Perfect10

3.9K 300 0
                                    

Hujan mengguyur ibu kota di pagi yang cerah. Aneh memang, padahal cuaca pagi ini cukup cerah dan berawan tapi kenapa tiba-tiba hujan. Ali yang berangkat sekolah menggunakan motor alhasil kehujanan di jalan, ia berhenti sejenak di sebuah halte untuk menunggu hujannya reda.

"Eh sorry, sorry!" Karena terburu-buru Ali tidak sengaja menabrak seseorang. Setelah memarkirkan motornya Ali memang sedikit berlari agar tidak terkena air hujan lebih banyak lagi, karena air hujan sudah menembus jaket yang ia kenakan sebentar lagi akan mengenai seragam sekolahnya.

"Ii... iya mas, nggak papa." Jawab orang itu dengan menunduk sembari membersihkan roknya yang sedikit basah terkena percikan air dari Ali.

Ali yang mendengar suara itu langsung menoleh, begitu juga dengan Prilly. Mereka sama-sama saling bertatapan sebelum ada sebuah klakson bus yang mengagaetkan mereka, akhirnya mereka sama-sama mengalihkan pandangan.

Hujan yang tiba-tiba itu sudah mulai reda, bahkan sudah terlihat cahaya mataharinya.

Prilly segera beranjak dari tempat yang membuatnya merasa terjebak itu, ia bergegas pergi akan menaiki gojeknya kembali yang menungguinya. Iya, tadi mobil pak Dirman supir yang biasa mengantarkannya tiba-tiba mogok di jalan. Dan dengan terpaksa tadi Prilly naik gojek dari pada terlambat ke sekolah.

"Pril tunggu," panggil Ali menahan lengan Prilly.

"Ma'af li, tolong lepasin." Balas Prilly dengan membuang wajahnya. Ia tidak berani menatap wajah sahabatnya itu, dulu. Bahkan sekarang Ali tidak lagi manggil piyi, panggilan kecilnya, panggilan kesayangannya.

"Sorry, kamu naik gojek?"

"Iya."

"Bareng aku aja pril?" Tawar Ali

"Nggak usah li makasih." Setelah mengatakan itu Prilly bergegas menaiki gojeknya yang sadari tadi sudah menunggunya itu.

Ali hanya memandang punggung sahabatnya itu yang kini semakin jauh.

"Bahkan sekarang kamu udah nggak manggil aku dengan sebutan ayi lagi," Ali bergumam pelan setelah menatap punggung gadisnya itu menghilang. Apa? Gadisnya? Berani sekali ia mangakui Prilly adalah gadisnya. Teriak batin Ali

Setelah dirasa hujan sudah reda dan hatinya pun sudah sedikit tenang, akhirnya Ali menstarter motornya kembali. Ali melajuka motornya dengan kecepatan sedang menuju sekolahnya.

***

"Aku minta tolong kasih tau anakmu jauhi anakku!"

"Astaghfirullah hal adziim, maksud mba apa?"

"Sudah cukup rasanya putraku manjaga putrimu itu selama 17 tahun ini,"

"Kenapa mba ngomong kaya gini? Maksudnya apa? Kita bersahabat sudah sejak lama, bahkan sebelum kita sama-sama menikah."

"Udahlah Lia, kamu harus ngerti putraku itu masa depannya masih panjang. Sedangkan putrimu, kita nggak ada yang tahu entah besok, lusa, minggu depan, atau..."

"Cukup mba cukup!! Tega sekali kamu ngomong kaya gitu, aku nggak ngerti apa masalahnya sampai-sampai kamu mau memisahkan persahabatan anak-anak kita yang sudah terjalin sejak lama." Teriak tante Lia. Ia rasa sudah cukup mendengarkan lontaran-lontaran pedas dari sahabatnya itu. Iya kini tante Lia dan tante Ratna sedang bertemu di salah satu restoran keluarga tempat kedua keluarga itu berkumpul, dulu.

Sejak melihat hubungan Prilly dan Ali yang semakin hari tak kunjung membaik, tante Lia akhirnya berinisiatif akan membicarakannya pada tante Ratna, ibu dari Ali sekaligus sahabatnya itu. Ia meminta tante Ratna untuk bertemu di sebuah resto keluarga tempat favorit keluarga mereka.

"Iya kamu benar. Sudah cukup rasanya hubungan keluarga kita ini, aku nggak mau putraku semakin jauh dariku gara-gara putrimu itu!" Balas tante Ratna mengalihkan pandangannya.

"Ya Allah mba, apa salah piyi? Sehingga kamu tega ngelakuin ini sama dia, mereka itu saling menyayangi mba, mereka sudah seperti adik kakak."

"Bukan. Bukan seperti adik kakak melainkan seperti sepasang kekasih, aku melihat itu Lia,"

"Terus apa masalahnya?"

"Masalahnya putrimu itu penyakitan!"

"Astaghfirullah hal adziim, aku nggak nyangka orang yang selama ini aku anggap keluarga tega kaya gini!" Ucap tante Lia terisak menangis. Ia menghapus air matanya kasar, tidak pantas jika harus menangis di depan orang egois seperti ini rasanya.

"Kamu nggak pernah ngerasain apa yang aku rasain Lia, coba kamu ada di posisiku, anak semata wayangnya mengabaikan orang tuanya demi orang lain. Sakit Lia!" Ucap tante Ratna memelankan suaranya. Ia bahkan sebenarnya tidak tega, namun ia harus tegas demi masa depan putra satu-satunya itu.

"Sudah cukup sampai disini hubungan persahabatan dan kekeluargaan kita. Dan jangan pernah menghubungi keluargaku lagi. Permisi!" Tante Ratna bangkit meninggalkan tante Lia yang masih memandangnya tak percaya.

***

Vote comment, vote comment!! 😉

Oh iya, aku ada cerita baru dengan judul MANTAN. Dan chap.1 udah aku publish ya. Ceritanya masih dengan kisah remaja dan keluarga. Yang mau baca monggo, tapi inget! Kasih vote and comment nya yaaaa 😉

Perfect CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang