Orang yang berbohong satu kali tidak akan dipercaya ketika ia mengatakan hal benar sekalipun
Nadia melambaikan tangan pada Surya yang kemudian melajukan mobilnya menembus jalanan sore. Nadia berlari kecil menuju rumahnya. Melihat ada mobil asing terparkir di halaman rumah, ia berhenti berjalan dan mengernyitkan dahi.
Pintu rumah terbuka lebar, terdengar suara percakapan di dalam rumah. Sepertinya ada tamu.
Dengan perlahan, Nadia berjalan dan mengetuk pintu rumah yang terbuka lebar. Semua orang menoleh. Alangkah terkejutnya Nadia melihat Mama, Ifan dan Mama Ifan ada disana.
Dia datang lagi?! Apa tidak cukup dia menyakiti perasaan Nadia? Sekarang saat gadis itu sudah move on, dia datang. Mau apa dia?
Suasana hening untuk sesaat, canggung.
"Nadia, akhirnya kamu datang. Kamu darimana aja? Dari tadi Ifan udah disini lho, nunggu kamu pulang," kata Mama sambil tersenyum.
Tumben Mama tersenyum seperti itu pada Nadia. Pasti hanya pencitraan. Bukannya membalas perkataan Mama, Nadia malah tersenyum sinis.
"Hai, Nad!" Sekarang giliran Ifan yang tersenyum. Hari ini hari aneh. Orang yang biasanya jahat padanya, tiba-tiba saja baik.
"Wah, udah sore. Kita pulang dulu, ya. Kapan-kapan mampir lagi," pamit Mama Ifan pada Mama Nadia.
"Duh, kok buru-buru, sih. Kalian kan baru ketemu Nadia."
"Udah, jeng nggak apa-apa. Kapan-kapan kita ke sini lagi. Siapa tahu bisa ngobrol lebih banyak sama Nadia."
"Oh ya udah kalau begitu. Hati-hati ya."
Setelah memastikan mereka pergi dan melajukan mobilnya, Mama dan Nadia masuk rumah.
"Kamu itu gimana sih? Jam segini baru pulang. Ifan itu udah nunggu kamu dari tadi!" seru Mama.
"Ya maaf, Ma. Nadia kan juga nggak tahu kalau ada Ifan. Lagipula aneh. Dia udah nyakitin perasaanku, tapi kenapa dateng lagi? Mama juga. Dulu Mama sendiri yang bilang aku nggak boleh pacaran sama Ifan, tapi kenapa tiba-tiba deketin aku sama dia?"
"Nadia, Mama baru tahu kalau Mama Ifan itu pengusaha kaya raya di kota ini. Dia juga temen arisan Mama. Udah gitu, Ifan itu ternyata anak yang baik. Sopan, ramah, berbakti. Mama berubah pikiran. Ternyata Mama salah menilai dia waktu itu. Sekarang, Mama yakin kalau dia anak baik. Kamu boleh jalan sama dia."
"Jalan? Ma, dia itu jelas-jelas udah nyakitin perasaan aku. Aku yakin dia itu bukan anak baik-baik, Ma."
"Nad, mungkin itu dulu. Sekarang dia berubah. Mama yakin kalau dia bakal jadi orang yang baik."
"Ya mungkin aja, sih," balas Nadia setengah hati. Kemudian ia berlalu pergi menuju kamarnya.
***
"Nadia Indriani. Silakan kamu kerjakan soal berikut di ruang perpustakaan," tegas Pak Salim memberikan selembar kertas pada Nadia.Ia menerimanya kemudian pergi ke perpustakaan. Meninggalkan teman sekelasnya yang melaksanakan pelajaran matematika. Sebelum benar-benar pergi, Surya sempat menahan tangannya.
"Good luck, Nad," ucapnya.
Perpustakaan sangat sepi hari ini. Hanya ada pustakawan yang sibuk mencatat sesuatu dan dua orang yang terlihat sedang mengerjakan tugas.
Nadia duduk di salah satu bangku, berdoa dan mulai mengerjakan soal remidi dengan tenang.
Berkat bantuan Surya yang telah mengajarinya sepenuh hati, ia bisa dengan lancar mengerjakan soal remidi ini. Mudah-mudahan tidak ada remidi kedua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nothing Impossible
Teen Fiction[SUDAH TAMAT] Nadia selalu berada di peringkat terakhir di sekolah. Dia juga tidak punya bakat apapun. Apa-apa yang dilakukannya selalu salah dimata orang. Dia ingin seperti teman dan adiknya yang selalu jadi juara 1. Namun orang-orang sekelilingnya...