TIGA PULUH DELAPAN

2.5K 122 12
                                    

Sudah lewat tiga hari sejak kejadian Mili menangis di pelukan Milan ia tidak melihat tanda-tanda Milan sama sekali. Di kantin sekolah pun, Mili tidak pernah melihatnya lagi. Begitu juga dengan Yasmin, Yasmin seolah-olah ikut menghilang bersama dengan Milan.

Entah mengapa perasaan Mili jadi tidak enak. Ia terus saja kepikiran dengan Milan. Mili, ingin menanyakan hal tersebut kepada Yasmin tapi tidak enak. Jadi, Mili hanya bisa berharap bahwa semuanya baik-baik saja.

Ah sekarang Mili malah kepikiran Milan. Sudahlah, lebih baik sekarang dia mengerjakan laporan kimia yang akan dikumpulkan besok.

Dreett Dreetttt

Ponsel Mili yang ada di brankar bergetar membuat Mili harus menjangkaunya. Ternyata dari Yasmin. Baru saja dia kepikiran dengan wanita itu, dan sekarang Yasmin sudah menghubunginya. Sepertinya mereka berdua memang bisa bertelapati.

Yasmin : Mil, kamu ada di rumah kan? Aku otw ke sana, jd jangan kemana-mana. Ada yg harus kamu tau.

Mili : Iya aku di rumah kok Yas, okay ke rmh aja.

Mili yang tak mau ambil pusing, kembali memainkan keyboard laptopnya. Meneruskan laporan kimianya.

Tok Tok Tok

"Masuk aja Pa, gak Mili kunci," sahut Mili.

"Kenapa Pa?" tanya Mili ketika merasa Devan sudah di sampingnya.

"Ada Yasmin di bawah."

"Udah sampe Pa? Yaudah Mili ke bawah dulu."

Devan menahan lengan Mili, kemudian memeluk Mili. "Kamu harus kuat ya Nak," ujar Devan sambil mengelus kepala Mili.

"Maksud Papa?" tanya Mili yang sudah melepaskan pelukannya.

Devan tidak menjawab pertanyaan Mili, hanya mengisyaratkan kepada Mili untuk segera menemui Yasmin yang sudah menunggunya. Akhirnya Mili menurut, ia munuruni anak tangga dengan cepat, dilihatnya Yasmin sudah ada di ruang tamu.

Mili mendekati Yasmin, dia melihat penampilan Yasmin tidak seperti biasanya. Yasmin tampak sangat kacau, dengan mata yang sembab, dan pucat sekali.

"Yasmin kamu kenapa? Mata kamu sembab dan muka kamu pucat banget," ujar Mili yang sudah menghampiri Yasmin.

Yasmin langsung berdiri dan memeluk Mili dengan erat. Tangis Yasmin pecah saat memeluk gadis itu. Yasmin tidak sanggup bagaimana mengatakan semuanya kepada Mili. Pastilah, gadis itu sangat sedih ketika mendengar berita buruk yang akan disampaikan oleh Yasmin.

"Yas kok kamu nangis? Kamu kenapa?" tanya Mili lagi, yang terlihat sangat panik ketika Yasmin menangis di pelukannya.

"Mi-lan, Mil," kata Yasmin yang masih terisak tangis.

"Kak Milan kenapa? Dia nyakitin kamu?"

"Milan sakit kanker," tangis Yasmin semakin menjadi saat mengucapkan kalimat itu.

Seketika tubuh Mili menjadi lemas, Mili jatuh terduduk di lantai rumahnya. Tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Yasmin. Bulir air mata berjatuhan di pipi Mili, ia tidak menangis, tapi air terus keluar dari matanya.

Yasmin yang melihat Mili sudah terjatuh lunglai di lantai, langsung memeluk Mili dengan erat. Yasmin masih menangis sambil memeluk Mili, sedangkan Mili ia hanya menatap kosong dengan air mata yang terus berjatuhan.

***

Yasmin dan Mili dalam perjalanan ke rumah sakit. Ia ingin melihat dan memastikan bahwa orang yang sangat dicintainya itu dalam keadaan baik-baik saja. Semua kata-kata Yasmin terngiang di kepala Mili. Yasmin sudah menjelaskan semuanya. Menjelaskan hubungan Yasmin dan Milan yang hanya sebatas sahabat ataupun adik-kakak.

Mili sudah salah paham! Mili sudah salah menilai Milan. Milan tidak sebrengsek yang dia pikirkan. Milan melakukan semua itu untuk Mili. Ia tidak mau Mili terpuruk dalam kesedihan karena mengetahui penyakitnya, makanya Milan memutuskan Mili secara sepihak tanpa penjelasan apapun.

Ya, Tuhan. Mili tidak sanggup menerima kenyataan semua ini. Kenapa harus Milannya? Kenapa bukan orang lain saja? Bukankah masih banyak laki-laki di dunia ini? Kenapa? Tidak kasihan kah Tuhan jika Mili harus kehilangan orang yang sangat dicintainya?

Akhirnya mereka sudah sampai di rumah sakit. Di perjalanan tadi, Yasmin masih terus menangis. Sedangkan Mili, air matanya terus saja jatuh di pipinya. Rasanya sangat berat kaki Mili untuk melangkah masuk ke dalam rumah sakit ini. Dengan langkah yang sangat berat dan dibantu oleh Yasmin, Mili memasuki rumah sakit.

Ketika sampai di kamar 1402, Mili melihat di sana sudah ada Fachri, Riki, Farhan, bahkan Derren. Dengan sangat pelan, Yasmin membantu Mili untuk menuntunnya.

"Mami," ujar Mili yang melihat Raya.

Raya langsung memeluk Mili, akhirnya tangis Mili pecah di pelukan Raya. Gadis itu terus menangis, tanpa mengatakan apapun.

"Kamu yang kuat ya sayang," kata Raya yang sudah melepas pelukannya dan menatap Mili.

Mili mengangguk, dan menghapus air matanya. Bukan hanya Mili di sini yang merasa bersedih ataupun terluka. Namun, ada juga orang tua Milan, Yasmin, dan sahabat-sahabat Milan, semuanya merasakan luka yang sama. Tampak, dari raut wajah Fachri yang tampak sangat terpukul saat mendengar Milan mengidap sakit kanker, Riki yang biasanya bisa mencairkan suasana kini hanya diam duduk termenung, Farhan yang matanya sudah sangat sembab dan Derren yang sepertinya juga tampak sangat terpukul.

Mili menghela napas, kemudian ia mencoba melangkahkan kakinya, untuk masuk ke ruangan Milan. Yasmin langsung berhenti ketika Mili memberikan isyarat bahwa ia bisa masuk sendiri tanpa bantuan.

Sekali lagi, sebelum ia membuka knop pintu itu, Mili meyakinkan hatinya bahwa ia kuat dan semuanya akan baik-baik saja. Dengan perlahan, Mili memutar knop pintu.

"Assalamualaikum," ujarnya saat memasuki ruangan Milan.

Dilihatnya laki-laki yang sangat dicintainya sedang terbaring lemah di ranjang. Matanya tertutup damai, lengkap dengan selang di hidungnya. Mili duduk di samping Milan. Dan menggenggam tangan laki-laki yang selalu membuatnya nyaman.

Aneh, rasanya melihat Milan yang bertingkah sok cool dengan gayanya yang badboy, bisa terbaring tak berdaya di rumah sakit. Mili masih tidak percaya dengan pemandangan di hadapannya ini. Namun, inilah faktanya.

"Kak Milan kenapa gak bilang sama aku tentang semua ini?," Mili mengeratkan genggaman tangannya.

"Kak Milan tau, bukan hanya aku yang terluka saat mengetahui semua ini. Tapi, Mami, Papi, Yasmin, bahkan temen-temen deket kak Milan terluka saat mengetahui semua ini," Mili berusaha menahan agar air yang sudah bergenang di pelupuk matanya tidak jatuh.

"Kak Milan kuat, kak Milan pasti bisa. Sekarang kak Milan bukan cuma berjuang sendirian, tapi ada aku, ada Yasmin, kak Fachri, kak Farhan, kak Riki sama kak Derren yang ikut berjuang sama kak Milan," Air mata yang dari tadi susah payah Mili tahan agar tidak jatuh, akhirnya lolos begitu saja membasahi pipi Mili.

"Sekarang kak Milan harus bangun, liat di sini kita nungguin kak Milan," Mili mencoba untuk tersenyum dan menghapus air matanya.

"Maaf, maaf aku udah berpikiran yang nggak-nggak sama kak Milan, maaf. Maaf, aku udah salah paham dengan hubungan kak Milan dan Yasmin, maaf. Maaf udah ngebiarin kak Milan berjuang sendirian, maaf. Sekarang kak Milan gak sendirian lagi, kita semua ada di sini. Kita semua sayang sama kak Milan," dan sekali lagi bulir air mata lolos di pipi Mili.

Sakit, pedih, perih, hancur semuanya menjadi satu. Mili tidak tau bagian mana yang paling banyak. Yang jelas dadanya terasa sesak melihat Milannya seperti ini.

Oh, Tuhan haruskah Milannya terbaring lemah seperti ini?

***

Sedih liat Milannya sakit :(

Kasian Milinya:(

Gimana kalo kalian?

MILAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang