BAB 20

2.4K 193 4
                                    

Aku berjalan menuju kelasnya Bara sambil menenteng paperbag yang isinya jaket cowok itu untuk ku kembalikan pada pemiliknya. Ini masih jam istirahat pertama, jadi jangan harap menemukan Bara ada di kantin. Kalau hari Kamis kemarin dia ada di kantin itu karena kebetulan Rara yang memaksanya biar aku bisa berdekatan dengan Bara.

Ya itu memang rencananya Rara, dia sendiri yang bilang padaku hari Minggu kemarin di chat. Katanya kalau Bara nggak mau makan di kantin saat itu juga, dia mengancam akan mengadu pada Ayahnya kalau Bara masih mengikuti ekskul futsal, padahal seharusnya dia sudah harus fokus pada ujian nasionalnya. Padahal nih ya, aku yakin, Bara itu mau ujian sambil main futsal pun, pasti nilainya nggak akan mengecewakan. Dia kan setipe gitu sama Putih, Sarah dan sepupuku Inara.

Tapi entah kenapa, aku malah merasa keberadaan Bara di kantin waktu itu, bukan semata-mata karena di ancam Rara, tapi karena dia memang mau bicara padaku.

Ah stop Biru! Lo harus move on! Jangan keseringan mengandai-andai sesuatu yang bikin diri sendiri makin susah move on!

Jangan mikirin Bara terus! Mending mikirin gimana cara belajar yang efektif biar aku nggak melulu stay di peringkat 10 di kelasku. Itu lebih berfaedah. Bisa membuat Mama dan Papa bangga, juga bisa membungkam mulut nyinyirnya Tante Ina.

Ketika sampai di kelas 12 IPA 2, aku melongokan sedikit kepalaku ke dalam, melihat ke tempat duduknya Bara. Tapi nggak ada siapa-siapa di tempat duduk itu. Sedangkan kelasnya sendiri, hanya ada beberapa orang saja. Memutuskan untuk bertanya pada salah satu penghuni kelas itu, aku pun memasuki kelas dan berdiri di samping meja yang paling depan. Yang kebetulan ada satu Kakak cewek cantik yang sedang main hape di tempat itu.

"Permisi Kak," Kakak cantik yang ternyata bernama Tessa Yevika itu mendongakan kepalanya. Jangan pikir aku bisa tau nama kakak kelas ku ini karena aku sudah belajar jadi cenayang dari Mama, bukan loh ya. Itu mah karena kebetulan, name tag yang menempel di bajunya, terlihat olehku.

"Iya? Kenapa dek?" Kata ka Tessa ramah.

"Kakak ada liat Ka Bara nggak?"

Ka Tessa terlihat sedikit mengerutkan wajahnya. "Bara tuh kalo istirahat gini emang suka ngilang. Nggak tau kemana. Penting banget emang?"

Aku mengangguk. "Iya mau ngembaliin barangnya Ka Bara yang dia pinjamin ke saya." Sebenarnya bisa saja sih aku titip pada Ka Tessa atau langsung ku taruh di mejanya Bara. Tapi aku ingin mengembalikan ini langsung padanya dan berterimakasih lagi. Ini benar-benar yang terakhir. Makanya harus aku sendiri yang mengembalikannya.

Ka Tessa melirik sebentar pada paperbag yang aku bawa. Dia menimang sejenak, lalu berujar, "Tar dulu deh, gue tanya Alan dulu ya. Bentar. Siapa tau Alan tau."

Aku mengangguk dan tersenyum senang. Baik juga ternyata Ka Tessa ini. Jarang-jarang aku bertemu kakak kelas yang mau repot-repot menolong adek kelas yang nggak di kenalnya.

"Nih Alan barusan bales chat gue, katanya coba aja cari di taman belakang sekolah. Biasanya dia di situ, kalau nggak ada, mungkin lagi di panggil sama salah satu guru yang kesemsem sama Bara." Aku mengernyit saat mendengar balasan Ka Alan. Aslian? Guru-guru sampai ada yang kesemsem sama Bara? Bara ini menakjubkan banget atau gimana ya?

"Oalah, oke ka. Makasih ya kak." Setelah mendengar balasan Ka Tessa, aku keluar dari kelas itu menuju taman belakang sekolah.

Eh tunggu! Taman itu bukannya tempat aku nembak Bara waktu kelas 10 ya? Kalau yang aku dengar dari Ka Tessa barusan itu adalah, biasanya Bara ada di taman itu setiap istirahat pertama. Tapi ngapain? Dia nggak lagi nostalgia ke waktu aku nembak dia kan?

Ah astaga! Jangan-jangan dia memang sering ke tempat itu untuk mengingat kembali tentang betapa konyolnya aku waktu itu ya?

Tapi apa faedahnya coba kalau sampai beneran dia kayak gitu? Buang-buang waktu aja kan?

Bara dan BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang