Bagian XXI

8 0 0
                                    

Sepenggal luka dia bertahan, ceritanya tak berakhir, tak juga seindah kaum perempuan yang merelakan hijab bergelantungan di tubuhnya, dengan warna mata penuh syahwat. Sama saja bagi Pinkan, ketika di hardik oleh segolongan kaum beragama katanya. Berhari-hari dia menangis dan membawa Tuhan dia ajak bercakap.
"Ini bukan kehendakku, lalu mengujiku dalam ketidaksiapanku. Aku tak malu dan tidak dengan mudah memuntahkan seperti mereka yang sok suci. Toh Tuhan sendiri kan yang mengatur dan membolak balikkan hati hambanya.
"Aku menikah baik-baik kan Tuhan diatas sajadah dan depan penghulu? dengan saksi yang telah mensyahkan kami. Oleh lelaki yang aku cintai, walau dia bukan sejatinya laki-laki. Terlalu pengecut. Seperti mereka dan pembawa dakwah yang saat aku berada deretan urutan kedua dari belakang. Aku memilih diantara deretan itu, agar mata-mata fitnah tak melihatku dan membusurku dengan cacian. Namun mata jeli pendakwah itu mencariku dengan setiap ekor matanya dan memplototi setiap permpuan dan melihatku kemudian. Maka di situlah saya tertuduh dan di dakwah lewat ceramahnya, yang awalnya tema tentangMu yang penuh kasih sayang serta sang Nabi kekasihmu yang mereka agungkan, berubah kalap penuh kebencian menghukumku di tengah gempuran statusku sebagai janda yang setiap saat keluar. Dan saya sadar, saya hanya memakai kerudung tipis, dengan rambutku yang pabjang terurai di bahuku. Tanpa ampun saya tercacar. dan dicacah. Aku melintasi batasan kesumatku yang hendak memuncak dan hanya menjadi tertunduk malu, seribu tanya, mengapa mereka tak santun dan penuh kasih sayang menghantarku ke pintu jalanMu Tuhan?

Namamu Pinkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang