"Sajangnim."
Yeon Seok melirik sebentar ke arah seseorang yang masuk ke ruangannya tanpa mengalihkan atensi dari draft machine–atau alat menggambar-di hadapannya. Tangannya dengan lincah bergerak ke sana ke mari, merancang sebuah garis-garis yang membentuk denah lengkap dengan tulisan-tulisan dan angka kecil sebagai keterangan. "Ya?" jawabnya.
Jessleen-mahasiswa teknik sipil yang sedang magang di kantornya-tersenyum. "Yoo Sehun ada di bawah."
Yeon Seok menghela napas. Pria berusia 39 tahun itu meletakkan pensilnya. Lalu beranjak dari kursi dengan malas. Ia sudah tahu alasan kenapa putranya tiba-tiba datang ke kantor. Padahal seharusnya, saat ini Sehun ada di Daejeon, kuliah di KAIST tentunya.
Dua malam yang lalu, Yeon Seok sampai sakit kepala gara-gara sudah memarahi Sehun lewat telepon. Hampir dua jam dia berbicara dengan urat leher menegang setelah Sehun bilang mau pindah kuliah.
Dia memang sudah sering berlama-lama telepon dengan Sehun, membicarakan hal yang penting sampai hal yang remeh-temeh sejak putranya kuliah di KAIST dan tinggal terpisah di sebuah flat bersama Chanyeol.
Tapi, yang kemarin malam adalah pertama kalinya ia telepon untuk marah-marah dengan durasi terlama sepanjang masa. Herannya, baik dia dan Sehun sama-sama betah dengan percakapan jarak jauh yang seperti itu. Umumnya kan, orang mana ada yang tahan telepon lama-lama hanya untuk marah?
"Okay, Jess. Thanks. Lanjutkan tugasmu," ujarnya kepada Jessleen.
Mahasiswa asal Shenzhen itu mengangguk dan kembali lagi ke ruang kerjanya bersama team yang lain. Saat ini, mereka sedang sibuk melakukan perencanaan pembangunan sebuah hotel di daerah Myeongdong.
Sementara itu, Yeon Seok pergi ke toilet. Membasuh wajah dan membersihkan jari jemarinya. Lalu dengan santai turun ke lantai satu dan masuk ke sebuah ruangan khusus untuk Sehun setiap kali anak itu datang.
Pintu berderit pelan ketika terbuka. Yeon Seok menghela napas saat melihat Sehun meringkuk tertidur di sofa. Tubuh anak itu dibalut dengan kemeja hitam, topi, dan masker hitam yang membuatnya terlihat seperti bandit yang berkeliaran untuk mencari barang curian.
Kepala Yeon Seok menggeleng begitu langkahnya tersandung karena tas ransel Sehun yang tergeletak sembarangan di lantai. Tas itu ia pungut lalu ia taruh di sofa yang lain dengan pelan. Sementara ia sendiri kini berjalan ke arah rak kecil di sudut ruangan yang berjejer dengan refrigerator berisi makanan dan minuman khusus untuk Sehun.
Sebuah selimut berwarna maroon ia ambil. Lalu dengan penuh sayang, selimut itu ia bentangkan untuk menutupi tubuh putranya.
Yeon Seok tersenyum sendu. Lantas ia jongkok tepat di depan wajah Sehun yang hampir tenggelam oleh bantalan tangannya sendiri. Ia usap kepala Sehun, kemudian membenarkan poni putranya dan mengecup kening pucat itu dengan sayang.
Merasa ada pergerakan yang mengusik tidurnya, Sehun terjaga perlahan-lahan. Matanya terbuka sayu dan langsung berbinar saat bertabrakan dengan mata ayah yang sedang jongkok tepat di depan wajahnya.
Yeon Seok tersenyum melihat Sehun terbangun, begitu juga dengan Sehun yang tersenyum di balik maskernya. Mendapati wajah Yeon Seok setiap kali ia membuka mata, adalah surga tersendiri baginya. Rasanya begitu damai dan menyenangkan.
Sehun belum beranjak, masih tetap di posisinya ketika Yeon Seok bersuara, "Kau sayang appa?"
Mata Sehun menyipit, tanda bahwa ia sedang terkekeh saat mendengar pertanyaan itu. "Apa perlu kujawab?"
Yeon Seok mengangguk.
"Sangat." Sehun ingin bangun dari tidurnya, tapi tangan Yeon Seok secepat kilat menahan. Menyuruhnya agar tetap dalam posisi seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME (EXO FF) ✔
FanfictionTidak ada roh di dunia ini yang berhasil lahir setelah membujuk Tuhan untuk memilihkannya rahim yang sesuai keinginan sebagai awal kehidupan. Tuhan adalah satu-satunya yang paham bahwa Ia mengukir takdir bukan tanpa tujuan. Mungkin Sehun tidak bisa...