Keduanya kembali mematung, hingga mobil yang di kendarai Dior memasuki cafe lain yang terlihat sedikit lebih kecil, namun terlihat asri dengan berbagai tanaman rambat yang tergantung cantik di dinding luar cafe.
Keduanya kini sedang menikmati menu makanan masing-masing, saat handphone milik Dior bergetar pelan di atas meja.
Ekspresi lelaki itu nampak berbeda saat menatap layar handphone miliknya.
"Permisi," ucap Dior sambil melangkah menjauh ke sudut ruangan, paras pemuda itu nampak kaku saat menjawab telpon, sesekali ia melirik ke arah Kethrin yang menatap-nya heran.
Dior kembali menghampiri Kethrin, tapi kini sikapnya nampak aneh, pemuda itu lebih diam dari biasanya.
"Selesai makan aku akan langsung mengantarmu pulang ke apartment," ucap Dior, setelah menguyah potongan terakhir chicken steak ke dalam mulutnya.
"Memangnya kau mau pergi kemana?" tanya Kethrin heran.
"Aku ada urusan lain," ucap Dior sambil menatap Kethrin tajam, ia seperti tidak suka akan pertanyaan menuntut dari gadis itu.
Setelah membayar pesanan mereka, Dior langsung melangkah pergi tanpa menunggu Kethrin yang tengah sibuk memasukkan gadget miliknya ke dalam tas, membuat Kethrin hanya dapat mendengus kesal, berjalan sedikit tergesa mengikuti langkah kaki Dior yang sudah berada jauh di depan.
Di dalam perjalanan menuju apartment keheningan kembali tercipta diantara keduanya, walaupun Kethrin sudah berusaha membangun percakapan diantara mereka, namun Dior sepertinya tidak berminat untuk berbicara saat ini, semua jawaban dari mulut lelaki itu teramat singkat dan terkesan enggan.
Dior segera memacu kendaraannya kembali, setelah menurunkan Kethrin begitu saja di loby apartment. Tak memperdulikan kekasihnya yang kini merajuk dengan menghentakkan kakinya ke lantai, sebelum berbalik menuju ke dalam gedung dengan mimik kesal.
Mobil itu terus berjalan membelah jalanan di keremangan senja yang mulai menggelap mendekati malam, hingga berhenti tepat di sebuah mansion lainnya yang tak kalah menawan dengan milik orangtua Kethrin.
Dior menutup pintu mobilnya setengah tergesa, sebelum berjalan memasuki area mansion dengan langkah panjang dan cepat.
Memasuki ruangan lain berpintu coklat, yang sudah di hapalnya tanpa bertanya kepada para pelayan yang menatapnya hormat.
Hingga pandangannya bertemu dengan lelaki dewasa yang menatapnya dari sebrang meja kerja, dengan tatapan dingin dan penuh amarah.
"Selamat malam pak Alfred," ucapnya penuh hormat.
Alfred berjalan cepat ke arah Dior, telapak tangannya melayang meninju rahang lelaki itu, hingga Dior nyaris tersungkur dengan lebam biru dan bibir yang sedikit berdarah.
"Apa yang telah kau perbuat pada putriku hah!" bentaknya murka, pada Dior yang nampak sangat terkejut atas tuduhan lelaki itu.
"Aku tidak melakukan apapun pada putri anda, sungguh," jawab Dior membela diri.
"Kau masih ingin berkelit juga, putriku menangis menyebut namamu, sebelum dia menyayat nadinya sendiri di kamar hingga hampir tewas," geram Alfred.
"Apaaaa!" jawab Dior shock, "Dimana dia sekarang, aku ingin menemuinya," ucap Dior panik, ada kesedihan dan luka di balik manik birunya.
"Sekarang jelaskan padaku, mengapa dia bisa berbuat nekat seperti itu, ini kedua kalinya kau membuat putriku hampir meregang nyawa brengsek!" bentaknya lagi.
Dior menunduk sedih, ada rasa bersalah yang membuat hatinya semakin terluka.
"Aku tidak sengaja bertemu putrimu sewaktu mengajak Kethrin ke cafe, dan dia melihat aku mengenggam lengan gadis itu," ucap Dior pelan.
"Kau ceroboh sekali, bukankah kau tahu kalau putriku tidak bisa melihatmu dekat dengan wanita lain," ucap Alfred kesal.
"Aku juga tidak ingin dekat dengan gadis itu, tapi ini satu-satunya cara ku untuk dapat masuk dalam lingkungan hitam mereka," ucap Dior menjelaskan.
"Secepatnya kau selesaikan misimu dan kembali pada putriku. Ingat, aku sudah membantumu banyak, jangan coba bermain hati dengan gadis itu," ancamnya dingin.
+++
Dior melangkahkan kakinya menuju pintu lain setelah menemui Alfred.
Matanya menatap sendu seorang gadis yang terbaring lemah dengan perban putih yang menutupi pergelangan tangannya.
Perlahan Dior mendekatinya, jemarinya mengusap lembut rambut gadis itu, membuat mata yang tertutup itu membuka perlahan.
"Dior..." ucap Sera lemah.
"Kenapa kau lakukan ini Sera? " tanya Dior dengan suara rendah.
"Aku takut kau meninggaljan aku Dior, aku tidak sanggup jika harus hidup tanpamu," jawab Sera sedih.
"Aku tidak akan meninggalkanmu Sera, sudah berapa kali aku katakan padamu, jadi tolong ... Jangan buat aku khawatir seperti ini dengan tindakan nekatmu," ujar Dior dengan nada memohon.
Sera hanya terisak pelan mendengar pernyataan kekasihnya, "Aku tidak bisa mengontrol perasaanku Dior, aku terlalu takut kehilangan dirimu, perasaan cintaku yang teramat besar ini membuatku menggila," ucap gadis itu sedih , berbaur dengan suara paraunya yang bercampur dengan isak tangis.
Dior menatap nanar Sera, pemuda itu segera merengkuh tubuh Sera yang kembali terisak di dadanya.
"Aku mendekati gadis itu untuk balas dendam Sera, tidak ada maksud lain. Setelah keinginanku tercapai, aku akan meninggalkannya, dan aku akan menikahimu sesuai dengan janjiku dulu," ucap Dior lembut, sambil mengusap pelan punggung kekasihnya.
"Kau tidak sekedar menghiburku kan?" tanya gadis itu penuh harap, setelah melepaskan pelukannya.
"Aku sungguh-sungguh sayang, bukankah seminggu lagi adalah hari pertunangan kita, aku tidak ingin kekasihku ini terlihat buruk dengan mata sembab dan hidung memerah seperti ini," goda Dior, sambil mencubit pelan pucuk hidung kekasihnya.
"Aku akan terlihat sempurna di malam pertunangan kita, kau lihat saja nanti," ucap Sera dengan wajah yang kembali ceria.
Tiba-tiba ekspresi gadis itu berubah serius, membuat Dior menatap bingung.
"Ada apa sayang?" tanyanya ingin tahu.
"Kenapa dengan wajahmu sayang, apa ayahku menyakitimu lagi," ucap Sera sedih, sambil mengusap pelan memar di paras kekasihnya.
"Aku pantas mendapatkannya karna hampir membuatmu celaka," ucap Dior sambil merapikan rambut kekasihnya.
"Maafkan aku sayang, jika bukan karna aku kau tidak akan mendapatkan luka seperti ini," ucap Sera kembali terisak.
"Ssssst ... sayang, jangan menangis lagi, kau tahu aku paling tidak suka mihatmu seperti ini," ucap Dior kembali memeluk Sera.
Afred menatap semua itu dari kejauhan, lelaki itu kembali menutup pelan pintu kamar anaknya dan melangkah pergi.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam (End)
Romancehatinya sebeku es jiwanya terluka dalam hanya satu yang di inginkannya balas dendam!