Kai meremas-remas botol air mineral yang kini sudah mulai tak berbentuk lagi. Sudah hampir dua jam dia menunggu Sehun, tapi anak itu tidak muncul-muncul.
Terakhir kali dia kirim pesan, Sehun bilang sedang berusaha untuk mengantongi izin keluar. Kai terpaksa mengiyakan. Yang tadinya mereka berjanji bertemu di Taman Jamwon, ia memutuskan untuk pindah tempat.
Kai memilih sebuah restoran makanan cepat saji sebagai tempat pertemuannya. Restoran ini buka 24 jam. Tak masalah untuk menunggu sampai dini hari. Yang penting, Sehun memberi kabar yang pasti. Tidak seperti sekarang.
Kai merengut. Di tempat di mana aroma ayam dan kentang goreng menguar, dia hanya memesan air mineral, semangkuk sup krim, dan sepiring bola-bola ubi. Demi kesehatan, katanya.
JongIn :
Wey! Kadal cacingan! Kau di mana?
Pesan terkirim. Belum dibalas. Tunggu, tidak akan secepat itu dibalas. Karena apa?
Karena di sebuah rumah di daerah Cheongdam-dong, seorang pemuda sedang berdiri di depan sebuah wastafel.
Membungkuk mengeluarkan semua isi di dalam perutnya.
Boro-boro untuk membalas pesan Kai, untuk kembali ke ranjangnya saja butuh usaha yang sangat keras!
"Ah, bagaimana ini?" Sehun mendesah setelah membasuh wajah. Tidak ada satu pun orang yang tahu bahwa ia kembali mendapat serangan setelah berusaha keras meminta diizinkan keluar oleh sang kakek.
Setelah bubar dari ruang keluarga ke kamar masing-masing, Sehun segera merasakan sebab mengapa Jin Hyuk selalu mewanti-wanti bahwa ia lebih baik bersikap nakal dan brutal ketimbang memendam emosi dan stres.
Kepalanya pusing, perutnya bergejolak. Sekarang setelah dayanya serasa habis, tubuhnya lemas bukan main.
Sehun berjalan meraba tembok. Lalu kembali lagi ke kasurnya. Tubuhnya dijatuhkan, meringkuk sesegera mungkin. Tapi, ponsel yang mengedip-ngedip membuat fokusnya terbagi.
Pesan dari Kai ia baca. Heran, ia berhasil mengulas senyum setelah membacanya. Kali ini, Kai mengatainya sebagai kadal cacingan. "Kau ini sebenarnya diajari siapa sampai doyan sekali bersumpah serapah seperti itu?"
Itu adalah kalimat pertama yang Sehun lontarkan begitu sambungan teleponnya diangkat oleh Kai di seberang sana.
"Kau di mana? Jawab saja."
Sehun terkekeh pelan, lalu menjauhkan ponselnya begitu ia terbatuk dengan begitu keras. "A-aku, masih di rumah, Kai."
"Heh?" Kai menjerit. "Katakan kau akan ke sini apa tidak? Kalau tidak, bilang! Jangan membuatku menunggu seperti orang bodoh seperti ini."
Sehun mengernyit, dia ingin muntah lagi. Tapi belajar dari yang lalu-lalu, tidak akan ada sesuatu yang bisa dimuntahkan lagi. Dia hanya akan buang-buang tenaga untuk bolak-balik ke kamar mandi. Penyakit keparat!
"Aku tidak diberi izin keluar, Kai. Mianhae."
"Bilang dari tadi, Capung kerempeng! Kau pikir, kau ini wanita cantik? Berani-beraninya kau membuatku menunggu seperti ini? Kau memang benar-benar tidak bisa diandalkan, Yoo Sehun."
"Hei! Hei! Kau lucu sekali kalau sedang marah-marah, Kai. Biar kuberi tahu satu hal. Jangan doyan marah, hm? Kasihan wajahmu, dia akan mendapatkan serangan gejala penuaan dini."
"Like I Care!"
Kai memutuskan sambungan telepon itu secara sepihak.
Sehun maklum. Kai pasti marah. Dia sendiri juga pasti akan seperti itu kalau sudah dibuat menunggu untuk hal yang tidak pasti. Salahnya sendiri juga sebenarnya, tidak mengabari Kai dengan kabar terbarunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME (EXO FF) ✔
FanfictionTidak ada roh di dunia ini yang berhasil lahir setelah membujuk Tuhan untuk memilihkannya rahim yang sesuai keinginan sebagai awal kehidupan. Tuhan adalah satu-satunya yang paham bahwa Ia mengukir takdir bukan tanpa tujuan. Mungkin Sehun tidak bisa...