BAB 16

2.5K 204 11
                                    

Aku mengumpat lirih saat baru sampai kantin dan menemukan Rara sedang melambaikan tangannya ke arah ku. Berusaha menarik perhatianku. Bukan Rara yang membuatku mengumpat, tapi seseorang yang duduk satu meja, dan berhadapan dengan Rara yang sedang melihat ke arah ku yang membuat aku mengumpat.

Astaga! Meskipun kejadian di warung soto itu sudah berlalu selama 2 minggu, tapi aku masih merasa malu kalau berpapasan dengan Bara. Aku baru sadar kalau sikap ku pada Bara itu terlalu berlebihan. Bara pasti ilfeel padaku karena sikap spontan ku waktu itu.

Asli itu benar-benar spontan. Tanpa perencanaan dan tanpa memikirkan dampak yang akan aku terima sesudahnya.

Bego! Bego! Bego!

Selama 2 minggu belakangan ini, aku kembali memperhatikan Bara dari jauh. Nggak berani muncul di hadapan cowok itu karena benar-benar malu. Ketika nggak sengaja papasan pun, aku hanya menunduk. Memperhatikan sepatu ku yang papasan dengan sepatunya.

"Biru sini woy!" Panggil Rara dengan suara toanya. Membuat aku tersadar dari lamunanku tentang Bara.

Aku menggaruk belakang kepalaku dengan canggung, lalu berjalan menuju meja yang di tempati Rara.

Ini masih jam istirahat pertama, tadi aku belum selesai mencatat catatan di papan tulis, dan takut akan kehabisan meja, makanya menyuruh Rara ke kantin duluan, memilih satu meja untuk kami tempati. Ya memang sih kantin saat ini sangat ramai seperti biasanya, tapi kenapa dia harus satu meja dengan Abangnya itu sih? Kenapa nggak sama yang lain? Meja yang di pojok, yang di tempati Oja dan teman-temannya sepertinya masih muat menampung aku dan Rara.

Lagian Bara kan biasanya beredar di kantin saat jam istirahat ke dua, kok sekarang tumben-tumbenan istirahat pertama dia sudah di sini?

"Gue panggil-panggilin, lo malah bengong. Kesambet lo ya?" Rara menggeser duduknya ke kanan, memberi ruang padaku untuk duduk. Tapi sialnya, aku jadi harus berhadapan dengan Bara sekarang.

Aku duduk, lalu tersenyum canggung pada Bara. Di balas dengan anggukan singkat Bara. Dari tadi, mata Bara nggak pernah terlepas dariku. Entah apa maksudnya dia terus melihatku dari pintu masuk kantin sampai aku duduk di depannya.

Jangan-jangan dia merasa terganggu aku gabung dengannya sekarang? Dia pasti ilfeel kan padaku?

Duh aku ingin pindah, tapi nggak enak sama Rara. Gimana dong ini?

"Gue pesen makanan dulu ya, elo mau apa Bir?"

Astaga! Sudah lima menit cewek itu ada di kantin, dan belum pesan makanan apapun? Pasti dia sengaja deh mau membuat aku mati serangan jantung karena berdua dengan Bara.

Aku menoleh ke kanan, melihat Rara sedang menaik turunkan alisnya, bibirnya sudah berkedut, berusaha menahan tawa. Aku lagi-lagi di jebak oleh monster di sebelahku.

Belum sempat aku mengeluarkan suaraku, Rara sudah berdiri dari duduknya. Lalu pergi setelah mengucapkan kalimat, "Nasi goreng bude kan? Oke gue pesenin dulu ya."

Ya ampun! Keledai saja nggak bakal terjatuh di lubang yang sama. Tapi kenapa aku selalu masuk perangkap Rara? Ini aku bener-bener bego atau gimana ya?

Sial! Sedetik setelah Rara pergi, suasana di meja ini benar-benar canggung. Aku hanya menunduk di depan Bara, melihat pada tanganku yang bertaut di atas meja kosong di hadapanku. Mendengak sedikit saja, mataku pasti langsung bertemu dengan mata Bara.

Bara dan BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang