Setelah kejadian beberapa hari yang lalu, Milan masih terus mengawasi gerak-gerik Lexa dan dayang-dayang cabenya.
Dila juga tidak pernah membiarkan Mili pergi sendirian lagi, Dila akan mengikuti Mili seperti penguntit.
Mili juga tidak menceritakan kejadian itu kepada papanya, karena pasti papanya akan membawa persoalan ini ke hukum. Mili tidak mau memperpanjang masalah ini lagi, jadi akan lebih baik jika Mili tidak memberi tahunya.
Hari ini Mili dan Milan sudah berencana untuk pergi, karena sudah beberapa hari mereka tidak menghabiskan waktu berdua. Karena Mili memang sudah ada di luar, jadi ia memberitahu Milan untuk tidak usah menjemputnya. Langsung saja bertemu di taman kota.
Mili sudah sampai di taman kota, dan Mili memlih duduk sambil menunggu Milan.
Cogan Kece
Kak,aku udah sampe
Mili mengirimkan whatsapp kepada Milan. Sejujurnya yang mengganti nama user whatsapp Milan itu bukan Mili tapi Milan sendiri.
Mili mengecek ponselnya tetapi ia belum mendapatkan balasan dari Milan. Tumben sekali. Biasa nya Milan paling cepat membalas pesan Mili. Bahkan biasanya baru saja di kirim tetapi langsung mendapat balasan seperti operator.
Sudah hampir satu jam Mili menunggu, tetapi Milan tak kunjung datang. Tidak biasanya Milan datang terlambat.
Mili kembali mengetikkan sesuatu.
Cogan kece
Kak, udah dimana? Jadi jalan kan?
Perut Mili sudah berbunyi, ia sudah lapar. Tapi ia urungkan niat nya untuk makan, nanti ia takut Milan datang, jadi lebih baik ia menunggu Milan dulu baru nanti makan bersama.
Cuaca sudah gelap, pertanda akan turun hujan. Dan Mili tidak membawa payung. Sial sekali nasib Mili. Ia hanya berharap semoga Milan datang sebelum hujan turun.
Rintik hujan sudah membasahi tubuhnya, yang awalnya hanya gerimis sekarang sudah menjadi hujan lebat. Orang-orang sudah pergi untuk berteduh tetapi Mili masih saja belum bangkit dari tempat duduknya.
"Duh, gue gak bawak payung lagi," ujar Mili sambil menutup kepalanya dengan kedua tangannya.
'Hey! Ngapain hujan-hujanan di sana?" teriak seseorang dari kejauhan.
Mili tidak bisa melihat dengan jelas orang yang yang memanggilnya, mata nya perih karena terkena rintikan air hujan.
Seseorang itu menghampiri Mili.
"Mili?"
"Kak Derren," Mili tersenyum sambil mengusap wajahnya yang basah karena hujan.
Derren langsung membagi payung nya untuk Mili, "ngapain hujan-hujanan di sini?"
"Nungguin kak Milan kak."
"Jadi dari tadi lo kehujanan gini karena nungguin Milan?"
"I-ya kak," suara Mili sudah mulai bergetar, karena kedinginan.
"Udah, yuk berteduh dulu, lo udah kedinginan gini."
"Aku mau nunggu di sini kak, kasian nanti kak Milan nya nyariin aku."
"Nanti lo hubungin Milan aja, nanti lo sakit Mil," Derren mencoba membujuk Mili.
Tetapi bujukan Derren tidak berhasil, Mili masih bersikeras ingin menunggu Milan di sana.
"Handphone nya gak aktif, mungkin low kak," Mili masih bisa tersenyum, ia mencoba untuk berpikiran postif. Karena ia tahu bahwa Milan tidak akan menyakiti dirinya.
'Lo udah sia-siain Mili, lan,' Kata Derren di dalam hati.
"Kalau kakak pengen berteduh, gak papa kok kak."
"Gak, biar gue temenin lo di sini," Derren ikutan duduk di samping Mili sambil memegang payung untuk mereka berdua.
Sudah hampir 3 jam Mili menunggu, ia juga dari tadi sibuk membuka ponselnya, tetapi Nihil tidak ada satu pesan pun dari Milan.
Hujan juga sudah redah, Derren menutup payungnya. Kemudian ia melihat Mili, ada kesedihan di wajah Mili. Tetapi Mili berusaha untuk menutupinya dengan tersenyum.
"Dari hujan deras sampe sekarang udah redah, dia masih belum datang juga," Derren berdecak kesal.
"Mungkin kak Milannya lagi ada urusan penting kak, terus lupa ngabarin," ujar Mili masih sambil tersenyum samar.
"Kalo dia benar-benar sayang sama lo, sepenting apapun urusannya dan semendadak apapun itu di abakal tetep prioritasin lo, setidaknya kasih lo kabar, dan gak buat lo nunggu kayak gini."
Mili kembali tersenyum, "Mungkin urusannya emang gak bisa di tinggalin."
"Hati lo terbuat dari apa sih?" Derren kagum akan sifat Mili. Biasanya cewek-cewek lain akan marah-marah kepada pacarnya tetapi tidak dengan Mili, ia sangat dewasa enyikapi hal ini.
"Coba aja yang ketemu sama lo pertama kali itu gue, bukan Milan. Mungkin yang sekarang jadi pacar lo itu gue," Derren menatap Mili.
Mili tidak nyaman dengan arah pembicaraan Derren, karena ia tidak mau memberi harapan kepada Derren, karena Mili sangat tahu 'sesuatu hal yang tidak pasti itu menyakitkan'.
"Pengen kopi panas kak," pinta Mili untuk mengalihkan pembicaraan.
"Tunggu sini, biar gue beliin," Derren pergi untuk membeli kopi.
Mili menatap punggung Derren yang sudah menjauh, "maaf kak, aku gak mau kasih harapan sama kakak. Karena yang gak pasti itu sakit," Mili bermonolog sendiri.
Tidak lama kemudian Derren sudah datang dengan dua gelas kopi panas di tangannya.
"Nih," Derren memberikan kopi tersebut kepada Mili.
"Makasih," Mili langsung menyeruput kopi nya.
"Kalo lo udah gak mau sama Milan lagi, dateng aja le gue. Gue siap lahir batin kok gantiin dia," Derren mengedipkan sebelah matanya.
"Kak Derren kenapa sih? Sakit ya?" Mili berpura-pura tidak mengerti perkataan Derren barusan.
"Gue serius kok, kalau Milan brengsek itu nyakitin elo ataupun dia buat lo nangis, bilang ke gue. Biar gue abisin tu anak."
Mili tertawa kecil, "makasih ya kak."
Mili kembali menyeruput kopi nya. Dan memberikan senyum palsu yang mencoba untuk menutupi kesedihan dan kegelisahan hatinya.
***
Holaaaaa semua!
Maaf banget yaa atas keterlambatan updte nyaa
Gimana nih?
pada penasaran gak Milan nya kemana?
Milan nya lagi cari pacar baru tu :p
Kalo Milan punya pacar baru gimana?
Pada setuju gak?
Komentar dan Vote nya yaaa
Thankyou
KAMU SEDANG MEMBACA
MILAN [Completed]
Teen Fiction[BEBERAPA PART DI PRIVATE ACAK, FOLLOW UNTUK MEMBACA] Biarlah kita menjadi kenangan. Kenangan yg selalu tersimpan rapat di dalam hati. Terima kasih sudah mengajariku apa itu cinta. Terima kasih sudah memberi bahagia walaupun sempat menggoreskan luka...