part 9

4.2K 199 1
                                    

Dengan gugup gadis itu tetap duduk di atas pangkuan Dior. Pemuda itu lalu meraih bungkusan kotak yang di bawanya tadi dan menyerahkannya pada Kethrin.

Kethrin menerimanya dengan ekspresi bingung, gadis itu langsung memekik senang kala membuka kotak mungil berwarna merah tersebut, mendapati sebuah kue ulang tahun berukuran mini.

"Terimakasih sayang," ucap Kethrin ceria, sambil mengecup singkat pipi kekasihnya. Keceriaan itu langsung menular pada Dior, yang kini tersenyum hangat menatap kekasihnya yang saat ini tengah sibuk memasangkan lilin berangka delapan belas, di kue ulang tahun miliknya.

Gadis itu memejamkan sejenak matanya, memanjatkan permohonan dengan mimik serius sebelum meniup lilinnya sambil bertepuk tangan ceria.

Dior hanya dapat menggeleng- gelengkan kepalanya pelan, saat melihat tingkah lucu kekasihnya. Ada senyum geli di bibir pemuda itu yang kini terlihat lebih lembut, saat menatap Kethrin yang tengah duduk bersimpuh di atas karpet tebal sambil memotong kue tersebut dengan sangat hati-hati.

Kethrin langsung meraih sepotong kue yang di potongnya tadi dan mendekatkannya ke mulut Dior. Refleks Dior membuka mulutnya, menerima suapan sang gadis. Perasaannya sedikit menghangat, saat dengan penuh perhatian, Kethrin mengusap lembut noda kue yang menempel di sudut bibir Dior dengan tisu.

"Selamat ulang tahun Kethrin, kadonya akan menyusul nanti, aku belum sempat membelinya, karna kau memberitahuku secara mendadak tadi sore," ucap Dior lembut, sambil mengusap pelan kedua pipi Kethrin yang sedikit merona.

"Sekarang, giliran aku yang akan menyuapimu," ucap Dior tersenyum ringan.

+++

Shinta menatap Harold marah, saat lelaki itu datang mengunjunginya di sebuah rumah sederhana berukuran 90m tersebut.

"Mau apa kau datang Kemari Harold, " ucapnya tak suka dengan nada sinis.

"Tentu saja untuk menemui istriku, sudah 20 tahun lebih kau meninggalkan suamimu ini Shinta, dan kini saatnya aku menjemput kalian berdua," ucap Harold tegas.

"Cih ...! Aku tidak sudi hidup dengan suami brengsek tak bermoral sepertimu Harold," ucap Shinta kasar.

"Shintaaaa!" bentak Harold tak suka, mukanya sudah nampak memerah menahan emosi.

"Kami tidak akan bersedia hidup dengan uang harammu Harold, pergi dan jangan ganggu kami," ucap Sinta geram.

"Aku ingin bertemu dengan anak kita," lirih Harold sedih.

"Tidak! Aku tidak akan pernah sudi untuk mempertemukan apalagi mengenalkan kau sebagai Ayahnya. Jangan pernah menemui anakku, dia sudah hidup tenang bersamaku Harold. Kami tidak membutuhkanmu," ucap Shinta sedikit tinggi.

"Aku Ayahnya, aku berhak untik itu," protes Harold keras kepala.

"Tidak ...!" pekik Sinta semakin kesal, "pergi sekarang juga dari rumahku, aku sudah katakan kalau kami berdua tidak membutuhkan suami dan Ayah brengsek seperti dirimu," ucap Sinta semakin marah.

"Aku tidak akan pergi dari sini sebelum bertemu anakku," jawab Harold tidak terima.

"Kau keras kepala Harold," balas Shinta sinis.

"Aku tidak perduli, dia juga anakku Shinta. Darah dagingku, kau tidak berhak memisahkan kami," jawab Harold lagi dengan nada lebih tinggi.

"Apa benar yang kau katakan tadi Tuan, kalau kau adalah Papaku?" ucap suara di balik tubuh Harold ragu, membuat lelaki itu membulatkan matanya sebelum berbalik untuk menatap seorang anak yang sudah bertahun-tahun tidak pernah di temuinya.

Dendam (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang