"Biru!" Biru menoleh ke belakang dan refleks menahan napas sejenak saat menemukan Bara berada di depannya. Sial! Kenapa respon tubuhnya masih seperti ini terhadap Bara? Kenapa jantungnya masih berdetak dengan cepat saat ada di dekat Bara sih?
Ini interaksi pertama Biru dan Bara setelah tempo hari Bara memberitahunya tentang status hubungannya dengan Sarah di trotoar jalan dekat sekolah. Ya memangnya mau ada interaksi apalagi setelah itu? Mengharap Bara meminta maaf padanya gitu? Kan nggak mungkin. Bukan sepenuhnya salah Bara kan?
Ah udahlah! Mikirin hal yang lalu itu nggak penting! Menuh-menuhin kepala aja!
Sekarang lebih baik Biru fokus pada Bara yang saat ini sedang menampilkan raut marahnya.
Eh tunggu! Raut apa? Marah?
Astaga! Wajah Bara terlihat benar-benar marah sekarang. Tapi marah pada siapa? Pada Biru? Kenapa?
"Ya?" Biru mengerutkan keningnya saat sadar kalau Bara memang terlihat sedang marah saat ini.
"Thanks sudah membuat saya sama Sarah putus." Kata Bara singkat tapi dingin. Dingin yang langsung meresap dan membekukan hati Biru. Setelahya Bara berjalan melewati Biru dan masuk ke area sekolah. Meninggalkan Biru yang berdiri kaku mencerna ucapan Bara di parkiran sekolah.
Bara bilang apa? Dia sama Sarah putus? Karena Biru?
Jujur ada sedikit perasaan senang dihatinya mengetahui mereka putus, sedikit, hanya sedikit, karena ternyata sedikit dari sudut hatinya masih menginginkan Bara, tapi rasa bersalah yang lebih dominan Biru rasakan. Seharusnya.... Seharusnya mereka nggak harus putus. Karena Biru hari ini akan bicara pada Sarah dan mencoba ikhlas menerima kenyataan kalau mereka memiliki hubungan.
Tapi ternyata, Biru telat. Seharusnya sudah sejak kemarin, atau bahkan seminggu yang lalu dia bicara dengan Sarah. Agar kejadian ini nggak terjadi. Agar Bara nggak salah paham. Agar Bara nggak mengira Biru menginginkan mereka putus. Agar Bara nggak mengira Biru yang menyuruh Sarah memutuskannya.
Astaga! Jangan-jangan ekspresi marah cowok itu tadi karena mengira Biru yang menyuruh Sarah putus dengannya?
Sepicik itukah Biru dipikiran Bara?
Biru tersentak kaget saat mendengar bel masuk dibunyikan. Jam 7 kurang 15 menit. Dan Biru baru sadar kalau dia sudah berdiri kaku di parkiran selama 15 menit.
***
Biru duduk gelisah di kantin saat jam pulang sekolah. Dia sudah mengirim chat pada Sarah untuk bicara sebentar di kantin sebelum pulang. Dan sudah disetujui dengan cepat oleh Sarah. Ya Sarah memang menunggu waktu untuk bicara dengan Biru kan? Jadi tanpa pikir panjang, dia langsung menyetujui.
Sepanjang hari ini Biru benar-benar gelisah. Mengetahui ada hubungan yang berakhir karena dirinya, itu bukan sesuatu yang membanggakan kan? Mengenyampingkan rasa sakit hatinya karena Bara berpikir Biru yang membuat hubungannya dengan Sarah putus. Biru meminta tolong pada Rara untuk menahan Bara agar tidak pulang dulu, dan berusaha membuat hubungan keduanya kembali membaik.
Ya meskipun nanti Biru dan Sarah baikan, tapi Biru akan tetap merasa bersalah karena sudah menjadi alasan Bara dan Sarah putus.
Maka meskipun nantinya dia akan patah hati lagi karena mereka balikan, itu akan lebih baik daripada merasa bersalah terus-terusan. Biru selalu percaya, yang patah itu akan selalu tumbuh, seperti kata Banda Neira. Jadi dia lebih memilih patah hati—semoga— sementara, daripada merasa bersalah terus-terusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara dan Biru
Teen Fiction"Saya suka kakak." Kata-kata itu terlontar dari bibir mungil milik Biru. Jantungnya berdegub sangat cepat. Telapak tangannya basah karena keringat. Kaki lemasnya dipaksa untuk tetap berdiri tegak dihadapan laki-laki jangkung itu. "Saya nggak bisa ja...