Paginya...
Rico terbangun saat mendengar langkah kaki asing terdengar di kamar itu. Dia bangun dan melihat Sedda masuk membawa gelas berisi susu. Reide dan Chera tidak ada di sana. Entah kemana mereka.
"Selamat pagi," sapa Sedda ramah.
Rico tidak menjawab. Dia terus memperhatikan kelakuan perempuan itu, bahkan sampai dia duduk di samping Rico. Dia menyerahkan gelas itu dan membelai rambut Rico pelan.
"Bagaimana? Bisa tidur nyenyak semalam?" tanya Sedda.
"Ya..." Rico benar-benar merasa enggan menjawab.
"Wah, sayang sekali kalau begitu. Sylvester sudah menyiapkan tempat tinggal baru untuk kita, padahal kamu sudah merasa nyaman di sini..."
"Tempat tinggal baru?"
"Ya, sebuah villa yang nyaman di atas bukit yang dikelilingi padang bunga. Tempatnya begitu indah. Udaranya juga sejuk. Benar-benar tempat yang nyaman. Kamu pasti suka."
"Jadi, kita akan pindah?" tebak Rico.
"Ya. Villa itu jauh lebih layak untuk dihuni."
Rico memang merasa sudah lama tidak tinggal di tempat yang pantas disebut rumah. Gudang dermaga? Apartemen terbengkalai? Keduanya cukup menjadi contoh tempat tinggal yang asing dan aneh baginya. Dibandingkan keduanya, kata villa terdengar jauh lebih nyaman.
"Kita akan pindah siang ini."
"Bagaimana caranya?" tanya Rico.
"Terbang."
"Pesawat terbang..."
"Bukan, bukan. Terbang," Sedda mengulangi perkataannya lagi.
"Hah?" Rico terkejut. "Terbang?"
"Chera yang akan membawamu."
"Apa tempatnya dekat?"
"Hanya 110 mil jauhnya."
Hanya? Bagaimana Sedda bisa mengucapkan 110 mil dengan kata hanya? Itu bukan jarak yang dekat. Lagipula, apa mungkin Chera tidak keberatan sekali pun menggendongnya? Kalau dia memang tidak keberatan, Rico lah yang keberatan."
"Aku hanya bercanda," sahut Sedda setelah puas melihat reaksi Rico yang bingung. "Kita akan ketahuan kalau terbang sejauh itu. Kamu akan naik kereta bersama Reide dan Chera. Butuh sekitar 2 jam hingga tiba ke stasiun terdekat. Jadi, baik-baiklah dengan mereka, ya!"
Bicara memang mudah.
Reide yang terbuka memang bisa menyesuaikan diri dengan mudah dengan Rico. Tapi, Chera...
"Hhh..." Rico menghela napas. "Sepertinya ini akan menjadi perjalanan yang panjang." Mengeluh pun tidak ada gunanya. Sejak kejadian itu, Rico tidak memiliki siapapun untuk mendengarkan keluhannya. Victor, kakaknya, kini berubah wujud menjadi sosok lain yang tidak bisa lagi dikenalinya. Sekalipun waktu itu dia ketakutan, dia tahu kalau sosok itu adalah kakaknya. Dan sulit disangkal kalau sedikit banyak, Rico rindu pada kakaknya itu. Tapi, mungkinkah hidupnya bisa kembali normal seperti dulu?
Mereka bilang, kakaknya kini mengincar nyawanya. Rico juga tidak bisa menyangkal fakta lainnya, yaitu dia takut pada sosok baru kakaknya yang bisa terbang dan berkesan gelap.
Sekitar pukul 10.30, Reide dan Chera membawa Rico keluar dari sana dan pergi ke stasiun. Entah ke mana para pion neraka itu. Sepertinya mereka sudah pergi lebih dulu dan menyerahkan masalah Rico pada 2 malaikat yang masih canggung itu.
Sylvester telah menyewakan mereka satu gerbong khusus yang luas. Cukup luas untuk ukuran kereta kuno. Rico membuang pandangannya ke luar jendela. Pemandangan bukit yang indah sama sekali tidak menghibur Rico di perjalanan. Ketiganya hanya bisa diam. Reide berusaha tutup mulut agar tidak mengatakan hal yang tidak seharusnya dia ucapkan. Chera memang tidak ingin membuka pembicaraan. Kedua malaikat itu diam, mereka duduk berhadapan dengan Rico yang juga hanya diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel of Death (2011)
FantastikIsseiru, pimpinan malaikat kematian, ditugaskan mencari keberadaan Rico. Dia pun harus berhadapan dengan musuh bebuyutan para malaikat, Cyrenca. Kenapa para makhluk kegelapan berusaha memburu Rico? Kenapa malaikat kematian yang harus mencarinya? Ben...