BAB 12

2.9K 229 3
                                    

Aku membaca berulang-ulang chat yang masuk ke ponselku. Chat yang dilihat dari waktunya, sudah dikirimkan sejak 2 jam yang lalu. Dimana 2 jam yang lalu, aku dan Rara terlalu serius mengerjakan makalah hingga aku nggak sempat mengecek ponsel yang ternyata sudah mati karena lowbat.

Astaga! Kenapa lagi-lagi aku ceroboh terhadap ponsel. Sudah sering lupa dan malas isi kuota, sekarang lupa isi daya juga?

Bara Pratama : Saya kira kita akan ketemu di halte lagi tadi.

Aku membaca sekali lagi chat masuk itu. Saking nggak nyangkanya akan dapat chat dari Bara, aku sampai hanya bengong di depan ponsel yang masih stay di roomchat ku dengan Bara.

Berarti Bara tadi ke halte lagi kan? Dia menunggu aku kan? Ya ampun! Baru memikirkannya saja, jantungku kembali berdegup dengan cepat lagi.

Sadar kalau jarak waktu membaca dan membalas chat akan semakin jauh kalau aku hanya berdiam diri sambil menatap ke barisan kata yang nggak akan berubah itu, aku segera mengetik pesan untuk di kirim pada Bara.

Kirania Biru A : Sori. Saya ada kerkom. Saya kira kamu nggak akan ke halte lagi karena udah seminggu kamu nggak pernah ke sana lagi.

Tanpa sadar, aku menggigiti kuku jempol tangan kanan, harap-harap cemas menunggu balasan dari Bara. Tapi sampai 5 menit kemudian pun, balasan itu tak kunjung datang. Jangankan di balas, di baca saja belum.

Pintu kamar ku di buka dari luar, Rara masuk dengan nampan berisi tiga gelas jus jeruk. "Gue tuh di sini tamu tau Bir, kenapa gue coba yang bikin dan nganterin minum ke sini? Ini kan harusnya tugas lo!" Rara mendumel sambil meletakan nampan di atas nakas di sebelah kasurku.

Lebay, biasanya juga nggak cuman bikin minum sendiri, tapi makan ngambil sendiri.

"Kok tiga?" tanyaku saat Rara sudah duduk di sebelah ku, di lantai yang beralas karpet, menghadap laptop yang masih menampilkan deretan kata-kata yang membentuk kalimat dalam makalah yang kami buat.

"Ada Putih baru pulang, paling bentar lagi juga kesini." Aku mengangguk. Setelah mengunci ponsel, aku menaruhnya di belakang laptop, biar kalau ada chat dari Bara, nggak terlihat oleh mata tajamnya Rara.

"Udah selesai kan? Lo masih ngapain lagi itu?"

"Daftar isi sama daftar pustaka kan belom Nek, sekalian aja biar besok nggak ada kerkom lagi." Ya supaya aku besok bisa mampir ke halte sepulang sekolah.

"Besok aja sih! Atau entar malem gek. Sekarang lo harus ceritain gimana ceritanya Kabar waktu itu pulang pake baju dan celana bokap lo? Dia berarti mampir kesini kan?"

Oke! Rara mulai membahas hal itu. Aku menghentikan kegiatan membuat daftar isi makalah kami. Sekarang aku harus memikirkan bagaimana menceritakan hal-hal yang belakangan ini terjadi padaku dan Bara.

Atau aku hanya harus menceritakan tentang Bara yang memakai pakaian Papa saja ya?

Hah betul! Rara kan cuman menanyakan kenapa Bara pakai pakaian Papa waktu itu. Bukan menanyakan apa yang terjadi padaku dan Bara belakangan ini.

"Ya gitu. Waktu itu lo kan pulang duluan sama Abi. Nah niatnya gue mau pulang naik ojol, dan ternyata kuota gue abis, belom di isi. Alhasil gue jalan ke halte, mau naik angkot. Pas nyampe halte ternyata ujan gede kan? Terus Bara lewat depan gue, dan nawarin pulang bareng deh. Terus kami ke ujanan, terus Mama minjemin baju bokap, terus ya udah kelar. Bara pulang, gue tidur."

Bara dan BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang