BAB 31

2.5K 173 14
                                    

"Biru lo kenapa? Kok nangis?" tanya Rara khawatir saat baru memasuki kelas dan menemukan Biru di kelas sendirian dengan air mata becucuran ke pipinya. Biru meraba pipinya untuk memastikan, dan benar saja, ada air mata di sana.

Ya ampun! Biru bahkan tidak sadar kalau air matanya meluncur bebas ke pipi saat Biru melamun tadi.

Biru mengambil sapu tangan berwarna biru muda dikantong roknya. Mengelap air matanya, dan berusaha menghentikan tangisnya sebelum anak-anak kelas yang lain berdatangan.

Ya meskipun hari ini adalah hari terakhir classmeet, tetap saja semua siswa-siswi diwajibkan masuk sebelum besok libur sehari kemudian masuk lagi hari Sabtu untuk pengambilan raport semester 1 dan untuk menghadiri pentas seni akhir tahun sekolah.

"Duuhh gimana dong? Nggak mau berenti air matanya," Biru merengek, dia mulai putus asa. Bahkan sekarang, bukan hanya ari mata yang meluncur, melainkan juga ingus. Hidungnya mulai tersumbat.

Tadi pagi, Biru melihat Bara datang ke sekolah dengan Sarah di boncengannya. Biru yang baru saja turun dari mobil Papanya, langsung mematung di tempat. Biru kesulitan bergerak. Rasanya seperti nyawanya pergi sebentar dari tubuhnya, enggan melihat Bara dan Sarah yang sedang saling melempar senyum itu.

Bukankah mereka nampak serasi? Bara dan Sarah, bukankah mereka sangat cocok? Keduanya sama-sama berotak briliant. Yang satu cantik nya kelewatan, yang satu gantengnya lebih kelewatan. Dan keduanya sama-sama jatuh cinta.

Lalu siapa Biru? Biru hanya orang luar yang tiba-tiba naksir Bara. Dan orang yang cintanya bertepuk sebelah tangan.

Astaga! Kenapa drama sekali hidupnya? Baru bertepuk sebelah tangan cintanya saja, sudah seperti orang yang baru di usir dari rumah kontrakan. Terlihat nelangsa dan frustasi.

"Shuutt. Lo kenapa sih? Gara-gara abang gue ya?" Rara mengelus pundak Biru. Berusaha menenangkan Biru yang bukannya berenti menangis, malah sesegukan.

"Gue nggak tau kenapa tiba-tiba nangis. Tadi emang gue ngeliat Bara sama Sarah di parkiran. Tapi tadi biasa aja, dan lagian itu bukan pertama kalinya gue ngeliat mereka berdua kan? Dan biasanya juga gue nggak sampe nangis gini, tapi kenapa sekarang gue nangis?" Biru menutup wajahnya malu. Benar-benar malu.

Teman-teman yang mulai berdatangan, melihat ke arah Biru dengan pandangan bertanya sekaligus penasaran. Bahkan ada yang terang-terangan bertanya pada Rara, "Biru kenapa?" yang di jawab Rara dengan desisan kesal lalu menyuruh orang itu diam.

Hati Biru benar-benar sakit sekali sekarang. Rasanya seperti ada tangan dingin yang mencengkram jantungnya. Membuatnya berhenti berdetak sejenak, lalu kembali berdetak saat cengkraman itu di lepas. Dan sialnya, bersamaan dengan lepasnya cengkraman itu, darah dan nanah berlomba-lomba keluar dari sana. Semakin menyiksa. Lebih menyiksa dibanding saat cengkraman itu masih mencengkram jantungnya.

Apa ini efek dari kejadian kemarin saat Bara ke rumah Biru?

Kemarin saat dirumah Biru, Bara bilang dia nggak keberatan dengan tindakan Biru itu. Dia bilang, dia justru berterima kasih pada Biru. Hanya saja, Bara meminta Biru untuk nggak melakukan itu lagi. Bara meminta Biru untuk berhenti menaruh roti dan air mineral di mejanya.

Dan Biru benar-benar ingin mengubur diri hidup-hidup saat itu. Biru benar-benar malu dan sakit hati. Rasanya seperti ditolak untuk kesekian kalinya.

Dan ya Bara memang menolaknya kan? Ah maksudnya menolak roti dan air mineralnya.

Kata Bara dia merasa nggak enak pada Biru, karena sikap baiknya Biru selama ini justru malah mendapat balasan patah hati dari Bara.

Heleh kentut! Bilang aja kalau Bara itu nggak suka sama apapun yang gue lakuin menyangkut dirinya. Atau dia takut Sarah cemburu? Hah jangan-jangan dia takut gue ngasih jampi-jampi ke roti-roti itu?

Bara dan BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang