Arkan memasukkan sepedanya ke dalam garasi, lalu melepas helm di kepalanya dan masuk ke dalam rumah. Rambutnya ia sisir dengan tangan.
Ketika memasuki ruang tengah, Arkan mendapatkan pemandangan yang tidak biasa, yaitu ada ayah bersama ibunya di sana. Padahal ini masih sore, jika mengingat kebiasaan bahwa ayahnya sering pulang saat malam atau bahkan larut malam.
Oleh karena itu Arkan tidak memilih langsung naik ke lantai dua dan masuk ke kamarnya, tetapi memilih duduk di sofa di samping orang tuanya.
Lalisa duduk dan bersandar pada sofa dengan matanya yang fokus menatap layar plasma di hadapannya.
"Udah pulang? Sendiri? Aland mana?"
"Iya Ma, Aland lagi jalan sama pacar barunya."
Lalisa menoleh, mengalihkan perhatiannya sejenak. "Aland punya pacar?"
"Iya, tiba-tiba aja dia nembak cewek, adek kelas lagi. Di kantin dan di hadapan banyak orang."
"Kok bisa?"
"Si ceweknya ngirim collect SMS ke Aland, eh dia malah kesemsem. Kan aneh."
"Ceweknya kayak gimana? Cantik nggak?"
"Cantik."
Lalisa terkekeh, lalu menunduk dan menatap wajah Samudra yang sedang tertidur di pahanya. "Kayak Papa kalian, asal ngeklaim anak orang. Terus kamu kapan nyusul?"
Arkan mendelik. "Maksudnya?"
"Ya kapan kamu punya pacar?"
"Kok Mama nanyanya gitu."
"Nanya aja."
"Kapan-kapan."
"Dih, kok jawabnya begitu."
"Duh Ma, emang Mama nggak pernah muda ya? Nanyain udah punya pacar atau enggak ke single elegan kayak aku itu sensitif sifatnya."
Lalisa tertawa kecil. "Iya-iya."
"Papa tidur?" Arkan menatap laki-laki yang kini memejamkan matanya itu, napasnya teratur.
"Iya. Akhir-akhir ini dia selalu kecapaian, sering juga ngerasa pusing."
Lalisa memainkan rambut Samudra, lalu mengelusnya pelan. "Jadi Mama tolong nurut sama Papa kamu, jangan bikin dia terlalu banyak pikiran."
"Seharusnya Mama ngomong begitu ke Aland, bukan ke aku," balas Arkan.
"Ya maksudnya Mama cuma nasihatin kamu."
"Emang kerjaannya Papa susah banget ya?"
"Kayaknya sih susah, soalnya Papa kamu kan ngurus beberapa hal sekaligus, bukan cuma sekolah doang."
"Pantesan Papa banyak duit."
"Eh?"
"Oh iya, benerin sepeda mahal nggak Ma?"
"Emangnya sepeda kamu kenapa?"
"Lecet-lecet gitu."
"Oh, gitu. Nggak tau, nanti minta aja sama Papa kamu."
"Dih, ya udah aku ganti baju dulu."
"Mandi sekalian."
"Iya."
Arkan kemudian bangkit dan berjalan menuju tangga, meninggalkan Lalisa yang kembali fokus ke televisi dan Samudra yang masih tertidur.
***
Arkan menguap lebar dan menatap bosan ke arah kolam ikan di samping rumah, ia duduk di jembatan buatan dan membiarkan kakinya berayun seolah tertiup angin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Artha (SUDAH TERBIT)
Teen FictionPLAGIATOR DILARANG MENDEKAT 'Baskara dalam dunianya yang terluka.' Kalau kata Agatha, Arkan itu Cabe Man. Cowok dengan mulut sepedas cabai, sangat pintar menari serta memiliki fisik yang menawan, setengah cantik dan setengah ganteng. Agatha menjuluk...