
Arkan mengangguk canggung, kemudian membalas pelukan Agatha meski sedikit ragu. "Jaga diri lo baik-baik, anak ayam, jangan nyusahin orang lain."
"Gue nggak pernah nyusahin orang." Arkan mendengus. "Iyain."
"So, sampai ketemu kapan?" tanya Agatha, berharap Arkan membalas dengan ucapan yang membesarkan hati.
"Nggak tau, biarin Tuhan yang ngatur."
Agatha mendesah pelan.
"Karena yang penting, lo udah gue tandain sebagai milik gue. Kita pasti bertemu lagi, secepatnya."
"Janji setelah pergi nanti lo bakal kembali dan tetep jadi milik gue?"
Arkan mengangguk. "Janji."
Keduanya tersenyum, sampai Agatha membelalak karena Arkan tiba-tiba mengecup keningnya.
"Itu kan yang lo mau? Udah gue lakuin. Jadi, jangan pernah merasa ragu tentang hubungan kita. Gue sayang lo, Tha."
Bagi Agatha, pengakuan Arkan terdengar lebih manis dari apa pun di dunia. Seperti melodi yang diciptakan khusus untuknya, hanya untuknya.
Senyum Arkan yang terbentuk sedetik kemudian membuatnya lupa bahwa ia masih berpijak, terlalu memesona, terlalu membesarkan hatinya.
Hadirnya Arkan tak akan pernah Agatha lupakan. Karena seperti yang Arkan katakan, ia milik Arkan, sepenuhnya miliknya. Dan Agatha memiliki rasa tak berujung pada Arkan yang tak terbatas jumlahnya.
Perlahan, senyumnya ikut terbentuk.Mengingat kembali bahwa ia benar-benar jatuh kepada Arkan, mataharinya yang akan selalu bersinar. Surya yang akan selalu menerangi dunia kelamnya, baskara yang akan selalu menjadi rumah untuk kembali pulang.
Sampai keduanya sama-sama tersenyum, Agatha tak bisa menahan dirinya untuk memeluk Arkan lagi, menghirup bau khas cowok itu yang selalu membuatnya enggan menjauh.
Dalam hati, mereka menetapkan hal yang sama. Jika jarak dan waktu yang menjadi penghalang, mereka akan tetap berakhir bersama, bagaimanapun caranya. Sebab yang namanya rasa akan selalu ada, bersama dengan mereka yang saling mencinta.
Arkan tetap akan menjadi pilihan Agatha bahkan jika takdir menawarkan cinta yang lain. Tak akan berubah, seperti angannya yang perlahan mulai terwujud, yang semula terkubur bersama rendahnya asa.
Arkan akan selalu menjadi mataharinya.
Karena Agatha, mencintainya setengah mati.
• TAMAT •
See you, anak-anak ayamnya Arkan 🐣🐣🐣
KAMU SEDANG MEMBACA
Artha (SUDAH TERBIT)
Teen FictionPLAGIATOR DILARANG MENDEKAT 'Baskara dalam dunianya yang terluka.' Kalau kata Agatha, Arkan itu Cabe Man. Cowok dengan mulut sepedas cabai, sangat pintar menari serta memiliki fisik yang menawan, setengah cantik dan setengah ganteng. Agatha menjuluk...