"Putih!" Biru membuka pintu kamar Putih tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Si pemilik kamar yang sedang tengkurap di atas kasur sambil memainkan hapenya langsung duduk tegak karena kaget Biru memanggilnya dengan begitu lantang dan Pintu yang dibuka tiba-tiba.
"Anjir! Lo apaan sih! Biasa aja dong! Udah kayak orang mau ngajak tawuran tau nggak? Kenapa sih?" Tanya Putih saat Biru duduk di depannya.
Dengan napas memburu karena kesal, Biru berkata, "Lo pernah nanya kan apa ada hal baik yang gue dapet dari suka sama Bara?"
Putih melongo sesaat di tempatnya. Nggak habis pikir kenapa kakaknya se-random ini. Tiba-tiba datang ke kamarnya seperti ngajak ribut dan tujuannya hanya kembali membahas sesuatu yang sudah mereka bicarakan beberapa minggu lalu.
Bagus! Untung Putih nggak punya riwayat jantungan!
"Kenapa bahas itu? Bukannya waktu itu udah lo jawab?"
"Gue meralat jawaban gue yang waktu itu bilang ada hal baik dari gue suka sama Bara. Nyatanya, nggak ada hal baik satupun yang gue dapat dari suka sama Bara." Biru bicara dengan menggebu-gebu. Berusaha mengeluarkan emosi yang sudah dia tahan-tahan sejak istirahat kedua tadi.
"Hah? Gimana-gimana?" Putih mulai fokus mendengarkan perkataan kakaknya.
"Suka sama Bara itu bencana tau nggak! Sesat! Sial! Gue diem-dieman sama Sarah udah tiga mingguan. Terus tadi Rara yang marah sama gue. Dan itu semua karena Bara!"
Putih mengernyitkan wajahnya. Nggak ngerti dengan maksud ucapan Biru.
"Gimana sih maksudnya? Kok lo bisa diem-dieman sama Kasar dan Kara?"
Haruskah Biru menceritakannya pada Putih? Ah tapi bukankah memang hanya Putih yang tau masalahnya sejak awal? Menarik napas panjang, Biru mengumpulkan nyalinya untuk menceritakan semua masalahnya dengan Sarah dan Rara.
"Jadi Sarah itu sama Bara udah pacaran dari SMP. Gue nggak tau mereka pacaran dari kelas berapa. Tapi yang jelas, mereka pacaran sejak gue belom kenal sama keduanya. Dan yang harus lo tau, yang ngebuat Bara deket sama gue beberapa waktu lalu adalah bukan karena Bara sendiri. Tapi dia disuruh Sarah buat ngedeketin gue karena Sarah terlalu kasihan liat gue selalu menghayal tentang Bara. Bucin banget kan? Ih!" Cerita Biru panjang lebar. Membuat Putih memperlihatkan tampang shock nya. Mulutnya ternganga, matanya melotot.
"Sumpah lo kak? Kok bisa sih? Ih anjiirrr! Pantesan lo makin uring-uringan belakangan ini, ternyata masalah percintaan lo lebih pelik dari gue!" Ucap Putih beberapa saat setelah Biru terdiam.
"Yang gue kesel tuh kenapa harus Sarah si? Kalau orang lain yang nggak gue kenal sih, gue akan berusaha ikhlas. Bodo amat! Toh sebelumnya pun gue emang udah mau move on kan dari Bara. Tapi kalau orang terdekat gue.... Rasanya tuh gimana ya? Kayak nggak rela gitu Put.
"Ditambah kenyataan kalau ternyata Bara ngedeketin gue waktu itu karena disuruh Sarah. Makin sakit tau nggak sih hati gue. Kek ngerasa dikhianati sahabat sendiri. Tapi disatu sisi, gue justru malah merasa gue yang mengkhianati Sarah. Secara gue kan cuma orang baru di hidup mereka. Mereka bahkan pacaran sebelum gue suka Bara. Terus ditambah informasi dari Bara kalau beberapa kali mereka nyaris putus karena gue, hati gue kayak bener-bener hancur Put. Gue... Gue nggak tau harus ngapain." Biru mulai terisak di depan Putih. Membuat Putih menatap nelangsa kakak di depannya.
Ya ampun! Apakah memang cinta pertama itu harus semenyakitkan ini?
Biru masih menangis dengan tangan menutupi wajahnya. Bahunya sedikit bergetar. Tangis yang dia tahan tahan sejak kemarin, sekarang tumpah ruah di hadapan Putih. Di hadapan orang yang tepat. Bagaimanapun, Putih nggak akan menghakiminya. Putih juga nggak akan bilang kalau Biru lebay. Putih juga nggak akan membocorkan curhatannya pada Bara kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara dan Biru
Teen Fiction"Saya suka kakak." Kata-kata itu terlontar dari bibir mungil milik Biru. Jantungnya berdegub sangat cepat. Telapak tangannya basah karena keringat. Kaki lemasnya dipaksa untuk tetap berdiri tegak dihadapan laki-laki jangkung itu. "Saya nggak bisa ja...