Bara memeras jeruk nipis di atas mangkuk yang penuh dengan soto ayam. Mencobanya sedikit lalu memasukan sesendok sambel ke dalam mangkuk itu.
"Memang enak ya makan soto pake jeruk nipis gitu?" tanyaku saat Bara lagi-lagi memeras jeruk nipis yang sudah di belah empat oleh penjual soto ayam ini.
Bara mengangkat pandangannya dari mangkuk soto padaku, dia mengangguk sebelum menyeruput kuah soto yang terkumpul di sendok di tangannya. "Enak tau. Seger, kayak ada asem-asemnya gitu."
Aku tertawa. "Kirain kayak ada manis-manisnya gitu."
Bara tertawa sebentar, lalu fokus pada makanannya. Huft! Aku kira tadi saat dia mengajak makan sebentar sebelum pulang karena ingin lama-lama berduaan denganku. Ternyata dia memang benar-benar lapar. Dan sekarang, disinilah kami, di dalam tenda penjual soto ayam yang ada di pinggir jalan menuju rumahku.
Mengikuti Bara yang sudah tenggelam dengan soto ayamnya, aku pun mulai mengaduk soto di depan ku. Aku yang nggak suka dan nggak bisa makan makanan pedas, hanya menambahkan sedikit sambal dan kecap pada soto ku. Sedangkan Bara, sepertinya cowok itu benar-benar penyuka makanan pedas. Lihat saja, sedari tadi sendok di tangannya berpindah dari mangkuk soto ayam, ke wadah yang berisi sambal. Persis seperti kelakuan Rara.
Sepertinya mereka memang sekeluarga suka makanan pedas.
"Udah abis?" tanyaku dengan nada takjub saat melihat mangkuk yang tadinya penuh dengan soto, kini hanya menyisakan sisa-sisa kuah soto. Bara mendorong mangkuk itu ketengah meja, dia mengangguk, lalu mendekatkan sedotan es teh manis ke mulutnya.
Aku yang baru saja memakan sekitar 5 sendok soto menatap takjub pada kecepatan makan cowok di depanku. Gila! Berapa menit si dia makan itu? 10 menit? Apa cuma 5 menit? Ini antara Bara yang memang kecepetan makannya atau aku yang ternyata sangat lelet.
Well ya! Aku memang sangat lamban kalau sedang makan. Bisa sampai setengah jam sendiri dalam menghabiskan makanan di satu piring.
"Saya masih banyak, gimana dong?" tanyaku bingung. Maksudku, kalau Bara sudah selesai makannya, berarti dia akan segera pulang kan? Sedangkan makananku habis setengahnya saja belum. Nggak mungkin aku tinggal juga karena itu mubazir. Dan kalau di bungkus pun, pasti nanti rasanya sudah nggak enak saat di makan di rumah.
Bara menatap heran padaku. "Abisin aja, nggak akan saya tinggal kok." katanya memamerkan lengkung indah di bibirnya.
"Oke." aku berusaha fokus menghabiskan soto yang ternyata enak ini. Asli! Soto di depanku ini beneran enak. Mama pasti akan senang kalau aku ajak ke sini. Ya mamaku itu paling suka di ajak ke tempat makan yang rasanya sangat nikmat seperti ini.
Well siapa yang engga coba kan?
Tapi kabar baik yang paling aku suka dari mamaku itu adalah, Mama akan mencoba terus dan terus membuat makanan seenak yang pernah dia makan. Dan kegiatan itu tidak pernah mengecewakan aku, Putih dan Papa. Bakat memasaknya memang semenakjubkan itu. Seandainya Mama mau buka usaha catering, aku yakin usaha Mama akan berkembang pesat. Tapi ya Mama ku itu nggak pernah berminat sama bisnis. Katanya nggak ada waktu. Mengurus rumah tangga saja sudah membuatnya kelelahan, apalagi kalau harus di tambah mengurus bisnis, nanti yang ada keluarga terbengkalai karena urusan bisnisnya itu.
Aku sih manggut-manggut saja sambil memakan kastangel buatan Mama saat mendengar alasan Mama itu.
"Uhuuukk!" Aku tersedak kuah soto saat mengangkat kepalaku, dan melihat Bara sedang menatapku lekat-lekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara dan Biru
Teen Fiction"Saya suka kakak." Kata-kata itu terlontar dari bibir mungil milik Biru. Jantungnya berdegub sangat cepat. Telapak tangannya basah karena keringat. Kaki lemasnya dipaksa untuk tetap berdiri tegak dihadapan laki-laki jangkung itu. "Saya nggak bisa ja...