Dior berdiri kaku di depan meja kerja Alfred, menatap tegang tentang apa yang ingin dibicarakan Alfred saat menyuruhnya untuk menemui lelaki itu.
Semoga ini bukan tentang masalah pernikahanku dengan putrinya, yang mungkin saja akan di percepat waktunya.
"Ini," ucap Alfred, sambil menyerahkan selembar photo asing, yang membuat alis lelaki itu mengernyit bingung, tapi bertepatan dengan itu, perasaan lega kini merayapi hatinya, saat semua yang sempat dikhawatirkannya tadi tidak terjadi.
Dior meraihnya dengan ragu, menatapnya sekilas sebelum bertanya kepada Alfred.
"Siapa lelaki ini?"
"Dia Edward, salahsatu saingan terberatku dalam perdagangan senjata gelap, beberapa hari lalu dia mengacaukan transaksi bisnisku, hingga aku harus menderita kerugian yang tidak sedikit."
"Lantas, Apa yang harus aku lakukan untuk anda pak," tanya Dior tenang.
"Kau masih saja memanggilku pak, sebentar lagi aku akan menjadi mertuamu Dior," dengus Alfred tak suka.
"Maaf," ucap Dior kaku, yang membuat Alfred kembali mendengus kesal.
"Ya sudah, lupakan saja. Aku bosan mengingatkanmu terus menerus, sekarang kita kembali ke lelaki dalam photo ini, aku memerintahkan kau untuk membunuh lelaki itu malam ini, bawa beberapa anak buahku untuk menemani aksimu, dan ingat! Jangan ada kesalahan sedikitpun," ucap Alfred dengan nada tegas.
"Baik," jawab Dior, lelaki itu segera pergi meninggalkan Alfred yang kembali sibuk dengan pekerjaannya.
Malam harinya.
Dior menatap tajam kearah sebuah rumah mewah, dari balik kaca mobilnya yang terparkir didekat taman, yang terletak tepat di sebrang rumah tersebut.
Jam di pergelangan tangan Dior sudah menunjukkan Pukul 2 dinihari, keadaan disekitar area tampak sepi, ditambah rintik hujan yang turun membasahi bumi, membuat malam ini makin terasa sunyi.
Dengan teropong Dior mengintai keadaan rumah, di dalam gerbang tampak dua orang penjaga bertubuh tegap yang sedang bermain catur, sedang dua orang lagi tengah berbincang sambil merokok, dengan senjata laras pendek, yang terselip di balik rompi berbalut jas yang kini mereka kenakan.
"Kalian bertiga, lumpuhkan keempat penjaga didepan sana, sedang kau dan dua temanmu masuk dari sisi kiri gedung, aku dan Alex akan masuk dari bagian belakang bangunan, ayo...!" ucap Dior tegas. Mereka segera bergegas melakukan tugas masing-masing.
Dior dan Alex segera berlari menuju arah belakang gedung. Dengan bantuan tali jangkar, mereka mendarat tanpa menimbulkan suara.
Mulai melakukan aksinya dengan melumpuhkan beberapa penjaga dengan tangan kosong. Begitu juga dengan keenam rekannya, mereka telah berhasil memasuki ruang tengah dan bertemu dengan Dior dan Alex."Kalian berjaga disini, aku akan langsung menghabisi lelaki itu," ucap Dior yang segera diangguki oleh ketujuh lelaki tersebut.
Dior kembali melangkah melewati ruang tengah, hingga sampai diujung tangga,berbelok Kekiri dengan langkah tenang, hingga dilihatnya sebuah pintu besar bercat putih.
Dengan kemampuan jarinya, Dior berhasil membuka pengaman pintu, dan kembali melangkah melewati ruangan luas tersebut. Matanya menatap tajam kearah tempat tidur dengan kelambu putih keemasan, yang menjuntai kebawah.
Dengan penuh kewaspadaan, Dior kembali melangkah mendekati tempat tidur, tangannya tampak siaga, mengenggam senjata api yang siap memuntahkan peluru, melalui moncong pistol ditangannya.
Seringai diwajah Dior tercetak sempurna, saat dirinya mendapati sang target yang tertidur pulas.
Ternyata, sangat mudah untuk menghabisi nyawamu pak tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam (End)
Romancehatinya sebeku es jiwanya terluka dalam hanya satu yang di inginkannya balas dendam!