Sore ini, sepulang sekolah Nadia mengerjakan tugas di rumah Surya. Tentunya melanjutkan tugas kelompok mereka. Di sana, Uzi dan Nino tampak sedang asyik mengotak-atik hasil kerja mereka yang setengah jadi.
Surya di dapur menggoreng kentang dan sosis untuk kudapan sambil mengerjakan tugas. Kebetulan, keluarga Surya tidak ada di rumah.
"Ada yang bisa gue bantu, Zi, No?" tawar Nadia.
"Hmm... Sementara belum, Nad. Nanti lo bantu beli lampu aja sama Surya," suruh Nino.
"Ya, deh."
Sejurus kemudian, Surya tiba di ruang tamu dengan membawa piring berisi kentang di tangan kanan, dan piring berisi sosis di tangan kiri ala pelayan restoran.
"Akhirnya mateng juga, Sur. Gue udah laper dari tadi," celetuk Uzi.
"Sama, gue juga," tambah Nino.
"Ya udah sana makan," suruh Surya.
Surya menggelengkan kepala melihat Uzi dan Nino memakan camilan itu dengan lahap seperti orang yang belum makan selama berbulan-bulan.
"Sur, lo sama Nadia beli lampu ya," suruh Nino.
"Oke," terima Surya. Dia mengajak Nadia, "Yuk, Nad. Keburu maghrib."
"Yuk."
Sepanjang perjalanan, mereka tak saling bicara. Hanya radio di mobil Surya saja yang bersuara. Memutarkan lagu kepompong yang dibawakan oleh Sindentosca.
Seiring lagu diputar, seiring memori Nadia terulang saat Nindya tiba-tiba marah padanya. Sebenarnya, apa maunya gadis itu? Apa saat itu ia sedang PMS? Atau sedang badmood? Ah tidak mungkin. Se-badmood-badmood-nya atau semarah-marahnya Nindya, ia tak pernah sekasar itu pada Nadia.
"Lo kenapa, Nad? Kok murung gitu," tanya Surya.
Setelah terdiam cukup lama, Nadia menjawab, "Sur. Lo pernah nggak? Tiba-tiba sahabat lo marah sama lo, padahal lo nggak tau alasannya kenapa."
"Hmm..," Surya berpikir, "Kalau marahan sih, gue, Uzi dan Nino udah biasa. Namanya juga sahabat. Ya...pasti ada aja masalah. Hubungan nggak pernah ada yang mulus. Emang kenapa Nad? Gue, Uzi sama Nino nggak marah sama lo, kan?"
"Bukan, bukan kalian. Gue itu sebenarnya punya sahabat selain kalian. Namanya Nindya."
"Ooh Nindya anak IPA 4 itu? Dia sahabat lo?"
"Iya. Lo kenal Sur?"
"Kenal. Dia temen sesama OSIS gue. Dia bendahara OSIS, gue sekretaris OSIS."
"Oh."
"Emang kenapa hubungan kalian?"
"Jadi, dia tuh udah sahabatan sama gue dari SMP. Cuma dia yang bisa ngasih gue semangat ketika gue diolok-olok dan diremehkan sama semua siswa di SMP. Cuma dia yang perhatian sama gue. Sampai akhirnya, tadi di sekolah dia marah ke gue tanpa sebab yang jelas dan gue," Nadia meneteskan air mata. Surya memberhentikan mobilnya di pinggir jalan. Ia menghadap pada Nadia, ikut bersedih atas apa yang gadis itu rasakan. "gue sakit hati, Sur. Nggak mudah bagi gue untuk bisa berpisah sama dia. Dia udah baik banget sama gue."
Selama Nadia berbicara, suaranya parau diiringi isakan dan sesegukan. Bahunya naik turun. Surya tak tega melihatnya. Selama ini, Nadia hanya merasakan kesedihan di hidupnya. Kalau ia tak ada disamping gadis itu, ia tak bisa merasakan bagaimana sengsaranya Nadia.
"Udah, Nad. Lo nggak usah khawatir. Gue, Uzi dan Nino bakal jadi sahabat lo. Kita bertiga bakal mengerti lo. Kita bakal dukung lo dan selalu ada buat lo. Jangan sedih lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nothing Impossible
Fiksi Remaja[SUDAH TAMAT] Nadia selalu berada di peringkat terakhir di sekolah. Dia juga tidak punya bakat apapun. Apa-apa yang dilakukannya selalu salah dimata orang. Dia ingin seperti teman dan adiknya yang selalu jadi juara 1. Namun orang-orang sekelilingnya...