Bagian XXXXI

23 0 0
                                    

Kegundahan, gelisah, setempuh harapan. Bahkan tak lepas menerka-nerka kejadian yang menimpa dirinya. "Danu" menjadi tak bisa mengendalikan emosi dan rasa bersalah padanya menjadi momok dan hantu yang menyerangnya setiap detik.

Pekerjaannya, tempatnya tinggal di rumah kost, setelah terusir dari rumahnya yang besar. Menyisakan bekas luka berselubung menancap do lubuknya. Semua telah hilang.

PHK, dalam seminggu ini, berguguran ratusan pekerja, krisis di negeri melanda dan imbasnya adalah mereka yang telah terjaring calon PHK. Danu melewati kerumanan demonstrasi di hari buruh itu.  Semua turun ke jalan, memnawa seikat mimpi, demi untuk hidup yang di nanti di rumah san keluarga mereka. Cukong dan bos, pejabat dan bapak dewan, jangan jadikan kami biang kehidupan kemewahan kalian. Seseorang berteriak lantang do balik pagar besi dengan mengguncang-guncangkan hendak merubuhkan tatanan negeri yang semakin tak berpihak.

Danu, menyusuri celah, sesekali merasakan hawa dari amarah menangkapnya hendak berteriak lantang pula.  Hingga sore menjelang, di antara terik dan sisa kemarahan yang terdera, dia melawan arus, arah jalan menuju kantornya hampir tiga jam. Setelah melewati beberapa kerumunan.

Tadinya resah dengan demontrasi, kemacetan, serta kerusuhan, tetapi Danu sadar,mereka juga dengan cara seperti itulah menegur dan menawarkan solusi bagi pemangku pejabat angkuh. Benar pula alasannya, terlalu banyak peristiwa kesenjangan di negeri ini. Danu berdiri menggumam saja. Dengan mencari celah yang bisa di lalui dengan berdesakan. Jalan penuh manusia bertaburan tuntutan. Bagai parade barisan pendobrak. Membawa slogan spanduk, meneriakkkan tuntutan, dan menawarkan dialog dengan hendak memasuki pekarangan luas dengan penjagaan ketat. Mereka bertahan satu sama lainnya di bawa terik yang berkerinyit menbus pori dan membakar bulu tipis di dahi mereka.

Danu telah sampai di kantor. Tanpa basa basi, menuju ruangan pimpinan, denar jantungnya menjadi lebih menggempur perasaan-yang menjadi ribuan sel-sel di benaknya mengawang-awanh, dan memutuskan memikirkan yang paling terburuk atas keputusan pimpinannya. Setelah tiga kali surat teguran di tujukan pasanya dengan kinerja serta beberapa persoalan lainnya. Apakah alan senasib dengan mereka di jalan tadi?

Namamu Pinkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang