Mili pergi ke toko buku sendirian, ia juga tidak pamit kepada Milan. Mili langsung pergi saja.
Sesampainya di toko buku Mili langsung ke bagian novel. Mili melihat-lihat novel. Mili memang suka membaca novel, terlebih lagi itu karya Asriaci. Mili sangat menyukai novel karya Asriaci. Menurut nya tulisan Asriaci itu mempunyai magnet tersendiri untuk menarik para pembaca nya ke dalam cerita yang dia buat.
Mili masih sibuk memilih-milih novel. Ia tidak sadar bahwa ia sudah menghabiskan waktu dua jam di toko buku.
"Ya ampun udah sore, mana tadi nggak pamit sama Mami," ujar Mili sembari melihat jam tangan yang melingkar di tangan kecilnya.
Mili segera mengambil tiga novel pilihannya, salah satu novel yang dia ambil adalah Couple Devil karya Asriaci dan langsung menuju kasir. Karena tergesa-gesa Mili menabrak seseorang. Dan novel yang ia pegang terjatuh ke lantai.
"Eh maaf-maaf," kata Mili sambil mengambil novelnya yang terjatuh.
"Maaf ya, gue nggak sengaja. Soalnya lagi buru-buru," Mili kembali berucap.
"No problem," jawab cowok itu santai.
"Okey," Mili hendak beranjak meninggalkan cowok itu, tapi cowok itu menahan lengannya membuat Mili masih stay di tempat.
"Wait," ujar cowok itu lagi.
"Ya kenapa?" Mili berbalik heran karena cowok itu masih menahan lengannya.
"Ehh maaf," cowok itu melepaskan tangan Mili. "Derren," cowok itu mengulurkan tangannya.
"Mili," kata Mili sambil menjabat tangan Derren.
Mili cukup menarik perhatian Derren, membut Derren semakin ingin dekat dengannya.
"Di cyber high school."
"Lah satu sekolah dong kita. Kok gue nggak pernah liat muka lo ya?"
"Oh ya? Emang gue anak baru kok."
"Ye pantesan gue gak pernah liat lo. Kelas berapa?" tanya Derren lagi.
"Kelas sebelas."
Derren tertawa kecil mendengar pernyataan Mili barusan.
"Kok ketawa? Ada yang lucu emang?" tanya Mili heran sambil menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.
Derren tersenyum kecil. "Gak kok, gue ketawa karena lo adek kelas gue."
Astaga Mili. Bagaimana bisa ia ceroboh begini? Baru saja dia berbicara dengan kakak kelasnya menggunakan elo-gue yang sangat-sangat tidak sopan sekali.
"Eh maaf, gue gak tau kalo lo eh kakak maksudnya kakak kelas gue," Mili berkata dengan nada yang tidak enak. Karena ia dari tadi hanya memanggil Derren dengan sebutan 'elo'.
Derren ingin tertawa melihat wanita di depannya ini yang sepertinya sangat merasa tidak enak.
"Gak papa kok, biasa aja," kata Derren.
"Hm yaudah deh kak kalo gitu gue duluan ya, soalnya lagi buru-buru," pamit Mili.
"Oke, hati-hati Mil," ujar Derren sambil tersenyum ke arah Mili.
Derren masih menatap Mili yang sekarang sudah ada di kasir. Cantik juga Derren berkata dalam hati sambil tersenyum.
***
Sudah sedari tadi Milan mondar-mandir di depan ruang tamu. Pikirannya tidak tenang karena Mili pergi tanpa berpamitan kepada dirinya dan hingga sekarang belum pulang juga.
"Mili kemana sih?" ujar Milan sambil mengacak-acak kesal rambutnya.
"Nomor nya gak aktif," Milan terlihat lebih frustasi lagi. Hari sudah sangat sore, dan ia tidak tahu Mili pergi kemana.
Mili sudah sampai di depan rumah Milan, yang notabene rumah yang ditempati nya sekarang. Mili melangkah masuk, ia agak sedikit takut mungkin ia akan kena marah karena tadi tidak berpamitan dan membuat orang khawatir.
Dengan sangat hati-hati Mili melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah.
"Dari mana?" suara bariton yang sangat dikenali Mili.
Seketika Mili langsung berhenti melangkah ketika mendengar suara Milan. Milan ternyata sudah berada di ruang tengah dengan raut wajah yang tidak bisa ditebak.
"Hm dari toko b--uku kak," Mili menjawab dengan gugup dan menunjukkan kantong plastik yang berisi novel yang ia beli tadi.
"Tahu sekarang jam berapa?" Milan bertanya dengan nada dingin.
Mili sangat takut melihat Milan yang sekarang, ia tidak pernah melihat cowok itu menatap nya sedingin itu.
Pertemuan pertamanya dengan Milan, juga Milan tidak menatap Mili sedingin itu.
"Maaf kak, tadi keasikan milih novel jadi lupa waktu," jawab Mili dengan menunduk.
"Kalo mau pergi tu bilang! Kan bisa gue anter! Ini pamit gak, buat orang khawatir," ujar Milan dengan nada ketus.
Tak terasa air mata Mili sudah bergenang di pelupuk mata Mili, rasanya ia ingin menangis di depan Milan. Ia sangat takut dengan Milan yang bersikap dingin sekarang.
"Maaf," lirihnya.
Milan langsung maju mendekati Mili, mengangkat dagu Mili agar menatapnya. Dilihatnya air mata sudah bergenag di pelupuk mata gadis itu. Mungkin jika sekali lagi Milan membentaknya air mata itu akan lolos begitu saja.
"Maafin kakak. Kakak nggak bermaksud buat bentak kamu. Kakak cuma khawatir sama kamu. Kamu tau kan kalo Om Devan titipan kamu sama kakak?" kali ini Milan berkata dengan lembut.
"Aku yang harusnya minta maaf," kata Mili lagi.
Milan tersenyum sambil mengusap lembut rambutnya. "Lain kali jangan buat kakak khawatir lagi."
Mili mengangguk paham.
Dan anggukan itu membuat Milan merasa tenang. Ia ingin menjaga gadis kecil ini bukan cuma untuk menjalankan amanah namun seperti ada dorongan kuat yang merasa bahwa ia harus menjaga gadis kecil ini.
Maaf baru update sekarang yeee heheh
Vote dan coment selalu ditunggu!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
MILAN [Completed]
Teen Fiction[BEBERAPA PART DI PRIVATE ACAK, FOLLOW UNTUK MEMBACA] Biarlah kita menjadi kenangan. Kenangan yg selalu tersimpan rapat di dalam hati. Terima kasih sudah mengajariku apa itu cinta. Terima kasih sudah memberi bahagia walaupun sempat menggoreskan luka...