Sudah nyaris sebulan Biru menghindari Bara. Terhitung sejak Bara dan Sarah balikan lagi di kantin tempo hari. Tapi sialnya, Bara ada di sini sekarang. Di depan Biru. Tengah menepikan motor besar biru tuanya ke pinggir jalan. Menurunkan standar dan melepaskan helmnya, Bara turun dari motor dan berdiri di depan Biru.
Biru mengumpat pelan saat jantungnya lagi-lagi berdetak tak normal. Dia sadar ada sesuatu yang aneh yang terjadi dengan Bara sejak tadi di kantin. Tapi Biru nggak pernah mengira hal aneh itu akan membuat Bara menghadang jalan Biru seperti ini.
Biru baru saja turun dari angkot yang dia naiki di halte dekat sekolah. Dan memang semua angkot yang ada di sekitar rumah Biru hanya berhenti sampai depan komplek saja. Itu hal biasa. Biru hanya tinggal berjalan beberapa meter lagi untuk sampai di rumahnya.
Biru mendongakan kepalanya guna melihat wajah datar ambigunya Bara.
Kenapa lagi sih Bara? Memang tampangnya sekarang nggak ada gurat-gurat kemarahan seperti saat di parkiran depan sekolah waktu itu, tapi wajah datar tak biasanya ini sanggup membuat Biru bertanya-tanya dalam dirinya. Apa yang sudah Biru lakukan sampai membuat Bara berada di depan komplek perumahannya sekarang dengan wajah datar ambigunya itu?
Sarah nggak kembali memutuskan hubungannya lagi dengan Bara kan?
"Biru bisa bicara sebentar?" Tanya Bara setelah mereka sama-sama berdiam diri saling tatap di pinggir jalan menuju rumah Biru.
"Bicara apa?" Biru menatap lekat manik hitam milik Bara. Manik hitam kesukaannya. Manik hitam yang sialnya bukan miliknya. Memikirkan itu, sakitnya benar-benar menusuki jantung Biru. Rasanya Biru seperti tak ingin bernapas, karena entah kenapa, Biru merasa setiap hela napas yang dia lakukan, semakin membuat dadanya sesak tak tertolong.
"Sesuatu yang kayaknya kurang nyaman kalau dibicarakan di pinggir jalan."
Biru mengernyit. Hal apa yang ingin Bara bicarakan dengan Biru sampai-sampai dia menyusul Biru hingga ke sini?
"Bisa ikut saya sebentar?" Melihat wajah keberatan dari cewek di depannya, Bara menambahkan, "sebentar aja. Saya janji. 30 menit."
"Oke 30 menit. Di rumah saya." Kata Biru tegas.
Membuat Bara mau nggak mau menganggukan kepalanya. Pasrah sajalah. Dari pada nggak ngomong sama sekali, yang ada nanti dia makin penasaran. Makin nggak tenang tidur-tidur malamnya. Dan juga makin sering nanti Biru muncul di kepalanya.
Bara berjalan ke arah motornya di ikuti Biru. Untuk kesekian kalinya, Biru menahan mulutnya untuk nggak menjerit kesenangan gara-gara di bonceng Bara!
Kampret! Ternyata gue masih suka sama cowok ambigu satu ini!
Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di rumah Biru. Bara mematikan mesin motornya di depan pagar rumah Biru. Ya dia sadar diri, dia nggak akan lama di sini, jadi nggak harus memasukan motornya itu ke dalam garasi rumah Biru.
Sedangkan Biru turun dari motor Bara, lalu menggeser pagar dengan lebar. Maksudnya biar Bara memasukan motornya. Tapi melihat Bara yang menurunkan standar motornya, membuat Biru kembali menarik pagarnya, memberi jarak hanya selebar tubuhnya saja.
Ya sudahlah! Kalau Bara memang nggak mau masuk masa harus Biru paksa? Lagian dia kayaknya juga cuman sebentar di sini.
"Masuk ka," Biru mempersilahkan masuk saat melihat Bara sudah melepas helmnya tapi masih duduk di atas motor.
Bara bergeming di tempatnya. Mempertimbangkan akan bicara di luar rumah Biru, atau di dalam. Kalau di dalam, Bara takut ada Mamanya Biru. Meskipun Mamanya Biru nggak akan ikut campur, tapi tetap saja Bara akan merasa canggung nantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara dan Biru
Teen Fiction"Saya suka kakak." Kata-kata itu terlontar dari bibir mungil milik Biru. Jantungnya berdegub sangat cepat. Telapak tangannya basah karena keringat. Kaki lemasnya dipaksa untuk tetap berdiri tegak dihadapan laki-laki jangkung itu. "Saya nggak bisa ja...