33

18 3 0
                                    

Happy Reading
.
.
.
.

Hampir seminggu Kirana mengurung diri di kamar, baik si bibi maupun nyonya Wening yang berusaha membujuk Kirana untuk makan pun tetap tak berhasil.

Kondisinya parah, tubuhnya semakin kurus dan rambut yang acak-acakan.

Masih menatap kosong, entah pikirannya yang mungkin sudah kemana-mana.

Hari ini, ia mulai berdiri dari senderannya.

Menatap sekeliling kamar tanpa minat lalu berjalan ke arah cermin di samping meja nakas tempat tidurnya, melihat pantulan dirinya di sana.

Kacau sekali.

Tubuhnya yang kurus semakin kurus ia lihat, matanya sayu dan sembab menatap kosong ke arah cermin.

Dunia memang kejam.

Sekarang ia mengerti.

Tak ada gunanya lagi hidup baginya, semuanya hancur, perasaannya hancur.

Dunia terlalu kejam untuk dirinya yang bertemu dengan Gapura.

Tatapan Kirana masih kosong namun kedua tangannya ia gerakkan untuk merapikan rambut hitam sepunggungnya, berjalan gontai ke lemari mencari pakaian ganti.

Ia akan pergi, entah ke mana.

Yang jelas dirinya tak ingin berada di dunia ini.

Pelahan knop pintu ia buka, suasana rumah kosong dan sepi.

Berjalan menuruni tangga hingga keluar dari pintu rumah, beberapa pengawal mencegatnya namun Kirana melepaskan dirinya dengan paksa.

“Biarin gue pergi!”

“Nona, kondisi anda sedang tak baik. Anda harus tetap di rumah, ini perintah”

Kirana tak peduli dengan semua itu, ia berusaha melepaskan kedua tangannya yang ditahan pengawal hingga terlepas.

Dari dalam rumah, si bibi dan nyonya Wening keluar menghampiri Kirana,

“Non, masuk. Non Kirana masih kurang sehat, saya buatkan makanan buat non, ya?”

“Biarkan dia bi, Kirana butuh tenang sekarang” gumam nyonya Wening menatap pilu putri satu-satunya itu.

Sama seperti dirinya dulu, perasaannya yang hancur namun masih bisa bertahan sampai sekarang hanya demi Kirana.

“Kalian awasi Kirana dari jauh” perintah nyonya Wening kepada keempat pengawal itu,

“Baik, nyonya”

***

Masih dengan langkahnya yang gontai, berjalan di komplek perumahannya yang nampak sepi.

Tak sadar jika pengawal suruhan nyonya Wening masih mengawasi dirinya.

Kirana masih berjalan tanpa arah tujuan bahkan suara perutnya yang berbunyi tak ia pedulikan lagi.

Berbelok menuju tempat yang lebih sepi sampai-sampai para pengawal agak ketinggalan jauh dari Kirana.

Hingga mobil hitam datang menghampirinya, beberapa orang berjas sama seperti pengawal di rumahnya langsung meyekap dirinya, menutup mata dan mulut Kirana.

Ia sudah berontak, namun sepertinya di sarung tangan itu sudah diberi obat bius.

Kirana pingsan lalu dibawa pergi entah ke mana.

Sementara para pengawal berlari menuju belokan jalan, tak ada Kirana di sana namun mobil hitam sudah terlihat dari jauh.

“Lacak mobil itu dan suruh yang lainnya mengejar!”

***

“Halo, Karta”

“Mau apa lagi kamu?”

“Kamu nggak kepingin kasih kata-kata terakhir buat putri kecilmu?”

“Kamu apakan Kirana? Jangan berani macam-macam kamu!”

“Tenang, selama dia masih tertidur pulas kita nggak akan berbuat macam-macam. Anakmu cantik Karta, mirip dengan Wening. Pantas saja Gapura sampai tergila-gila dengan putrimu. Ah! Bukannya Gapura itu anakmu juga ya? Kedua anakmu saling mencintai Karta, mengharukan sekali”

“KAMU BAWA KE MANA KIRANA?!”

Seorang pengawal membuka pintu seakan ingin mendobraknya menghampiri tuan Karta dengan wajah panik,

“Nona Kirana, duculik”

***

“Sudah, bu. Ibu kendalikan diri ibu. Non Kirana pasti ketemu”

“Kenapa kubiarkan anakku dalam bahaya, bi?”

Nyonya Wening menangis di ruang tamu dengan si bibi yang mengelus punggung nyonya Wening agar tenang, si bibi juga menangis mendengar kabar Kirana diculik.

***

Pria itu berdiri di dekat jendela apartemennya, sedang berbicara lewat ponsel dengan mata tajamnya yang mengarah ke luar jendela.

“Polisi, saya perlu bantuan”

UnKnow [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang