BAB 23

2.2K 186 8
                                    

Biru sedang memakai sepatu di depan mushala saat Rara yang sudah selesai duluan memakai sepatunya bertanya, "Kantin nggak?"

"Iya sebentar aja tapi, cuman mau beli roti." Jawab Biru sambil berdiri dari duduknya. Hari ini dia nggak membawa bekal, makanya mau nggak mau dia harus ke kantin untuk membeli sesuatu untuk mengisi perutnya. Beberapa hari belakangan, Biru memang sedang rajin-rajinnya membawa bekal. Selain menghemat uang jajan, juga sekalian menghindar ketemu Bara dan Sarah di kantin. Apalagi saat istirahat kedua seperti sekarang.

"Kenapa sih? Kok kayaknya akhir-akhir ini lo males banget ke kantin?"

Males ketemu abang lo Ra.

"Lagi hemat aja." Biru berdiri lalu berjalan berdampingan dengan Rara menuju kantin.

"Bukannya lagi menghindari ketemu abang gue?" Tanyanya dengan nada menggoda. Halah percuma juga Biru repot-repot mikirin alasan nggak ke kantin, orang si Raranya aja tau. Ya meskipun dia belum tau bukan hanya abangnya sih yang Biru hindari bertatap muka, tapi juga Sarah.

"Ck percuma kan gue boong ya. Ujung-ujungnya ketebak juga sama lo."

Rara tertawa. "Jadi kali ini move on nya seriusan ya?"

Biru mengangguk cepat. "Banget!"

"Okay gue akan berusaha membantu lo agar nggak terjebak akward moment sama Kabar. Semoga cita-cita move on lo tercapai. Aamiin." Kata Rara sambil menengadahkan kedua telapak tangannya di depan wajah, lalu mengusapkan ke wajahnya saat mengucapkan aamiin.

Dalam hatipun Biru ikut mengaminkan doa Rara itu.

Biru dan Rara sampai di kantin beberapa menit kemudian. Tapi bukannya langsung memesan makanan, Rara malah mendekati meja yang sudah di isi Sarah seorang diri. Membuat Biru mengumpat dalam hati. Harusnya dia memang nggak perlu ke kantin, Biru belum siap bertemu Sarah.

Ada perasaan bersalah yang Biru rasakan kalau mengingat Sarah dan Bara memiliki hubungan bahkan jauh sebelum Biru mengenal keduanya. Tapi ada perasaan tak rela sekaligus sakit hati saat mengingat hal itu. Bagaimanapun, perasaannya untuk Bara masih sebesar sebelumnya. Dan mengingat kalau sahabatnya adalah orang yang dicintai Bara, membuat perasaanya sakit begitu dalam.

Halah Biru mulai lebay lagi sekarang.

Antara rasa bersalah dan sakit hatinya, entah mana yang lebih dominan, Biru sendiri pun belum tahu. Makanya, alih-alih ikut Rara menghampiri meja Sarah, Biru lebih memilih berjalan ke tempat yang menjual roti di kantin ini.

Rencananya dia akan kembali ke kelas setelah membeli roti, tapi apa mau di kata. Manusia memang hanya bisa berencana, karena saat Biru hendak keluar dari kantin, Rara malah memanggilnya dan menarik Biru untuk duduk di kantin. Dan tak lupa, dia juga mengancam akan selalu menjebak Biru agar terlibat dengan Bara disegala situasi.

Memutar bola mata jengah, akhirnya Biru dengan terpaksa duduk di samping Rara, berhadapan dengan Sarah. Emm.. lebih tepatnya Rara yang berhadapan dengan Sarah sih. Tapi tetap saja, hal itu sedikit tidak nyaman untuk Biru.

"Kok ancamannya gitu? Kenapa emang?" Tanya Sarah pada Biru, nada bicaranya santai seperti biasa. Seolah nggak ada sesuatu yang terjadi antara Biru dan dia.

"Iniloh si Biru mau move on dari Kabar, katanya kali ini serius. Sampe-sampe dia nggak mau makan di kantin saking takutnya dia ketemu Kabar dan gagal move on." Biru bersyukur dalam hatinya karena Rara sudah bicara duluan sebelum Biru buka mulut. Setidaknya Biru nggak harus bicara dengan Sarah.

Bara dan BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang