Biru merebahkan tubuhnya di atas kasur milik Sarah. Lalu diikuti Sarah di sebelah kirinya dan Rara di sebelah kanannya.
Seolah paham kalau mood sahabatnya itu sedang dalam keadaan tidak baik, Rara dan Sarah menutup mulutnya rapat-rapat sampai Biru duluan yang memulai.
Biru mendengus sambil menatap langit-langit kamar Sarah yang berwarna putih.
"Abang lo tuh kenapa si Ra? Mantan pacar lo tuh segitu nggak jelasnya ya Sar?" Tanya Biru pada kedua sahabatnya dengan mata masih sibuk menatap langit-langit kamar itu.
"Penyakitnya Bara tuh kambuh lagi. Semingguan ini tuh dia beneran nggak jelas. Kebanyakan diemnya semenjak pulang dari Ruang Rindu punya sepupu lo itu Ra. Jarang ngechat gue, jarang ngajak jalan juga. Dia niat phpin gue atau gimana si?"
Iya semingguan ini tuh Bara kembali lagi dalam mode menyebalkan. Biru nggak tau apa dia ada berbuat salah atau engga sama Bara. Yang jelas, Bara semingguan terakhir tuh jadi cuek lagi sama Biru.
Kalau gini caranya, nggak kelar-kelar dah kisah percintaan Biru.
Biasanya, Bara rutin mengirimi Biru chat. Pagi, siang, malam tuh pasti ada aja chat dari Bara. Tapi semingguan ini tuh nggak ada.
Kalau dulu, setiap Biru buat status Whatsapp dan Bara melihatnya, pasti cowok itu komen dan berujung dengan chatting sampai ketiduran.
Tapi ini, sampai Biru bikin status hampir menyamai Awkarin, dan menyembunyikan statusnya dari semua kontak Whatsappnya selain Bara, nggak ada satupun chat yang masuk atas nama Bara.
Chat terakhir Bara adalah chat yang di mana Bara mengajak Biru mampir ke Ruang Rindu tempo hari.
Apa Bara marah gara-gara Biru memukul lengannya saat di depan Ruang Rindu? Apa jangan-jangan Bara langsung berpikir kalau Biru adalah cewek kasar yang suka melakukan kdrt.
Atau lebih parahnya lagi, jangan-jangan Bara malah mengira Biru adalah psikopat yang bisa saja membunuh dia sewaktu-waktu.
Yakali dah. Masa iya Bara begitu? Biru juga kayaknya waktu itu nggak kencang banget deh mukul lengannya. Itukan mukul gemes gitu loh. Nggak mungkin kan Bara beneran kesakitan?
Aahhh Baraaa kenapassiiii! Biru pusing jadinya kan!
Hening beberapa saat. Lalu tanpa aba-aba, Rara langsung melontarkan pertanyaan. Pertanyaan yang sumpah demi apapun bikin Biru pengen kubur Rara hidup-hidup saat ini juga.
"Lo sama abang gue tuh apasi Bir?"
Anjir kan? Nyelekit banget wey pertanyaan Rara itu. Bikin Biru yang selama ini nggak pernah mempermasalahkan statusnya dengan Bara, jadi sadar diri karena tamparan tak kasat mata Rara.
Iyaya! Biru sama Bara tuh apasi? Jadian engga, tapi kalau temenan kok kayak nggak aci gitu si temenannya. Masa temenan saling lempar modusan gitu? Kan nggak sehat ya?
Tak mendengar jawaban dari mulut Biru, Rara memilih bangkit dari tidurnya lalu menatap Biru lekat-lekat. "Gue serius Bir. Lo sama Bara tuh apaan si?"
Sarah yang sadar kalau percakapan inipun sudah mulai serius, ikut bangkit dan memeluk boneka panda besar kesayangannya. Bukan boneka dari Bara kok, suer deh! Ini Sarah dapat boneka ini dari kado ulang tahunnya yang ke lima tahun dulu. Dari Papanya loh ya ini.
"Ck ya manusia lah! Lo pikir selama ini gue sama Bara setan?" Kata Biru ngegas, lalu mengikuti kedua sahabatnya. Kini mereka bertiga sudah duduk dengan Biru diapit oleh Sarah dan Rara.
"Maksud gue hubungan lo sama Bara apaan Biru! Nggak usah pura-pura bego deh!" Rara ikutan ngegas karena kesal dengan jawaban Biru. Kan dia nanya serius ya.
"Ya elo juga jangan pura-pura bego deh! Kalau gue sama Bara pacaran, sudah pasti kalian gue kasih tau!"
"Kok kalian jadi ngegasan gini sih? Ngomong pelan-pelan kan bisa." Sarah berusaha menengahi perdebatan antara Rara dan Biru.
Biru memeluk bantal dan menutup wajahnya dengan bantal di pelukannya. Setelah menarik napas beberapa kali, dia mendongak dan menatap Rara dan Sarah bergantian.
"Gue nggak tau diri ya? Bukan siapa-siapanya Bara, tapi ngarep dikabarin tiap hari. Ngarep disamperin Bara terus. Ngarep-" belum sempat Biru menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Rara langsung menyela.
"Bara disuruh kuliah di Jerman sama bokap gue."
Mendengarnya, Biru langsung membeku. Sarah yang juga terkejut langsung memandang Rara dengan pandangan bertanya. "Lo serius Ra? Tapi Baranya mau? Bukannya dia lebih suka kuliah di Australia ya?"
"Bara tuh nggak pernah nolak kemauan bokap Sar. Dia juga anaknya tuh nggak pernah mau jujur kalau dia sebenarnya mau apa atau gimana. Padahal sebenarnya orang tua gue nggak memaksakan kehendak. Dan masalah kuliah di Jerman pun bokap cuma kasih saran, dan Bara langsung setuju."
Sarah mengangguk. Untuk sifat Bara yang itu, Sarah memang sudah cukup tau.
Biru masih membeku di tempatnya. Kepalanya seolah menolak untuk mengolah informasi yang baru saja ditangkap indra pendengarnya.
Tadi Rara bilang apasih? Kok Biru lupa. Yang Biru dengar cuman ada kata Bara dan Jerman. Lalu setelahnya blank. Telinga Biru langsung berubah menjadi pajangan dan nggak berfungsi.
Biru kenapa Ya Allah? Apa tiba-tiba Biru terkenal tuli mendadak?
"Biru?" Panggil Rara pelan.
Biru seperti orang linglung. Nggak. Telinganya baik-baik saja. Barusan dia mendengar Rara memanggil namanya.
"Biru?" Kali ini Sarah. Biru menoleh ke Sarah.
"Ya? Kenapa Sar?" Jawab Biru. Masih linglung.
Dengan pelan, Sarah bicara lagi. "Bara mau kuliah di Jerman."
Jerman? Jerman yang ada di Eropa itu? Tapi kenapa? Kenapa dia nggak masuk UI aja? Kenapa nggak ITB? Atau kalau nggak sanggup negeri, kan ada Binus. Kenapa harus di Jerman? Jerman itu.....jauh kan?
Jauh banget nggak sih? Berapa sih jarak dari Indonesia ke Jerman?
Biru menoleh ke Rara. "Kenapa harus Jerman Ra? Jerman bukannya jauh? Kalian ada saudara di sana? Nanti kalau Bara sakit gimana? Kalau dia nyasar gimana? Kalau....kalau kalian rindu Bara gimana? Kalau gue juga.....rindu gimana?
Tanpa sadar, Biru sudah menitikan air mata. Sebagus apasih kampus di Jerman? Apa kampus-kampus yang ada di Indonesia kurang bagus juga? Dan....kenapa harus Jerman? Kenapa nggak Singapura aja yang masih deketan? Atau Malaysia gitu. Kan lumayan bisa ketemu Upin Ipin.
Astaga Biru! Ini lagi darurat loh. Bara mau ke Jerman dan lo malah kepikiran Upin Ipin?
Lama kelamaan, air mata yang awalnya jatuh hanya setitik, mulai deras. Biru yang tadinya nggak bersuara, mulai sesegukan.
Jadi ini alasan Bara kembali cuek seperti awal? Karena dia mau ke Jerman? Karena di Jerman pasti banyak cewek-cewek bule yang cantik-cantik kan?
"Bokap gue memang lulusan Jerman. Dan dia mau Bara mengikuti jejaknya dulu. Tapi bokap gue beneran nggak memaksa Bara untuk kuliah di sana. Semua keputusan ada di tangan Bara. Dan Bara menyetujui itu."
Bara setuju? Itu artinya dia juga mau kan kuliah jauh di sana? Itu berarti memang kemauan Bara juga kan untuk menjauh dari Biru lagi?
"Tapi Bir," Biru menoleh pada Sarah saat cewek itu bersuara. "Setau gue, Bara tuh suka banget sama Australia. Makanya gue sempat mikir, kalau seandainya dia kuliah di luar, pasti bakal milih Australia."
Biru kembali terdiam. Bara suka Australia? Tapi kenapa Biru...nggak tau itu?
Biru bahkan nggak tau apa-apa tentang Bara. Sarah lebih tau tentang Bara daripada Biru. Dan.....kenapa Bara nggak pernah cerita kalau dia suka dengan Negara Kanguru itu?
Bodoh! Kenapa Biru baru sadar? Bara nggak pernah menceritakan apapun tentang hidupnya. Selama mereka dekat, yang Biru tau hanya Bara teramat suka Banda Neira.
Hanya sebatas itu. Nggak lebih. Dan Biru sudah berani-beraninya berharap bisa jadi pacar Bara?
Ternyata gue terlalu lama bermimpi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara dan Biru
Teen Fiction"Saya suka kakak." Kata-kata itu terlontar dari bibir mungil milik Biru. Jantungnya berdegub sangat cepat. Telapak tangannya basah karena keringat. Kaki lemasnya dipaksa untuk tetap berdiri tegak dihadapan laki-laki jangkung itu. "Saya nggak bisa ja...