TIGA PULUH EMPAT

2.3K 109 34
                                    

Sore hari ini Mili pergi ke pantai. Ia ingin melihat senja seperti waktu itu. Senja pertama yang dilihatnya dengan orang yang sangat dicintainya.

Matahari segera terbenam, Mili sudah siap mengabadikan senja yang sedari tadi ditunggunya.

"Indah banget," gumamnya.

Senja sudah tidak ada lagi. Tapi, Mili masih belum mau meninggalkan tempat itu. Ia masih setia duduk di pasir sambil melihat ombak pantai.

"Bukannya kemarin kak Milan janji mau liat senja bareng aku lagi? Kenapa kak Milan gak nepatin janji itu?" teriak Mili sekeras-kerasnya.

Untung saja di pantai sedang tidak terlalu ramai, jika sedang banyak orang mungkin Mili akan malu karena terlalu kentara seperti orang yang sedang putus cinta.

"Sampai sekarangpun, aku masih gak ngerti dengan sikap kak Milan," kata Mili lagi.

Mili sudah memeluk badannya sendiri, cuaca di sini sangat dingin. Tapi, Mili masih enggan beranjak dari sini.

"Kak Milan tau? Kak Milan itu jahat!" jedanya, "dengan mudah kak Milan buat hati aku luluh, dan ketika hati aku udah luluh seenaknya saja kak Milan ninggalin aku."

Mili marah, ia ingin melampiaskan semuanya di pantai yang memang menjadi tempat terakhir sebelum hubungan mereka berakhir mengenaskan. Naas memang nasib Mili.

"Kan gue udah bilang sebelumnya, kalo Milan itu brengsek, lo sih gak dengerin omongan gue," ujar seseorang yang sudah berdiri di belakang Mili.

Mata Mili membelalak ketika melihat Derren sudah ada di belakangnya dengan melipat kedua tangannya di dada.

"Kenapa liatin gue kayak gitu? Kayak ngeliat hantu aja," kata Derren sambil menaikkan sebuah alisnya.

"Yah, abis kak Derren tiba-tiba udah ada di sini aja."

Derren berjalan mendekat ke arah Mili, kemudian ia melepaskan jaketnya dan memasangkannya di tubuh Mili yang memang dari tadi sudah kedinginan.

"Jodoh kali kita ya?" Derren menyeringai.

Mili mencubit pelan perut Derren, "aku serius."

"Yah pengen cepet-cepet mau diseriusin aja, sabar kali Mil."

"Kak Derren!" Mili berteriak kesal.

Derren terkekeh, sepertinya sekarang Derren mempunyai hobi baru. Yaitu menggoda Mili.

"Cowok itu cuma berjuang di awal aja. Udah cape memperjuangkan terus dapet eh bosan ditinggal gitu aja. Padahal dulu memperjuangkannya susah banget," kata Mili.

"Gak semua cowok kayak gitu," protes Derren.

"Kebanyakan kayak gitu."

"Tapi, gue nggak tuh."

"Sayangnya aku gak nanya kak Derren," Mili memeletkan lidahnya.

Derren langsung mencubit gemas pipi Mili.

"Udah malem, kenapa gak pulang?" tanya Derren yang sekarang sudah menatap Mili.

"Masih mau aja di sini."

"Inget Milan lagi?" tebak Derren yang sangat benar sekali.

Mili terseyum tanpa menjawabnya karena Mili yakin pasti Derren sudah mengetahui jawabannya.

Derren menepuk pundaknya, "lo bisa pinjem bahu gue sebentar."

Mili kembali tersenyum kepada Derren, Mili sangat senang karena kejadian di rooftop tempo itu membuat hubungannya dengan Derren menjadi lebih akrab. Sekarang Mili tidak sungkan-sungkan untuk bercerita kepada Derren.

MILAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang