Biru berjalan cepat menyusul Rara yang sudah keluar kelas lebih dulu. Rara masih marah pada Biru, dan selalu menghindar setiap kali Biru mendekat. Padahalkan Biru mau menceritakan semuanya, tapi kalau Raranya aja jauh-jauhan gitu sama Biru, gimana Biru mau cerita coba? Masa harus teriak-teriak biar dia dengar? Kan ga mungkin.
Giliran Rara dekat dengannya, waktunya yang nggak tepat. Saat Rara duduk disebelahnya, pasti saat jam pelajaran. Jadi Biru nggak bisa bicara banyak.
"Ra tunggu dulu!" Biru menarik tas belakang Rara. Menghentikan cewek itu yang sudah nyaris melewati pintu utama sekolah. Nyaris sampai di parkiran.
Rara berbalik. "Apasih? Gue mau pulang!" Ucap Rara, menampilkan raut tak sukanya.
"Gue mau minta maaf! Maaf! Maaf karena nggak cerita apa-apa sama lo. Maaf karena membuat lo merasa nggak dianggap sebagai sahabat gue. Gue minta maaf Ra." Biru bicara dengan cepat, takut kalau Rara pergi sebelum dia menyelesaikan ucapannya. Putih benar, Biru memang harus bicara dengan Rara.
Kalau Rara saja selalu menceritakan masalahnya pada Biru dan sepercaya itu pada Biru, kenapa Biru tidak? Putih benar, seharusnya Biru memang terus terang pada Rara kalau selama ini dia tidak nyaman Rara membocorkan curhatannya pada Bara. Tapi Biru malah diam saja, seolah mendukung semua tindakan Rara.
"Apasih? Nggak perlu! Bukan lo yang salah, gue yang terlalu percaya diri menganggap kita sahabatan." Rara kembali berjalan, melewati pintu utama sekolah dan menuju gerbang sekolah.
"Ra nggak gitu. Kita memang sahabatan kan?" Biru berjalan menyamping disebelah Rara, tubuhnya menghadap langsung ke Rara. Sekarang dia tau rasanya menjadi Sarah yang selalu meminta waktunya untuk bicara. Rasanya nggak enak. Huh karma kah ini karena Biru sudah mendiamkan Sarah? Rara mendiamkannya baru sehari saja, rasanya sungguh nggak tenang. Apalagi Sarah yang sudah nyaris sebulan Biru diamkan?
Biru jahat ya sama Sarah? Sudah suka sama Bara yang notabennya pacar Sarah, terus dia juga sering bikin mereka nyaris putus, terus lagi dia mendiamkan Sarah seolah semuanya salah Sarah.
Rara behenti, lalu memutar tubuhnya, berhadapan dengan Biru. "Bukan sahabat namanya kalau masih nggak percaya satu sama lain."
Biru menarik napas panjang, dia menatap lekat mata Rara yang sudah memancarkan pandangan kesal dan kecewanya. Lalu dengan lirih, dia berucap, "Bara sama Sarah pacaran."
Sebuah kalimat singkat yang membuat mata Rara membola saat mendengarnya. Mulutnya terbuka sedikit. Ekspresi terkejutnya yang kalau ada disituasi normal pasti akan Biru tertawakan saking kocaknya. Tapi sekarang, bukannya ingin tertawa, Biru malah lagi-lagi ingin menangis.
Sungguh! Rara benar-benar terkejut. Rara tau pasti ada masalah dengan Biru dan Sarah. Awalnya Rara kira masalah mereka hanya sesimple Biru marah pada Sarah karena Sarah terlalu rajin belajar sampai kadang-kadang lupa makan. Rara kira Biru marah pada Sarah karena Sarah memborbardir Biru untuk jangan lupa belajar karena sudah mau ulangan semester. Seperti yang Sarah lakukan saat mereka mau ulangan kenaikan kelas beberapa bulan lalu.
Tapi melihat kalau mereka bersikap tidak beres sudah lebih dari seminggu, Rara sadar kalau masalahnya tidak sesederhana itu. Hanya saja Rara nggak pernah memikirkan skenario seperti ini. Nggak ada dalam kepalanya kalau Sarah pacaran dengan abangnya. Nggak ada dalam kepalanya kalau Biru dan Sarah akan bertengkar karena cowok seperti ini.
Rara merasa semakin terkucil karena hanya dia yang nggak tau masalah itu. Tapi melihat wajah Biru yang menyiratkan luka, Rara nggak tega untuk marah lebih lanjut pada Biru. Rara tau, Biru sangat terluka saat ini. Kenyataan kalau orang yang kita suka adalah pacar sahabat kita, itu menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara dan Biru
Ficção Adolescente"Saya suka kakak." Kata-kata itu terlontar dari bibir mungil milik Biru. Jantungnya berdegub sangat cepat. Telapak tangannya basah karena keringat. Kaki lemasnya dipaksa untuk tetap berdiri tegak dihadapan laki-laki jangkung itu. "Saya nggak bisa ja...