12

53 5 0
                                    

MONSTER

Happy Reading

.

.

.

.


"KIRANAAAAAAAAA!"

Suara pintu terbuka bersamaan dengan teriakan Laras yang menggema, sepertinya ruangan sebelah juga merasa adanya gelombang suara yang mereka pikir entah dari mana asalnya. 

Pasti setelah ini orang-orang akan berkeliaran mencari sumber suara itu, sampai-sampai dua pengawal hampir jatuh terjungkal hanya dengan teriakannya.

"Lo kenapa bisa sampai diculik? Siapa yang culik lo? Emang yang culik lo nggak tahu kalau lo itu anak menteri? Berani banget!" tanya Laras bertubi-tubi hingga Kirana hanya menatap datar sahabatnya itu, tak berkedip.

"Maaf banget, Kir, baru bisa jenguk sekarang. Lo tahu kan, tugas gue agak numpuk" ucap Laras memeluk Kirana agak erat, hingga Kirana sedikit kehabisan nafas.

"I-iya nggak apa, j-jangan erat-erat, Ras... gue nggak mau komplikasi abis ini"

"Ehh! Sorry-sorry" ujar Laras melepas pelukannya, lalu ia mengambil posisi duduk di samping ranjang Kirana. 

Memperhatikan kondisi sahabatnya itu, meskipun Kirana dengan kondisi yang mungkin menurutnya berbahaya untuk psikisnya, tapi dilihat dari ekspresi wajah Kirana yang selalu tenang sedikit membuat Laras tenang juga meskipun ia tak yakin jika sahabatnya itu sanggup menahannya.

"Oh iya, siapa yang nyelamatin lo waktu itu?"

"Yahh polisi lah, Ras. Masa iya penjahatnya yang nolong gue"

"Ihh! Makud gue nggak ada kayak misal, cowok gitu yang selamatin lo?"

Deg

Kirana terdiam sejenak, lalu mengambil ponselnya dan menyetel lagu klasik dari sana.

"Cowok siapa sih? Ada-ada aja lo"

"Ya kan siapa tahu, lo udah dekat kayak teman sama seseorang terus seseorang itu nyelamatin lo"

Sebenarnya Kirana ingin bercerita, namun Gapura benar-benar melarangnya untuk memberitahu siapapun jika ia yang menyelamatkan. 

Tak ada alasan yang jelas.

Laras menemani Kirana siang ini, karena Vajra yang mendapat panggilan dari Gedung jadi mau tak mau ia tak bisa bergantian menjaga Kirana. 

Dan jangan lupa ekspresi Laras ketika diberitahu bahwa Vajra sahabat masa kecil Kirana sudah pulang dari Roma dan ketika Kirana menunjukkan foto pria itu, Laras benar-benar berteriak histeris melihat ketampanan pria itu, sedangkan Kirana hanya memutar bola mata malas dan sesekali tertawa karena respon Laras yang berlebihan. 

Dan ketika sore, Laras pamit pulang dan digantikan oleh nyonya Wening. 

Besok pagi Kirana sudah boleh pulang, nyonya Wening pun sibuk mengemas barang-barang putrinya itu.

***

Pagi ini, akhirnya Kirana bisa menghirup udara dengan bebas tanpa harus ada gangguan aroma obat-obatan yang menyengat. 

Ia sudah berada di dalam mobil milik Vajra, nyonya Wening yang berada di belakang mobil mereka karena beliau menggunakan mobil pribadi. 

Jangan lupa dengan mobil para pengawal yang berada di depan mereka. 

Kirana menghela nafas dan memutar mata dengan malas, ia sedari tadi diam sambil memandang keluar jendela. Vajra sekilas menoleh ke arah samping, memandang Kirana yang masih termenung. 

Vajra masih merasa bersalah, ia tahu seharusnya waktu itu ia tak meninggalkan Kirana bahkan sejak orangtua gadis itu bercerai, kehidupannya pasti berubah. 

Namun ia benar-benar punya alasan yang kuat kenapa ia melanjutkan pendidikannya di luar negeri. Karena, ia masih ingat janjinya saat sekolah dasar dulu.

"Maaf, Kir... kalau gue tahu masalah lo tambah rumit seharusnya gue nggak pindah waktu itu"

Kirana menoleh, masih menatap Vajra datar lalu tesenyum kecil.

"Udah, semuanya udah terjadi. Lagian gue nggak mau lo berhenti kejar mimpi lo cuma gara-gara cewek kayak gue"

"Lo harus tahu, Kir... gue lakuin ini ada alasannya. Lo ingat kan janji yang pernah gue bilang ke lo?"

'Jangan bilang...'

"Gue serius, Kir. Makanya gue rela sekolah sampai luar negeri... itu juga demi masa depan kita... nantinya"

'Masa... depan?'

Kirana hanya diam, tak berani menatap Vajra lama. 

Ia lagi-lagi termenung, memandang ke arah bawah. Alisnya ia kerutkan, setelah semua yang Kirana alami apa Vajra yakin bisa melakukan semua itu? 

Vajra ternyata serius dengan janjinya, tapi Kirana sudah seperti ini. 

Dan lagi, seorang pria yang muncul di hidupnya. Bukan berarti Kirana mau membuka dirinya— astaga! 

Kenapa ia egois sekarang?

***

Masih di perjalanan, lagi-lagi mereka terdiam dalam suasana canggung. Vajra mencoba memutar lagu di radio mobilnya, dan kebetulan sekali musik klasik yang terdengar. 

Setidaknya bisa menenangkan pikiran Kirana sejenak dan juga pikiran Vajra.

"Kira-kira siapa orang yang udah nyelamatin lo? Gue harus berterima kasih sama dia, nyokap lo juga penasaran banget siapa orangnya"

Vajra membuka pembicaraan, namun Kirana tetap diam memandang ke arah luar jendela

"Padahal kita udah sabahatan lama, tapi sekarang gue kayak orang asing. Setidaknya biarpun kita udah lama nggak ketemu, nggak harus secanggung ini"

"Jra,"

"Iya, Kir?"

Kirana menghela nafas pelan, Vajra benar. 

Tak seharusnya Kirana tertutup, apalagi Vajra yang memang sudah menjadi sahabatnya. Tapi bukan berarti ia seenaknya terhadap Kirana, setidaknya Vajra bisa dipercaya untuk menjaga rahasianya.

"Gue kasih tahu siapa orang yang udah nyelamatin gue tapi..." ucapannya terputus akibat batuk kecil yang menyerangnya "... tolong, ini cuma jadi rahasia kita berdua"

"Oke, gue janji"

"Namanya, Gapura"

Raut wajah Vajra langsung berubah, tubuhnya seketika menegang ketika mendengar nama yang keluar. 

Bagaimana mungkin Kirana kenal dengan Gapura? 

Atau mungkin saja itu Gapura yang lain, semua orang di dunia tak mustahil jika punya nama yang sama. Ya, kan'?

Vajra langsung mencoba untuk berpikir positif, pasti itu Gapura yang lain. Ya, pasti.

'Ya, pasti orang lain. Nggak mungkin cowok brengsek itu'

'Nggak mungkin'







UnKnow [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang