Berani Untuk Berhasil
Fachira (_hidrogen)
118-WYS~~•~~
Sejujurnya, gue bukanlah seorang penulis hebat dengan latar belakang kisah yang menarik. Gue juga bukan penulis dengan nama besar yang ceritanya begitu digandrungi banyak orang. Gue bahkan berpikir, apa kisah gue menarik? Sampai-sampai, dengan pedenya gue ikut event ini. Entah ini menarik atau enggak, intinya, gue sangat bersyukur kalau nantinya ada pelajaran yang dapat diambil dari pengalaman gue.
Jadi, selamat datang di kisah gue.
Jenis kelamin gue perempuan. Gue hobi menulis dari jaman uang jajan gue masih berkisar tiga ribu perak. Dulu, gue suka banget sama genre horor. Entah kenapa, sekarang, gue lebih tertarik sama genre fiksi remaja. Perubahan akan selalu terjadi di dalam hidup kita, kan?
Beberapa tahun terakhir inilah gue baru tahu-menahu soal dunia oranye yang kita kenal dengan nama Wattpad. Awal kisah gue bisa tertarik dengan aplikasi ini adalah karena saat gue duduk di bangku kelas tiga SMP, temen-temen gue pernah ngomongin soal salah satu tokoh lelaki di dalam sebuah cerita yang mereka temuin di Wattpad.
Penasaran, gue akhirnya mengunduh aplikasi itu dan mencari cerita yang mereka maksud. Gue akui, pendapat mereka memang benar. Gue sendiri ikutan kesemsem setelah membaca cerita yang mereka ributkan itu. Sekedar bocoran, cerita itu udah diangkat jadi film beberapa bulan lalu.
Sejak itulah gue langsung berpikiran, "Keren kali, ya, kalo gue buat cerita di sana?"
Nah, setelah menentukan semuanya, mulai dari alur cerita hingga watak tokoh, gue pun mulai membuat cerita di sana dan langsung mengunggahnya. Hari demi hari berlalu, jangankan vote, yang ngebaca cerita gue aja nggak ada. Yap, hanya angka 0 yang setia mendampingi lambang mata di cerita gue.
Putus asa, gue pun langsung menghapus unggahan cerita gue itu dan nggak menulis lagi sampai gue duduk di bangku kelas satu SMA. Saat itu, gue pengen bergabung menjadi anggota dalam sebuah grup kepenulisan. Tapi salah satu peraturan untuk dapat bergabung di grup itu adalah gue harus menulis sebuah cerita yang hanya terdiri dari satu bagian. Akhirnya, gue menulis cerita sesuai dengan tema yang ditentukan dan mengunggahnya ke Wattpad. Enggak hanya itu, gue juga mempromosikan cerita gue ke salah satu temen terpercaya gue. Sungguh, gue kira, dia nggak bakal nyebarin cerita gue ke siapa-siapa. Nyatanya, gue salah.
Besoknya, di sekolah, temen-temen kelas gue langsung membahas soal cerita yang gue buat. Bahkan, ada beberapa dari mereka yang mengubah nama panggilan gue menjadi nama salah satu tokoh dalam cerita gue. Nggak berhenti sampai di situ, mereka pun mulai 'mengapresiasi' gue dengan berbagai cemoohan.
Gue tekankan, mereka 'menghadiahi' gue cemoohan, bukan kritikan.
Secepatnya, gue langsung menghapus cerita yang belum ada satu hari gue unggah. Alasan gue cuma satu ; gue malu. Gue nggak tahu kenapa, tapi yang pasti, gue malu. Mendadak, gue lupa soal peraturan untuk bergabung ke dalam grup kepenulisan yang gue idam-idamkan itu. Saat itu, yang gue tahu, rasanya gue cuma mau menenggelamkan diri ke lapisan terdalam Bumi.
Sekian lama setelah kejadian itu terlewat, gue dan temen-temen gue sama-sama udah melupakan kejadian itu. Lagipun, gue baru mulai berpikir lurus setelah itu, "Ini hidup gue, ini kemauan gue. Memangnya, siapa mereka sampai berani-beraninya merusak mimpi gue?"
Saat kepercayaan diri gue kembali hadir, gue pun coba-coba mendaftarkan diri dalam sebuah event menulis cerpen yang diadakan oleh salah satu official account kepenulisan. Dan, jeng jeng!
Gue kalah.
Iya, sekian kali gue ikut event menulis, sekian kali pula gue kalah. Gue pikir, Tuhan lagi menunjukkan jalan kalau menulis memang bukan keahlian gue. Tapi kemudian gue sadar, kegagalan yang menghampiri gue sebelumnya itu bukan karena Tuhan mau menunjukkan kalau menulis bukan jalan hidup gue, tapi justru karena Tuhan mau menunjukkan kalau manusia sepatutnya pandai-pandai bersabar karena nggak ada usaha yang mengkhianati hasil.
Setelah mengikuti belasan event menulis dan kalah, gue masih punya sedikit semangat untuk berjuang. Ya, meskipun saat itu, rasa nggak yakin akan menang udah lebih dulu menyita semangat gue.
Hingga akhirnya, pada bulan Agustus tahun 2018, sebuah sejarah baru tercetak. Untuk pertama kalinya, gue menang lomba menulis dengan embel-embel juara tiga di belakang nama pena gue. Sebuah novel karya Pidi Baiq yang gue anggap sebagai apresiasi atas kesuksesan gue dalam meniti karier pun sudah sampai dengan selamat di rumah gue.
Bahasanya tengil banget, ya?
Hanya satu tahun, terserah kalian mau berpikir itu waktu yang lama atau justru waktu yang cepat untuk belajar dan mengkoreksi diri demi mencapai sebuah keberhasilan. Gue cuma mau kasih pesan untuk kita, para penulis.
Kita pasti akan berteman baik dengan kritikan. Ah, ya, kuncinya hanya satu, yaitu terima, lalu koreksi. Bukannya sifat kritikan itu untuk memperbaiki?
Lain halnya dengan cemoohan. Kita nggak perlu susah payah menutup mulut mereka untuk menghentikan omongan-omongan menyakitkan yang mereka lontarkan. Cukup balas dengan kesuksesan kita dalam berkarya. Biarkan karya kita yang menutup mulut mereka sampai mereka nggak mampu lagi berkata-kata.
Jadi, bagaimana, calon-calon penulis hebat? Masih setia membisukan karya atau mulai berani menunjukannya pada dunia?
Ingat, kuncinya hanya satu, yaitu menjadi berani. Karena tanpa keberanian, karya kita hanya akan menjadi seonggok kesuksesan yang tertunda.
Sekian.
Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Moment To Remember - Write Your Story
Документальная прозаMerayakan satu tahun berdirinya grup kepenulisan @RebellionID, kami mengadakan event bertajuk 'A Moment to remember'. Write your story adalah satu kategori lomba yang kami adakan. Di sini kami menantang peserta menuliskan kisahnya berdasarkan penga...