TIGA PULUH DUA

2K 111 19
                                    

Tatapan mata Mili lurus ke depan. Setelah melihat kejadian tadi, Mili memutuskan untuk tidak masuk jam pelajaran terakhir. Mili sudah memberitahu Dila. Sekarang ia sedang berada di rooftop sekolah. Tempat sunyi yang bisa menenangkan perasaan Mili.

Milan, kenapa ia harus dipertemukan dengan orang seperti Milan. Berawal dari ketidak sengajaan, dan pertemuan pertama yang sangat menyebalkan kemudian bertemu lagi secara tidak sengaja, rasanya seperti semua itu memang sudah ditakdirkan untuk dirinya.

Menyesal? Awalnya Mili berpikiran seperti itu, tapi jika dipikir lagi Mili tidak menyesal sama sekali. Karena Milan orang pertama yang membuat hatinya luluh dan mengenal apa itu cinta dan karena Milan pula Mili merasakan yang namanya patah hati. Semua itu karena Milan. Seharusnya Mili berterimakasih kepada lelaki itu. Karena lelaki itu setidaknya sekarang Mili menjadi lebih kuat dan lebih dewasa.

"Kenapa lo sendirian di sini? Kalo lo butuh tempat cerita gue siap."

Mili langsung menoleh ke belakangnya, di sana sudah ada Derren yang sedang berdiri menatapnya. Mili langsung berdiri dari tempat duduknya, namun Derren menyuruh Mili untuk diam di tempat dan Derren yang menghampiri dirinya kemudian duduk di tempat Mili tadi.

Mili ikut duduk di samping Derren. Ia tidak tahu bagaimana bisa lelaki itu tahu dimana Mili berada. Ah iya Mili melupakan sesuatu, pasti sahabatnya yang satu itu yang memberitahukan keberadaannya kepada Derren.

"Gue bisa jadi tempat cerita lo kalo lo mau," Derren kembali menawarkan dirinya.

Derren meraih wajah kecil Mili, agar melihat ke arahnya. Mereka berdua bertatapan cukup lama. Derren masih memperhatikan wajah Mili dengan seksama.

"Kenapa?" tanya Mili yang merasa tidak nyaman.

"Lo tau kalo gue dulu temen deketnya Milan?" tanya Derren yang sekarang sudah melepaskan tangannya dari wajah Mili.

"Tau."

"Dan lo tau apa yang membuat gue gak berteman lagi sama Milan?"

"Tau."

Derren tersenyum, "itu semua karena kebodohan gue. Padahal gue tau kalo Milan gak berkhianat, tapi gue masih aja marah sama dia. Karena mungkin dulu gue masih labil. Gue egois."

Mili tidak tahu mengapa Derren menceritakannya kepada dirinya, tapi sepertinya Derren ingin Mili tahu apa yang terjadi. Mungkin sekarang Derren hanya sedang ingin bercerita kepada dirinya.

"Gue nyesel udah ngerusak pertemanan gue dan Milan cuma kerena seorang permpuan," kata Derren lagi sambil menatap lurus ke depan. "Terlebih lagi perempuan itu seperti Lexa."

"Kalo kak Derren menyesal kenapa kak Derren gak mencoba untuk minta maaf dan berteman kembali bersama kak Milan?"

Derren tersenyum, "karena gue egois. Gue lebih mentingin harga diri gue dibanding perteman gue dengan mereka semua."

Mili melihat ternyata dibalik keketusan Derren terhadap Milan terdapat sebuah penyesalan yang sangat mendalam. Padahal selama ini, Derren selalu menunjukkan kepada Milan bahwa ia baik-baik saja.

"Kalo emang kak Derren menyesal seharusnya kak Derren bilang, bukan nutupin semuanya seolah kak Derren baik-baik saja. Bukankah aku benar?"

Derren menatap Mili, "terus apa kabar lo? Bukannya selama ini lo juga gak baik-baik aja? Lo mencoba tersenyum dan seolah terlihat kuat di hadapan Milan, padahal sebenarnya hati lo sama sekali gak bisa nerima semuanya. Lo selalu mencoba mengeluarkan senyum palsu yang setiap hari lo tunjukin ke dunia, bukankah gue benar?"

Mili terdiam. Kali ini perkataannya balik menyerang dirinya sendiri. Memang benar perkataan Derren bahwa Mili selalu tersenyum setiap hari di depan Milan pun ia mencoba untuk tersenyum, padahal hatinya jauh dari kata baik-baik saja. Mili sangat pandai dalam menyembunyikan lukanya seolah orang lain melihat bahwa dirinya baik-baik saja.

Mili tersenyum miris kepada dirinya sendiri. Perkataan Derren memang benar adanya.

"Aku sudah mencoba untuk lupain kak Milan, tapi."

"Tapi apa?"

Mili menghembuskan napasnya gusar, sebelum melanjutkan perkataannya lagi, "berat."

"Awalnya aku gak tahu yang rasanya jatuh cinta dan aku juga gak pernah kepikiran ke sana. Karena yang aku tau ya aku cuma jalani kehidupanku seperti biasanya. Tapi semenjak pertemuanku dengan kak Milan, semuanya perlahan-lahan mulai berubah.

"Aku yang gak tau apa arti cinta itu sendiri, mulai merasakan jatuh cinta. Yang awalnya aku takut disakiti perlahan-lahan mulai mencoba membuka hati dan menjalin komitmen dengan kak Milan. Semua indah pada awalnya, bahkan hari-hariku semakin bewarna sejak kehadiran kak Milan.

"Tapi semuanya langsung merubah saat kak Milan ngajak putus, awalnya aku gak percaya karena hubungan kami memang baik-baik saja, dan bahkan kak Milan nyiapin suprise anniversary buat aku. Tapi, ternyata semua itu gak ada artinya saat kak Milan ngajak putus.

"Aku udah coba buat lupain kak Milan, dan itu sangat sulit sekali. Terlebih lagi banyak kenangan yang sudah kami buat selama enam bulan berpacaran ini. Aku percaya apa yang terjadi semua ini memang sudah ditakdirkan untuk kami berdua," Mili langsung menceritakan kisahnya bersama dengan Milan.

Derren menoleh ke arah Mili."Sekarang lo masih belum bisa lupain Milan?"

"Iya."

"Hati lo masih sakit saat liat Milan jalan sama cewek lain?"

"Iya."

"Sekarang lo harus bisa coba buka hati buat orang baru."

"Aku takut."

"Takut kenapa?"

"Takut kalo luka yang sekarang udah ada makin bertambah besar," kata Mili.

"Jangan takut. Karena hakikatnya setiap hati itu memiliki pemiliknya masing-masing."

"Sekarang aku baru tau sifat kak Derren yang asli."

"Iyalah, makanya jangan nilai orang dari cover nya doang," jeda Derren, "lega kan sekarang?"

Mili mengangguk, "iya lega banget."

"Makanya lain kali jangan dipendam sendirian, cerita biar gak nanggung beban sendirian."

"Iya, makasih kak udah mau jadi temen curhat aku," kata Mili yang tersenyum manis kepada Derren.

"Sama-sama, lain kali jangan sungkan-sungkan cerita ke gue, walaupun gue sakit hati sih saat lo curhat tentang Milan mulu."

Mili terdiam dan mengerutkan dahinya. Mili merasa tidak enak kepada Derren. Oh Tuhan, bagaimana ini? apa yang harus Mili katakan.

"Canda kali ah, serius amat," ujar Derren yang melihat Mili tampak berpikir keras.

Mili tersenyum lega.

"Ayo turun," ajak Derren sambil menyodorkan tangannya.

Mili meraih tangan Derren, dan berjalan bersisian untuk turun dari rooftop. Hari ini Mili melihat sisi lain dari Derren Putra Pradana.

***

Akhirnya aku kembali update

Gimana sampe part ini?

Udah dapat feelnya belum sih?

Komen dong :)

MILAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang