Keempat lelaki berusia matang, tampak sedang berpesta di sebuah private room tempat hiburan malam berlantai dua tersebut, mereka tampak tenggelam dalam kenikmatan semu duniawi, terlena dalam kubangan dosa bertemankan tiga wanita belia bertubuh seksi.Botol-botol minuman keras nampak berserakan di meja kaca berukuran lumayan besar tersebut, beserta kue bertuliskan nama dan lilin berangka, yang telah berkurang sepertiganya.
Ketiga wanita penghibur tersebut dengan genit menuangkan minuman ke gelas-gelas yang telah kosong. Sesekali terdengar desahan saat sentuhan dan rabaan menyelingi kegiatan mereka di sela-sela kegiatan minum.
Ya, mereka sedang merayakan ulang tahun salah satu rekannya yang bernama Bryan, lelaki dewasa berotak mesum yang telah memasuki usia empat puluh lima tahun.
Harold terlihat tidak perduli dengan ulah ketiga temannya yang minum sambil mencumbu para wanitanya, hanya dia sendiri yang tidak di temani seorang wanita malam. Dirinya hanya ter-fokus pada handphone di tangannya, sibuk dengan dunianya sendiri.
"Aku akan membawanya ke kamar," ucap Bryan yang sudah terlihat mabuk, dengan mencium singkat bibir tipis bergincu merah, wanita yang kini duduk di pangkuannya.
"Ya, selamat bersenang-senang Bryan," seru ketiganya dengan seringai mesum.
Bryan hanya terkekeh senang mendengarnya, ia segera menarik wanitanya untuk berdiri, Bryan lalu melangkah sambil merangkul pinggang wanitanya erat, seolah mencari pegangan agar dirinya tidak terjatuh.
Mereka berdua meninggalkan ruamgan tersebut setelah menutup pintunya kembali, meninggalkan ketiga rekannya disana, bersama dua wanita seksi yang masih tersisa di ruangan tersebut.
Tanpa di sadari oleh Bryan dan wanitanya, nampak seseorang memperhatikan tingkah kedua mahluk berbeda jenis dan usia tersebut dengan tatapan tajam. Tersembunyi dari pilar bangunan yang menjulang tinggi dengan sepucuk pistol berperedam.
Mereka berdua terus melangkah, tanpa menyadari bahaya yang kini tengah mengintai. Dalam perjalanan menuju kamar, sang wanita tampak kesulitan menahan tubuh Bryan yang sedikit gemuk. Apalagi wanita muda itu mengenakan sepatu sandal bertali dengan hak setinggi 7 cm. Mereka terus melangkah, hingga keduanya sampai di depan pintu sebuah kamar berwarna hitam pekat. Belum sempat Bryan memutar knop pintu yang telah di bukanya, sebutir peluru dari senjata berperedam telah menembus batok kepalanya, tanpa sepengetahuan sang wanita.
Tubuh yang sudah lemah karna pengaruh alkohol itu roboh seketika, meninggalkan jeritan kencang dari sang wanita di sampingnya, saat mendapati aliran darah yang mengalir dari kepala lelaki tersebut.
Setelah menembak targetnya, dengan cepat lelaki berpakaian serba hitam itu meluncur ke lantai bawah, dengan sebuah tali otomatis yang di kaitkannya ke pembatas lantai, dan langsung membaur ke sekumpulan lautan manusia yang tengah asyik menari, setelah menyimpan kembali tali baja miliknya ke dalam tas berukuran kecil yang di sampirkannya ke bahu.
Terus melangkah dengan tenang menuju pintu keluar, tanpa memperdulikan kepanikan yang terjadi di lantai atas, yang masih belum di sadari oleh para penghuni tempat hiburan di lantai bawah tersebut.
+++
Dior nampak terlihat tenang di atas sofa tunggal berwarna hitam dalam ruang tengah menghadap dinding kaca di sampingnya yang memperlihatkan kesibukan malam ibukota. Bibir merah pucatnya tampak menyunggingkan seutas senyum tipis, dengan sepucuk pistol yang di putarnya pelan.Sampai suara bel yang di tekan tanpa henti menghentikan lamunannya, membuat pemuda itu berdecak kesal, setelah menyimpan senapan kecil miliknya ke dalam meja berlaci di sampingnya.
Dior segera melangkah ke arah pintu dan kembali berdecak kesal, setelah melihat dari lubang kecil di atas pintu miliknya.
Gadis manja itu lagi.
Dengan sedikut kasar Dior membuka pintunya, wanita itu langsung terjatuh di pelukan Dior sambil berceracau tidak jelas.
"Mengapa kau hobi sekali mabuk," ucap Dior kesal, sambil memapah gadis itu menuju sofa, dan mendudukkannya di sana.
Diar segera menuju dapur untuk membuatkan gadis itu teh panas, setelah sebelumnya menyelimuti tubuh yang tertutup pakaian minim itu dengan selimut.
Meletakkan secangkir teh di atas meja sambil memperhatikan Kethrin yang terus bergumam tak jelas dengan mata terpejam.
Dior menepuk pipi Kethrin pelan untuk membangunkan gadis itu, membuat kelopak itu akhirnya membuka perlahan, menatap lekat sosok Dior yang juga memandangnya tajam.
"Oh hai tampan, aku semakin tidak sabar untuk menarikmu ke ranjangku," ucap Kethrin mesum, sambil memainkan jemarinya di dada Dior yang terbungkus kemeja.
"Kau pikir aku akan tergoda dengan tubuh tripleksmu itu," jawab Dior kasar, "sekarang minum tehnya!" ucap lelaki itu sambil memberikan secangkir teh ke tangan Kethrin yang mulai sadar dari mabuknya.
"Terimakasih," ucap Kethrin pelan, gadis itu meminum tehnya dengab wajah tertunduk, membuat alis lelaki itu mengernyit heran.
"Kenapa?" tanya Dior heran.
"Apakah aku begitu tidak menariknya di matamu Dior?" tanya Kethrin sedih.
"Hentikan omong kosongmu Kethrin," ucap Dior kesal, "lebih baik kau cepat habiskan tehmu dan segera pulang." ucap Dior sedikit dingin, pemuda itu kembali berdiri dan berjalan menuju kamar.
"Aku mencintaimu Dior," ucap Kethrin sambil terisak, membuat langkah kaki Dior terhenti. Lelaki itu tersenyum sinis sebelum berbalik menghadap Kethrin, ekspresi di wajahnya berubah lembut saat menatap gadis itu.
Perlahan Dior menghampiri Kethrin dan bersimpuh di lantai, menatap Kethrin yang masih duduk di sofa dengan sisa airmata di wajahnya.
Mengarahkan dagu itu dengan lembut hingga menghadap ke arahnya, mempertemukan kedua manik berbeda warna itu dalam satu tatatapan lekat.
Kethrin membeliakkan matanya saat bibir Dior menyapu lembut bibirnya, semakin menekan dalam meminta lebih pada gadis itu, hingga keduanya terhanyut dalam ciuman panas yang membangkitkan hasrat keduanya.
Dior mengusap pelan bibir Kethrin yang membengkak akibat ulahnya, menatap lembut wajah Kethrin yang sedikit merona.
"Kembalilah ke tempatmu, ini sudah malam," ucap Dior lembut.
"Apakah tindakanmu tadi adalah jawabanmu untuk perasaanku?" tanya Kethrin pelan.
Lelaki itu terdiam sejenak sambil menatap Kethrin dengan tatapan tak terbaca, sebelum akhirnya mengangguk.
"Jadi sekarang kita adalah pasangan kekasih," ucap Kethrin antusias.
"Apakah kau masih butuh kepastian lagi dariku?" tanya Dior.
"Tidak, tindakanmu sudah cukup jelas bagiku,' ucap Kethrin manja.
"Dior... " panggil gadis itu ragu.
"Apa... " jawab Dior singkat.
"Bolehkah aku malam ini tidur di tempatmu?" tanya Kethrin penuh harap.
"Tidak, kau harus kembali ke tempatmu!" ucap Dior tegas.
"Tapi aku masih ingin bersama denganmu sayang," ucap Kethrin merayu, tapi gelengan dan raut tegas Dior mau tidak mau memaksa Kethrin untuk segera meninggalkan apartment lelaki tersebut.
"Kalau begitu kita akan bertemu lagi besok," ucap Kethrin kembali riang, menyembunyikan rasa kecewanya. Dior hanya diam tanpa mengatakan apapun, dia mengantarkan gadis itu hingga sampai di depan pintu.
"Sampai bertemu lagi besok sayang," ucap Kethrin manja, sambil mengecup sudut bibir Dior mesra.
Dior segera menutup pintunya setelah gadis itu pergi, mengelap sudut bibirnya kasar dengan perasaan jijik. Ada kebencian dan amarah di balik manik hijaunya tersebut
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam (End)
Romancehatinya sebeku es jiwanya terluka dalam hanya satu yang di inginkannya balas dendam!