Bagian XIII

14 0 0
                                    

Seperti di Pulau Buru pelabuhan Makassar. Bau laut seperti seorang ibu: dalam dan menunggu. Embun menyebar seperti cermin buyar mencari wajah pagi.
Siang mengangkangi punggung Buruh kasar dari beberapa deretan kapal yang membawa wangi kehidupan lebih keras. Ada kapal pesiar berlabuh! Semua termangu. Dan merapat pelan ke bibir labuh. Tersiar kabar tersebut ke tempat Bu Retna Dama: Wajah sumringah menjadi lebih di raut wajahnya. Di Sofa empuk bermotif bulu dia duduk dengan menyilangka kaki pasa paha kanannya di atas, nampak tersingkap sedikit belahan pahanya. Warna kulitnya sedikit berbintik warna perawakan tubuhnya masih tersisa aroma kecantikan dan kemolekannya. "Hari ini kalian harus lebih siap dan melayani dengan baik. Kita kedatangan tamu dari luar. "Rega, Desi, Pera dan Pinkan, menyimak arahan permaisuri ( Mucikari ) Syahwat mereka dengan tanpa bisa membuat alasan apapun. Kapal Asing itu tslah sandar di pelabuhan makassar. Setidaknya malam-malam kalian akan terasa panjang, berdandanlag lebih cantik, pakailah gaun yang membuat mata mereka jelalatan mencari kalian dan Dollar bayaran tertinggi.

Retna Dama, sembari terselip sebatang rokok di jarinya dengan keramahan yang dipaksakan dalam profesinya. Terbayang-bayang lembaran Dollar setoran dari mereka pramusaji yang berperan ganda melayani teguk wangi minuman dan aroma tubuh mereka yang telah menjadi bagian profesi sebagai pelayan plus.

Ombak meraba-rana tiang pelabuhan, menyusur ke dalam menepi dalam memisahkan buihnya. Paea Buruh merekat tubuhnha dengan keringat. Sepadan tak sepihak upah yang minim, mereka bekerja demi pemenuhan yang telah menjadikannya merelakan punggung dan kulitnya melepuh demi harapan keluarganya.

Nafas Berburu apa saja. peluh berperan apa saja. Tetesan yang mengalir bagai jerit yang mencicil kehidupan.

" Peran-peran mereka mulai kembali dimainkan. Kita harus tidak terlalu banyak melayani tamu lokal hari ini, Kata pera ke Rega yang lagi Assyk merokok dan mengepulkan asapnya di ruang tunggu yang merambati darah lelaki yang siapa saja duduk dan berada di sana.
" Aku menunggu seseorang hari ini. Statusnya sebagai Suami yabg memeiliki dua istri. Yang baru saja di nikahinya dengan Siri.
" Emm tidak puaskah dengan dua istrinya? tanya Pera"
"Bukan soal puas dan tidaknya, seks itu adalah sensasinya. sama dengan kita apakah pernah kira merasakannya, yang hanya memenuhi syarat birahi mereka, dan kita hanya menikmati secara kepalsuan yang nyata. Ahh Pera, jangan kau pikirkan mereka mau beristri berapa dan maublajang atau apalah yang bernama lelaki itu. Kita hanya melayaninya dan menghiburnya secara palsu pula. Setelahnya kita bagi keuntungan dengan Bu Retna Sama permaisuri yang berduri itu.
"Betapa kita bagai penikmat yang tidak jujur pula. Seperti bermain akting di atas seprei yang di taburi aroma sensasi. Dan mereka tak jarang lelah dan lunglai pada menit awal bahkan detik. Lalu kita meracuninya dengan suhu tubuh kita, lalu Saku mereka jadi ludes seisi beberapa ATM bahkan saku cadangan terbawa dalam desahan kita selanjutnya
....Eitss...tuh milik kamu! Rega memotong perbincangan ala Perempuan Pelayan seksi dan Plus. Jangan biarkan dia lolos dan segera tuntaskan...Sambil berlalu membawa sebotol minuman, meninggalkan Pera yang sesegera melaksanakan tugasnya.

Wangi Laut masih mengendus di atas kapal Pesiar Asing. Sesegera mungkin berlabuh di atas tubuh "Pinkan" dan yang lainnya.

Namamu Pinkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang