Keenam malaikat itu berkumpul di kuil Isseiru untuk membahas apa yang akan mereka lakukan berikutnya. Selesai Lucieve diobati, mereka berkumpul di taman belakang. Di sana ada meja besar yang panjang lengkap dengan kursi berukiran yang terbuat dari batu putih. Reide menguap untuk kesekian kalinya. Sebenarnya dia ingin sekali bertanya kenapa mereka harus berkumpul di sana. Yang penting 'kan mereka sudah keluar. Apa lagi yang harus dibahas? Tapi, kalau melihat wajah serius Isseiru, sepertinya ada hal penting yang memang harus mereka bahas.
Tak lama kemudian, Scadian datang bersama dua serafim lain. Dua serafim itu membawakan mereka sarapan. Ya, mereka jelas merasa lapar setelah seharian terperangkap di tempat mengerikan semacam Mascife. Reide memandang menunya dengan gembira. Salad kentang, pie daging, croissant, dan sup krim. Reide tidak peduli cocok atau tidaknya menu sarapan itu. Yang pasti dia puas melihat ada yang menyambutnya setelah pertarungan panjang.
Scadian duduk di ujung meja panjang berseberangan dengan Isseiru. Scadian minta para serafim pergi meninggalkannya sendiri bersama para malaikat kematian. Awalnya dia berniat menunggu mereka selesai sarapan, tapi Isseiru, yang diberi tahu sejak awal bahwa ada hal penting yang ingin dibicarakan tampaknya sudah tidak sabar.
"Hal penting apa yang ingin dibicarakan seorang pimpinan serafim sampai harus meninggalkan segala kesibukannya dan datang ke kuil malaikat rendah ini?" kata Isseiru merendahkan dirinya.
Scadian tersenyum menanggapi ucapan Isseiru yang dianggapnya lelucon itu. "Kamu terlalu merendah, Isseiru. Mungkin itu penyebab kenapa banyak orang, maksudku malaikat, yang segan padamu."
"Jangan memujiku," pinta Isseiru sambil memotong pie di piringnya. Isseiru menikmati sarapannya lagi. Dan setelah beberapa potong pie, Isseiru bertanya lagi. "Hal yang ingin kamu bicarakan pastilah hal yang sangat mendesak, bukan?"
Scadian mengangguk. "Kamu ingin aku mengutarakannya sekarang?"
"Silahkan."
Scadian menarik napas yang dalam dan menenangkan dirinya sebelum dia berkata, "Rico pergi."
Isseiru menunjukkan kebingungan pada wajahnya. Xeo langsung berhenti makan dan menatap Scadian dengan tajam. Keempat malaikat lainnya juga menghentikan kegiatan mereka dan memberi perhatian penuh pada malaikat itu.
"A... Apa maksudmu?" tanya Xeo penasaran.
"Dia pergi," kata Scadian lagi. "Dia pergi meninggalkan Halrane."
"Apa?" Wisha terkejut. Mustahil bagi seorang manusia untuk bisa meninggalkan Halrane. Ada pelindung magis yang melindungi tempat itu. Ditambah lagi, kita berada di angkasa. "Bagaimana bisa?"
"Dia diculik?" tanya Lucieve pelan.
Scadian menggeleng. "Dia pergi atas kemauannya sendiri."
"Tunggu dulu!" sahut Xeo. "Kamu bilang dia pergi atas kemauannya sendiri? Seorang diri? Tanpa ditemani siapapun? Tanpa dijaga siapapun?"
Scadian merangkum jawaban semua pertanyaan itu dalam satu kata, "Ya."
Isseiru juga merasa sangsi, tapi kalau melihat Scadian yang sampai meninggalkan aktivitasnya untuk menceritakan masalah ini pada mereka, sepertinya itu semua kenyataan. "Kamu yakin?"
"Ya," jawab Scadian lagi.
"Tidak mungkin!" bantah Xeo. "Kamu mau bilang kalau dia pergi dari Halrane dengan kekuatannya sendiri? Itu mustahil. Rico tidak sekuat itu. Aku mengenalnya. Dia tidak bisa melakukan itu, setidaknya dia belum bisa meng..."
"Kamu salah," potong Scadian. "Dia bisa. Dia sudah bisa mengendalikan kekuatannya dan mengunakannya sesuka hati. Memang belum sempurna, tapi dia sudah bisa melakukan banyak hal. Termasuk menghancurkan Halrane."
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel of Death (2011)
FantasiIsseiru, pimpinan malaikat kematian, ditugaskan mencari keberadaan Rico. Dia pun harus berhadapan dengan musuh bebuyutan para malaikat, Cyrenca. Kenapa para makhluk kegelapan berusaha memburu Rico? Kenapa malaikat kematian yang harus mencarinya? Ben...