TIGA PULUH ENAM

2.2K 103 10
                                    

Raya sedang sibuk memasak di dapur. Aroma-aroma yang menyedapkan sampai ke hidung Milan dan membuat Milan langsung menuju sumber tersebut karena tidak tahan dengan godaan dari masakan-masakan raya, membuat perut Milan meminta demo.

"Yaampun baunya enak banget Ma," ujar Milan masih dengan mata tertutup sambil sesekali mengendus seperti serigala.

"Iyalah, siapa dulu yang masak," pamer Raya.

"Cepetan dong Ma, cacing-cacing di perut Milan udah pada demo nih," protes Milan sambil memegang perutnya tidak lupa dengan wajah yang memelas.

"Bentar lagi jadi kok, sabar sebentar dong Lan."

Akhirnya Milan mengangguk setuju. Ia memperhatikan Raya yang masih sibuk menumis kangkung. Seutas senyum terukir di wajah Milan, Raya dan Reyvaldi adalah penyemangat dirinya selama ini. Milan bahkan sangat bersyukur bisa terlahir di keluarga Adtmaja. Walaupun Rey sering sibuk ke luar kota karena urusan perusahaan begitu juga dengan Raya, tapi itu tidak menjadi penghalang di keluarga mereka. Buktinya keluarga mereka baik-baik saja sampai saat ini. Bisa dibilang keluarga Atdmaja termasuk keluarga yang harmonis.

Raya mematikan kompor. Tandanya kegiatan memasaknya sudah selesai dengan lincah Raya menuangkan tumisan kangkung tersebut ke dalam piring.

"Hmm, sabar ya cing bentar lagi kita bakalan kenyang kok," kata Milan sambil mengelus perutnya.

"Nih, ajakin cacing di perut kamu makan Lan," ujar Raya yang sudah meletakkan semuanya di meja makan.

"Hehe, Mama pengertian banget sih."

Raya duduk memperhatikan anak satu-satunya itu yang sedang menyantap masakannya.

"Mama gak makan?" tanya Milan yang menyadari bahwa Raya hanya memperhatikannya saja.

"Kamu aja makan duluan, Mama masih kenyang," balas Raya.

Milan mengangguk paham, kemudian ia masih melahap makanannya hingga benar-benar bersih.

"Alhamdulillah, sekarang udah pada makan kan cing? Jadi jangan demo lagi ya," Milan masih berbicara dengan perutnya.

Raya hanya terkekeh melihat anak laki-lakinya itu.

"Oh iya Lan, anterin bekal yang udah Mama siapin buat Mili," ucap Raya sambil berdiri mengambil rantang yang memang sudah disiapkannya tadi.

"Mama aja deh," tolak Milan.

"Gak boleh gitu loh Lan, gak nurutin perintah orang tua itu dosa," kata Raya yang sekarang sudah memberi rantang tersebut kepada Milan.

"Tapi, kan Mama tau sendiri kalo aku sama Mili itu udah putus Ma."

"Biarin, kan yang putus kamu bukan Mama," Raya tak mau kalah berdebat dengan anaknya itu, "pokoknya Mama gak mau tau kamu harus antar itu ke rumah Mili."

***

Mau tidak mau Milan harus menuruti perintah Mamanya. Ia harus mengantarkan makanan tersebut untuk Mili. Milan kesal karena betapa cerewet Mamanya itu.

"Awas ya Lan kalo makanannya gak sampe sama Mili, Mama gak bakalan kamu sama cacing-cacing kamu buat makan lagi."

"Sama anaknya sendiri aja tega."

"Biarin, pokoknya itu bekalnya harus sampe sama Mili dengan keadaan masih sehat walafiat. Gak boleh cacat sedikitpun."

"Iya Mamaku yang paling cantik. Bawel banget deh."

Ya sudahlah. Kan hanya disuruh mengantarkan bekal itu kepada Mili, sesudah itu Milan akan langsung pulang.

Milan memarkirkan mobilnya di depan rumah Mili. Kebetulan pagar rumah Mili tidak dikunci jadi ia bisa langsung masuk saja.

MILAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang