BAB 15

2.9K 202 8
                                    

Suara menghentak yang memekakan telinga di ujung ruangan, membuat aku dan Putih nggak bisa berhenti melompat-lompat di atas kasur. Membayangkan kami berada di tengah -tengah konser tunggal Sheila on 7 membuat kami lupa daratan.

Lupa kalau sekarang kami ada di kamar ku. Lupa kalau mungkin saja sebentar lagi, kasur yang kami injak-injak di bawah ini, akan rusak. Lupa kalau mungkin, Mama akan memotong uang jajan kami seandainya kasur ku ini rusak lagi untuk yang ke tiga kalinya dalam setahun ini.

Konyol. Tapi kami benar-benar lupa. Atau kami melupakan. Entah lah! Saat ini kami enggan memikirkan hal itu.

Selama Mama dan Papa belum pulang, kami nggak akan menghentikan kegiatan ini.

Masih sambil melompat di atas kasur, Putih bernyanyi dengan teriakan-teriakannya, mengikuti vokalis band favorit kami, mengeluarkan suara sumbang dan mimik muka layaknya penyanyi profesional, yang kalau ada di keadaan normal, pasti aku akan menyuruhnya diam.

Tapi kami sedang tidak normal. Jadi aku membiarkannya mengeluarkan suara sumbangnya itu, dan ikut menyanyi dengan teriakan yang sama kerasnya dengan putih.

Memegang masing-masing satu botol tupperware dan menjadikannya mic dadakan kami, aku dan Putih berteriak bersamaan dengan Babang Duta kesayangan kami saat lagu sudah mencapai reff.

Jadikanlah aku pacarmu

Kan kubingkai slalu indahmu

Jadikanlah aku pacarmu

Iringilah kisahku

Aku dan Putih memang benar-benar partner menghayal yang klop. Kami benar-benar merasa sedang di tengah-tengah konser kalau begini jadinya.

Lagu selanjutnya merupakan lagu Berhenti berharap, lagu yang cocok di tonton dengan tangan di atas, ke kanan dan kiri serentak. Bukan lagu yang cocok untuk melompat-lompat seperti tadi.

Dengan napas tersengal, aku dan putih duduk, lalu berbaring di kasur. Menatap langit-langit kamar. Keringat sudah bercucuran sedari tadi dari dahi sampai ke leher. Sudah lebih dari 5 lagu yang kami nyanyikan dengan teriak-teriak. Capek juga. Rambut ku yang tadi di kucir kuda dengan rapih, sekarang kuncirannya sudah jatuh ke lantai. Dan rambutnya sudah menempel sebagian di leher. Lepek. Rasanya seperti habis lari keliling komplek 5 putaran.

Putih yang keadaanya tidak jauh berbeda dariku tertawa kecil. Masih menatap ke atas, dia berujar, "Kalo Mama tau, pasti dia ngomel-ngomel deh Ka."

Aku ikut tertawa. Benar. Mama akan mengomel, tapi aku tau, Mama juga sebenarnya menikmati lagu-lagu yang kami putar.

"Makanya gue ngajakinnya kan pas Mama sama Papa pergi."

Aku sengaja mengajak Putih nyanyi sambil teriak-teriak seperti tadi. Selain untuk menghibur diriku, aku juga ingin menghibur Putih yang sepertinya masih galau pasca putus hubungannya dengan Aldi.

Heh! 6 hari sudah mereka putus. Dimana letak nggak cintanya coba kalau dia aja masih galau sampai sekarang.

Kalau aku, jelas menghibur diri karena galau akan sikap Bara. Semenjak obrolan kami di warung soto waktu itu, Bara kembali menjauh. Yang ini aku yakin bukan karena dia sibuk mengerjakan tugas atau apa, tapi pasti karena lagu yang dia dengarkan waktu itu.

Bara dan BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang