"Ma," panggil Nadia pelan.
"Hm," jawab Mama. Matanya masih terpancang pada televisi dihadapannya.
Nadia duduk di samping Mama. Ia berkata seraya tersenyum senang, "Ma, nilai ulangan sejarahku 80."
"Oh."
"Udah lumayan kan Ma? Akhirnya aku dapet nilai bagus."
Mama menoleh, "Iya. Tapi itu masih belum seberapa dibanding temen-temen kamu yang dapet nilai lebih dari 80. Makanya, belajarnya ditingkatkan lagi. Mama mau nilai kamu lebih bagus dari itu."
Perkataan Mama bagai duri yang menusuk hati Nadia. Selama ini dia jarang dapat nilai 80. Itu adalah nilai tertinggi yang dia peroleh selama ini. Sebelumnya nilai tertingginya hanya sekitar 75 atau 76.
Sekarang, Mama bilang harus lebih dari 80? Oke, Mama memang benar. Nadia harus dapat nilai yang lebih baik dari itu. Namun, apa Mama tidak bisa sedikit bangga atas pencapaian Nadia ini?
Nadia menahan air matanya agar tidak keluar.
"Mendingan sekarang kamu belajar, bentar lagi kan UKK. Lihat tuh adik kamu, Rena. Dia aja belajar setiap hari, masa kamu yang udah mau kelas 12 masih nggak belajar?" suruh Mama. "Belajar sana."
Nadia mengangguk dan berjalan menuju kamarnya. Bukannya belajar, Nadia berbaring di kasurnya, memeluk guling, dan menangis sejadi-jadinya.
***
"Nad, mau pulang bareng?" tawar Surya ketika mereka berjalan di koridor saat jam pulang sekolah tiba.Nadia mengangguk dan tersenyum.
"Gue mau mampir ke rumah lo aja boleh nggak, Sur?" tanya Nadia.
Surya terkejut. Lho, dalam rangka apa Nadia ke rumahnya? Biasanya kalau tidak ada kerja kelompok atau belajar bersama, Nadia tidak ke rumah Surya.
"B..boleh." Surya mengangguk.
Sejurus kemudian mereka tiba di rumah Surya.
"Assalamu'alaikum," ucap Surya dan Nadia. Surya membuka pintu rumahnya.
"Wa'alaikumussalam," jawab orang yang ada di rumah.
"Eh, ada Nadia. Masuk, Nak," ajak Mama Surya.
"Iya Bunda."
Mereka pun duduk di sofa ruang tamu.
"Kamu mau minum apa Nad? Biar Bunda buatkan."
"Air putih aja Bunda."
Wulan mengangguk dan kemudian berlalu dari hadapan mereka.
"Nad, nanti anterin gue ke toko sepatu ya? Gue mau beli sepatu basket yang baru. Punya gue yang lama udah jebol," kata Surya.
Nadia mengangguk. "Oke."
"Nak Nadia, ini minumnya. Diminum dulu. Sekalian makan kue buatan Bunda ini, enak lho."
Wulan menyodorkan minum dan setoples kue buatannya.
Nadia mengangguk dan meminum air serta memakan kue tersebut. Dari rasanya yang nikmat, Nadia yakin bahwa Wulan pandai membuat kue.
"Oh iya, Bun. Nanti Surya sama Nadia mau ke toko sepatu. Surya mau beli sepatu basket yang baru. Sepatu yang lama udah jebol," ucap Surya ketika Wulan ikut duduk di sofa bersama mereka.
"Kalau gitu, Bunda ikut ya? Bunda mau beli wedges baru buat dipakai pas reunian SMA minggu depan," kata Bunda.
Surya mengangguk. "Oke."
***
"Bun, yang ini bagus nggak?""Bagus. Tapi menurut Bunda cocok yang ini deh," kata Bunda menunjuk sepatu lain.
"Tapi warnanya terlalu mencolok, Bun. Surya nggak suka."
"Hmm.. kalau yang ini gimana?"
Nadia menyimak percakapan ibu dan anak di hadapannya. Nadia tersenyum tipis. Bunda Wulan dan Surya nampak begitu dekat layaknya sahabat. Nadia ingin seperti itu juga dengan sang Mama.
Setelah menjatuhkan pilihan pada sepatu basket berkualitas tinggi dengan harga yang cukup mahal, Surya memilihkan wedges untuk Bunda.
Bunda menoleh pada Nadia yang sedari tadi hanya diam.
"Kamu mau beli sepatu juga nggak, Nad?" tawar Bunda.
"Emm...nggak usah Bunda."
Bunda melihat sepatu yang dikenakan Nadia. Sepatu itu tampak memprihatinkan, sudah hampir jebol.
"Ya ampun Nad, sepatu kamu udah hampir jebol itu. Mending kamu beli yang baru."
Sebenarnya, sudah lama Nadia ingin membeli sepatu baru. Namun, uangnya tidak cukup untuk membeli sepatu.
"Ng...nggak usah, Bun. Nadia masih sayang sama sepatu ini."
"Eh.. sepatu itu udah mau jebol ,lho, Nad. Mendingan kamu beli yang baru. Ayo pilih aja, nggak apa-apa. Nanti Bunda yang bayarin."
"Tapi Bun," ucapan Nadia terpotong.
"Sstt...udah. Nggak apa-apa, pilih aja sepatu yang kamu mau. Yang bagus sekalian. Biar nggak gampang jebol." Bunda tersenyum.
Nadia begitu senang sekaligus terharu. Ia tak menyangka. Orang lain yang baru beberapa waktu lalu ia kenal, begitu perhatian padanya. Bahkan Mamanya sendiri tidak pernah seperhatian ini padanya.
***
"Kamu bawa apa itu?" tanya Mama ketika melihat Nadia pulang ke rumah membawa dua kardus sepatu yang dibungkus kantung plastik."Sepatu, Ma."
"Sepatu? Kamu beli? Ya ampun Nadia, kamu itu boros banget sih jadi anak! Kamu kan udah punya sepatu," omel Mama.
"Ma, sepatu aku itu udah hampir jebol. Jadi aku beli sepatu baru. Sebenarnya, Nadia belinya bukan pakai uang Nadia sendiri, sih. Tapi.."
"Tapi apa? Kamu maling? Atau jangan-jangan, kamu ambil uang Mama ya?!"
"Bu..bukan Ma. Nadia dibeliin sama Bundanya Surya. Beliau yang nawarin ke Nadia untuk beli sepatu."
"Udah, lah. Mendingan kamu pergi ke kamar kamu, belajar. Sebentar lagi kan UAS. Cepet sana, belajar!"
Nadia terdiam. Ia ingin menangis, tetapi ia menahannya. Kenapa sih, Mama nggak bisa sedikit merasa ikut senang ketika Nadia senang?
***
"Materi Bab 5 tentang berbakti kepada orangtua sudah selesai. Nah, sekarang ibu akan meminta kalian untuk menulis surat kepada orangtua kalian masing-masing. Kalau kalian malu atau tidak enak jika memberikan surat tersebut pada orangtua, kalian bisa selipkan surat itu di buku dan disimpan di kamar. Saya doakan, mudah-mudahan suatu saat nanti orangtua kalian akan membacanya," ujar Bu Siti lembut.Semua murid menuruti perintahnya, termasuk Nadia.
Pertama, Nadia menulis surat untuk Papanya. Kemudian, Nadia mulai menulis surat untuk Mama.
Ketika penanya menari diatas kertas, air mata Nadia mengalir lembut membasahi pipinya. Seiring kata demi kata ia tulis, air matanya mengalir semakin deras. Ia teringat terhadap sikap Mama kepadanya.
***
Alhamdulillah, part 35 sudah update!!! Mohon maaf baru bs aku update sekarang.Oh, iya. Kemungkinan aku bisa update cerita ini cuma di hari Jumat, Sabtu atau Minggu. Doakan ya, semoga cerita ini bisa segera tamat dan aku segera nulis cerita baru lagi...
Aku juga mau ngucapin terimakasih sama kalian-kalian yang udah baca cerita ini sampai nunggu-nunggu update-annya. Terimakasih buat kalian yang sudah vote dan comment cerita ini.
Bagi yang ingin mengenalku lebih dekat, bisa follow akun ig aku : @fidanabila2. Atau add line aku : fidanabila2.
Regards,
Fida N 💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Nothing Impossible
Teen Fiction[SUDAH TAMAT] Nadia selalu berada di peringkat terakhir di sekolah. Dia juga tidak punya bakat apapun. Apa-apa yang dilakukannya selalu salah dimata orang. Dia ingin seperti teman dan adiknya yang selalu jadi juara 1. Namun orang-orang sekelilingnya...