Prolog

11.3K 556 22
                                    

Biru memandang manik hitam pekat dihadapannya dengan lekat. Kepalanya sedikit mendongak, karena lawan bicaranya sedikit lebih tinggi darinya.

"Saya suka kakak."

Kata-kata itu terlontar dari bibir mungil milik Biru. Jantungnya berdegub sangat cepat. Telapak tangannya basah karena keringat. Kaki lemasnya dipaksa untuk tetap berdiri tegak dihadapan laki-laki jangkung itu.

Hening terjadi beberapa saat.

Tak tahan kalau harus menatap manik hitam dihadapannya, Biru pun menundukan kepalanya. Merutuki dirinya sendiri karena sudah berbuat nekat. Menebak-nebak respon apa yang akan diberikan laki-laki dihadapannya.

"Saya nggak bisa jadi pacar kamu, maaf."

Biru kembali mendongakan kepalanya. Kembali menatap manik hitam itu. Jantungnya serasa diremas. Sesak memenuhi dadanya.

Biru tersenyum. Senyum yang semua orang yang mengenal biru pasti tahu, senyum yang dipaksakan.

"Tapi saya nggak meminta kakak untuk jadi pacar saya. Saya hanya mengungkapkan apa yang selama ini saya rasakan. Dan sekarang, saya lega sudah mengungkapkan. Terimakasih atas waktunya kak. Maaf mengganggu."

Setelahnya Biru pergi, meninggalkan laki-laki itu di halaman belakang sekolah. Tempat Biru menyatakan perasaannya.

Biru lega. Biru tidak berbohong tentang perasaannya yang lega karena sudah mengungkapkannya. Dia benar-benar lega.

Meskipun lega itu didampingi dengan sesak yang memenuhi rongga dadanya. Tapi tak apa. Setidaknya Biru bisa berhenti sampai disini. Setidaknya rasa yang dia miliki untuk laki-laki itu tidak akan berkembang menjadi lebih besar.

Dan sakitnya pun tidak akan lebih besar dari sakit yang dia rasakan saat ini.

Bara dan BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang