"ARKAN!"
Arkan menoleh ketika sedang menuntun sepedanya di parkiran sekolah, tampak Agatha melambaikan tangan dan buru-buru turun dari motor. Hampir saja jatuh tersandung gara-gara tak memerhatikan jalan, Arkan menahan tawanya tetapi tidak berhasil.
"Ngapain ketawa?!" hardik Agatha sebal.
Arkan memicing ketika melihat Agatha dengan lebih saksama, kancing atas seragam cewek itu terbuka, menampilkan sedikit bagian tubuhnya yang langsung membuat Arkan nyebut, lalu dasi yang tidak dipakai dengan baik. Begitu pula sepatu dan tali warna-warni. Ukuran seragam pun sepertinya satu tingkat lebih kecil dari yang seharusnya ia pakai.
"Lo nggak bisa make pakaian yang seharusnya ya?"
Agatha menunduk, memerhatikan seragamnya sendiri. "Emang kenapa? Ini nggak ada yang salah, baik-baik aja."
Arkan mendengus, baik-baik saja dari Hongkong.
"Pakaian lo terlalu ngetat, Agatha. Kalo cowok-cowok pada mupeng ngeliatin lo gimana?"
Agatha mengibaskan tangan, tampak tidak peduli. "Bodo amat, itung-itung bagi-bagi rejeki."
Ingin rasanya Arkan melempar sepeda ke arah Agatha sekuat tenaga.
Arkan memilih kembali berjalan ke tempat biasa ia menyimpan sepeda, tetapi Agatha ikut di sampingnya.
"Lo kemarin nganterin Sherin pulang ya?"
Arkan menoleh sejenak, lalu mengangguk. "Iya. Kok lo tau?"
"Gue liat kemarin, rumah gue deket rumah dia," bohong Agatha dengan lancar.
"Gue nggak nanya."
Agatha mendelik, Arkan benar-benar menyebalkan. "Dasar ya cowok kerdus, bisanya bikin gue kesel aja."
Arkan menganggap ucapan Agatha tadi seperti angin lalu, ia membuka mulut untuk membelokkan topik. "Tha."
"Apaan? Tumben lo ngomong ke gue duluan?"
"Oh, yaudah."
Agatha mengernyit. "Ih ngambekan, apaan?"
Mereka berdua masuk ke dalam tempat penyimpanan barang-barang terutama benda untuk berkebun, Arkan menyimpan sepedanya di sana, berjalan begitu saja keluar tanpa berniat menunggu Agatha. Padahal dia yang membuka obrolan kembali.
"Soal tantangan itu," ucap Arkan setelah Agatha bisa menyusul langkahnya.
"Oh, kenapa? Lo mau terima?!" Mata Agatha berbinar-binar, tampak sangat antusias.
Arkan mendelik ketika Agatha menggoyang-goyangkan tangannya dengan gerakan manja, ditambah kilatan mata yang bukannya terlihat menggemaskan, malah menyebalkan.
"Iya," jawab Arkan pendek.
Agatha kontan bertepuk tangan heboh. "Ih asiiiiikkk!"
Arkan tersenyum meremehkan. "Siap-siap aja jadi babu gue."
Agatha menjulurkan lidah. "Nggak lah, siap-siap aja traktir gue es krim selama sebulan penuh. Kepedean amat bisa dapet seribu likes, seratus aja nggak mungkinlah ya."
"Gue bisa minta promote ke Aland."
Agatha menggeleng. "Nggak boleh curang, harus usaha sendiri!"
Arkan mendengus. "Iya-iya."
Agatha tersenyum lebar, tanpa sadar tangannya menggenggam lengan Arkan. Dan anehnya cowok itu tidak menolak sama sekali.
Beberapa siswa melayangkan pandangan aneh, heran mengapa Arkan dan Agatha terlihat akur. Desas-desus tentang bagaimana mereka sering beradu mulut tersebar dengan cepat. Selain karena keduanya merupakan tokoh sentral di SMA Pelita, kebanyakan siswi juga 'mengincar' Arkan untuk dijadikan pacar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Artha (SUDAH TERBIT)
Genç KurguPLAGIATOR DILARANG MENDEKAT 'Baskara dalam dunianya yang terluka.' Kalau kata Agatha, Arkan itu Cabe Man. Cowok dengan mulut sepedas cabai, sangat pintar menari serta memiliki fisik yang menawan, setengah cantik dan setengah ganteng. Agatha menjuluk...