Halte dekat sekolah. Awalnya aku nggak pernah tertarik dengan tempat ini. Setiap aku berangkat dan pulang sekolah, mana pernah aku peduli pada keberadaan halte ini.
Tapi sekarang, nggak ada sekalipun, selama aku sekolah, aku melewati halte ini tanpa mampir dulu. Halte ini tanpa penobatan khusus, sudah menjadi tempat resmi untuk pertemuanku dengan Bara.
Sudah beberapa hari ini, sebelum pulang, aku akan mampir ke halte ini. Menunggu Mama yang sedang rajin menjemputku beberapa hari belakangan.
Seperti sekarang. Biasanya aku yang lebih dulu sampai di halte ini, tapi sekarang, motor besar biru tua dan pemiliknya sudah nangkring duluan di sana. Aku tersenyum. Kami nggak pernah janjian untuk selalu bertemu di halte sepulang sekolah, tapi entah bagaimana awalnya, pertemuan di halte itu malah menjadi rutin. Hampir setiap hari.
"Hai," sapaku saat sudah berdiri di depan Bara dengan senyuman tersemat di bibirku.
Bara ikut tersenyum. "Hai," balasnya.
Aku duduk, di ikuti Bara beberapa detik kemudian.
"Kok nggak langsung pulang?" tanyaku basa-basi. Padahal aku yakin, Bara disini menunggu aku.
"Nanti." katanya singkat.
Duh! Kenapa dia bisa sesantai itu di saat jantungku sudah seperti ingin lompat dari dadaku.
Aku memperhatikan sekelilingku. Melihat orang yang berlalu-lalang di sekitar halte ini. Tempat ini memang namanya halte, tapi entah kenapa, dari awal aku masuk sekolah, nggak pernah ada bis satupun yang lewat jalanan ini. Aneh kan? Malah tempat ini jadi terkesan sebagai tempat nongkrongnya angkot.
"Inikan halte, tapi kenapa saya nggak pernah liat ada bis yang lewat sini ya? Malah banyaknya sopir angkot yang teriak-teriak." Nggak penting banget kan pertanyaanku? Kenapa pertanyaan dalam benak ku itu aku keluarkan sih?
Bara menengok ke arah ku, keningnya sedikit berlipat, mungkin heran karena mendapat pertanyaan yang nggak penting dari ku.
Tapi sungguh! Aku penasaran. Dan kalau sudah penasaran itu, rasanya di dada kayak ada yang mengganjal.
"Ini tuh dulunya ada bis yang lewat sini. Tapi karena jalanan yang di tikungan depan itu kan di perbesar, dan di buat halte di sana, jadinya bis-bis itu berhentinya di halte depan sana. Lagi jalanan ini terlalu kecil, kalau nanti ada dua bis yang papasan, mepet banget."
Waahh nggak nyangka Bara tau jawabannya. Aku mengangguk-anggukan kepalaku.
Bara tersenyum, dia masih menatapku. "Kamu percaya?"
Aku mengangguk dan berujar mantap. "Percaya dong."
Bara tertawa. Aku yang tidak tau kenapa dia tertawa, mengernyitkan wajahku.
Aku lucu banget ya? Sampai-sampai Bara ketawa gitu dibuatnya.
Atau wajahku mirip Spongebob? Sampai dengan hanya melihat wajahku, Bara sudah tertawa?
Ah jangan-jangan ada cabai yang nyangkut di gigi? Duh akukan tadi makan tahu isi pakai sambal yang ada cabai merahnya!
"Kamu nih gampang di culik, tau nggak?" katanya masih dengan sisa-sisa tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara dan Biru
Teen Fiction"Saya suka kakak." Kata-kata itu terlontar dari bibir mungil milik Biru. Jantungnya berdegub sangat cepat. Telapak tangannya basah karena keringat. Kaki lemasnya dipaksa untuk tetap berdiri tegak dihadapan laki-laki jangkung itu. "Saya nggak bisa ja...