BAB 18

2.4K 207 14
                                    

Aku langsung ngibrit ke kamar mandi sekolah saat melihat rok putih belakangku benar-benar kacau. Sudah seperti bendera Jepang! Ya ampun!

Untung keadaan lantai dua sekolah sepi, jadi nggak ada yang melihat aku dengan keadaan memalukan ini.

Ya ampun! Bagaimana bisa aku bocor sih? Biasanya mau sebanyak apapun darah yang keluar, aku nggak pernah bocor. Dan sekarang kenapa bocornya harus di depan Bara?

Aku malu! Aku malu! Aku malu!

Huwaaa Mamaaaa tolongg Biruuuu!

Sesampainya di toilet, aku justru bingung harus apa. Ganti pembalut? Lah aku nggak bawa pembalut di tas. Jalan ke UKS buat minta pembalut juga nggak mungkin. UKS adanya di lantai satu, dan di lantai satu sepertinya masih banyak orang yang berseliweran. Tadi saat lari ke kamar mandi saja aku sempat melihat lapangan sekolah masih ramai di penuhi orang-orang.

Terus aku harus apa sekarang? Masa diam di toilet sampai sekolah sepi?

Minta tolong sama Bara juga nggak mungkin. Kan tadi aku yang bilang mau menjauhi dia, masa tiba-tiba minta tolong ambilin pembalut di UKS sih? Gengsi dong aku!

Bara juga sepertinya sudah pulang. Nggak mungkin dia mau nungguin aku, orang aku bukan siapa-siapanya. Aku juga menolak untuk menjadi temannya kan?

Apa aku telepon Rara aja ya? Semoga Abi ada rapat osis, terus Rara belum pulang.

Menyalakan data internet, aku membuka aplikasi whatsapp lalu mulai menelepon Rara. Maunya sih telepon pakai pulsa, tapi ternyata aku nggak punya pulsa. Duh.

Ah sial! Data internet Rara sepertinya mati. Teleponnya nggak tersambung-sambung nih!

"Aahh gimana dong? Gue harus apa nih?" Aku terisak sambil berjongkok di depan bilik toilet. Tangis yang sejak di kelas tadi aku tahan-tahan malah tumpah ruah di sini. Aku frustrasi. Ada apa sih dengan hari Kamis itu? Kenapa aku merasa sial banget hari ini.

"Biru?" Aku mendengar suara Bara di luar toilet. Aku mengangkat kepala yang sedari tadi aku tumpukan di atas lutut. Bara belum pulang? Dia nungguin aku? Aku bisa minta tolong sama dia kan?

Mengingat wajah akward Bara saat memberitahuku kalau aku bocor tadi, membuat aku menggelengkan kepala kuat-kuat. Nggak! Nggak! Aku malu muncul di depan Bara lagi. Itu tadi memalukan tingkat dewa.

"Biru? Masih lama?" Suara Bara terdengar lagi. Tapi kalau bukan sama Bara, aku minta tolong pada siapa lagi? Menghubungi Mama dan meminta Mama ke sekolah hanya untuk membawakan aku pembalut dan rok ganti itu nggak mungkin kan? Aku nggak mau menyusahkan Mama, Mama pasti sedang repot di rumah.

Ya memang nggak ada pilihan lain selain meminta tolong sama Bara. Jadi dengan menebalkan wajah, aku akan mencobanya.

Menghapus sisa air mata yang ada di pipi, aku berdiri, lalu dengan perlahan berjalan menuju pintu utama toilet. Membuka pintu sedikit, aku melongokan kepala keluar dan menemukan wajah khawatir Bara di depan toilet. Wajah akwardnya tadi sudah hilang sekarang.

"Kamu nangis? Kenapa?" Bara mendekat, hendak membuka pintu lebih lebar, tapi aku menahannya. Aku nggak mau membiarkan dia melihat sekali lagi kekacauan yang ada di rok ku.

"Saya boleh minta tolong nggak?" Tanyaku pelan. Aku sebenarnya malu bicara sambil melihat wajahnya Bara, tapi ya mau gimana lagi? Aku nggak ada pilihan lain.

"Apa? Kamu nggak bawa pembalut?" Aku meringis mendengar tebakan Bara yang tepat sekali. Dengan muka melas, aku mengangguk pelan.

"Tunggu di sini. Saya ke UKS dulu, kayaknya ada deh di sana." Setelah mengucapkan hal itu, Bara langsung bergegas pergi menjauhi kamar mandi.

Bara dan BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang